Kisah Asmara Sekali

6 4 0
                                    


Sejenak ku pikirkan
Apakah seorang aku layak untuknya?
Apakah diriku ini bisa menjadi jatukramanya?
Apakah diriku bisa menjadi satu dengannya?

Kududuk sendiri, perlahan meminum tehku
Memperhatikan lembayung senja pagi
Dengan hangatnya binar sang mentari
Yang selalu bekerjasama dengan sang chandra

Kukila yang terbang bebas
Di bayang-bayang langit pagi
Mengingatkanku dengan kala pertama kali
Bertemu dengannya, entahlah
Apakah aku terjun ke koushik?

Asmaraloka mungil mungkin tumbuh perlahan
Tak mempunyai bahul namun bersandar
Nampak seperti tara di luasnya langit
Dan sang semut di luasnya jenggala gulita

Sosok yang menjadikan wanodya kecil kagum
Lelaki yang gala namun halus bagai sutra
Memiliki nayanika dengan suara lembutnya
Menyampaikan wiyata dengan perlahan-lahan

Menyalurkan harsa yang banyak dan terus menerus
Kepada setiap anak-anaknya
Fana roti yang ada di atas kepalanya
Mengembang dengan saluran abhinaya

Entah mengapa mata gadis ini selalu aswara
Bagai memiliki makna sendiri di buananya
Perasaan yang disimpan
Kan membuatnya dewana renjana


Mimi
Tangerang, 11 Oktober 2024

Melankolia AmartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang