Chapter 1

227 32 1
                                    

Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin. Dengan balutan gaun mini berwarna merah yang pas membentuk tubuhnya, ia terlihat begitu menawan. Rambutnya yang merah muda dengan gradasi merah darah di bagian bawahnya bergelombang indah, dan ada jepit kecil menghiasi sisi rambutnya, menahan poni tipis yang melayang lembut di dahinya. Ia tersenyum, puas dengan penampilannya. Malam ini, ia sudah siap untuk kencan buta--sebuah momen yang mungkin akan mengubah kehidupannya.

Matahari sore di Linkon City terasa hangat, menyelimuti kota dengan kehangatan musim semi. Pohon-pohon mulai bersemi dengan daun-daun hijau muda yang segar, dan angin semilir membawa aroma bunga-bunga bermekaran. Gadis cantik itu melangkah ringan memasuki sebuah kafe yang tampak ramai namun hangat. Suasananya penuh dengan tawa lembut dan suara obrolan yang menyenangkan.

Matanya segera menyapu sekeliling ruangan, mencari sosok pria yang akan menjadi pasangan kencan butanya. Jantungnya berdebar sedikit lebih cepat--sebagian karena antisipasi, sebagian karena rasa penasaran. Ia tidak tahu apa yang harus ia harapkan. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan sosok yang duduk di sudut kafe, ia tersenyum. Itu pasti dia.

Dengan langkah mantap namun tetap anggun, ia mulai berjalan ke arah pria itu. Hak tinggi yang dikenakannya membuat langkahnya terdengar berirama di lantai kafe. Namun, tiba-tiba, seorang pelayan yang terburu-buru lewat tak sengaja menyenggol bahunya. Gadis itu kehilangan keseimbangan, dan sebelum ia bisa mengendalikan tubuhnya, kakinya goyah.

Dalam sekejap, tubuhnya oleng ke belakang, dan dengan kaget, ia merasakan pantatnya mendarat keras di sesuatu yang tak semestinya. Sesuatu yang terasa kaku dan kuat--bukan kursi. Terkejut, ia menoleh ke belakang dan mendapati sepasang mata dingin menatapnya.

Pria itu duduk di kursi yang ia tumbuki, dan meski ekspresinya datar, ada sedikit ketegangan dalam cara matanya memandang. Dia adalah pria asing dengan rahang tegas, rambut perak yang sedikit berantakan, dan sorot mata yang tampak tajam, seolah bisa menembus ke dalam jiwa. Meski begitu, tatapannya tak menunjukkan emosi apa pun selain sedikit keterkejutan.

Gadis itu, meski terkejut dan malu, segera mengumpulkan kembali keberaniannya. Ia tersenyum tipis, berusaha mengendalikan situasi. "Maaf," katanya dengan nada yang ringan, namun tetap terdengar percaya diri.

Pria itu tak segera menjawab, hanya memandanginya sejenak sebelum akhirnya berkata dengan suara rendah dan dingin, "Tidak apa-apa. Tapi mungkin lain kali, kau bisa mencoba duduk di kursi, bukan di pangkuanku."

Gadis itu tersenyum lebar, kali ini dengan tawa kecil. "Tentu saja. Itu bukan rencanaku."

Ia segera bangkit, menyisir rambutnya yang sempat berantakan dengan tangan, lalu melirik ke arah pria yang seharusnya menjadi pasangannya malam ini. Namun, sesaat sebelum ia sempat melangkah, pria yang dingin tadi sudah berdiri, masih menatapnya. Ada sesuatu dalam cara dia memandangnya yang membuat gadis itu merasa terperangkap dalam tatapan itu.

Tiba-tiba, seorang gadis berambut coklat panjang sepinggang menghampiri pria itu. Gadis itu memiliki iris amber yang menyala seperti api, memberikan kesan tajam dan waspada. Pakaian gadis itu tampak tidak biasa-terlihat kasar dan ada sebuah pistol yang tersampir di pinggangnya. Sekilas saja, sudah bisa ditebak bahwa dia bukan orang biasa. Gadis itu mungkin seorang hunter.

"Apa yang kau lakukan di sini?" suara gadis berambut coklat itu rendah, tetapi tegas. "Kau tidak takut ada yang melihatmu?"

Si rambut merah muda-yang masih terkejut karena jatuh di pangkuan pria itu-bergidik mendengar suara gadis itu. Instingnya berkata untuk menjauh. Ia merasa kehadirannya tidak diinginkan di situ, apalagi saat nada suara gadis itu berubah lebih tajam. Tanpa menunggu lebih lama, gadis merah muda itu segera memilih untuk meninggalkan kedua orang tersebut yang kini mulai terlibat dalam percakapan yang lebih intens.

La Vie En Rose || Sylus (Love And Deepspace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang