Chapter 4

140 23 4
                                    

[Name] melangkah dengan anggun di pusat perbelanjaan mewah. Ia sudah menjelajahi beberapa butik, namun belum ada satu pun pakaian yang benar-benar menarik perhatiannya. Sebagai seseorang dengan selera yang tinggi, [Name] selalu mencari yang terbaik, dan hari ini rasanya semua pilihan terlihat membosankan.

Ia akhirnya tiba di butik kelima, butik yang terkenal dengan koleksi gaun-gaun eksklusifnya. Matanya dengan malas menyapu deretan gaun mini yang tersusun rapi di rak-rak, dan untuk beberapa saat, ia hampir menyerah. Tidak ada yang benar-benar menarik hatinya--sampai matanya menangkap kilau kain merah di sudut butik.

Di sana, tergantung sebuah gaun yang terlihat sempurna. Gaun berwarna merah dengan detail pita besar di bagian dada, lengan off-shoulder yang menambah kesan anggun, dan rok pendek yang membentuk siluet tubuh dengan indah. Mata [Name] berkilat, bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil. "Akhirnya," gumamnya.

Tanpa ragu, ia melangkah ke arah gaun itu, tangannya terulur untuk meraih gantungannya. Namun, tepat saat jarinya menyentuh kain lembut gaun tersebut, ada tangan lain yang juga meraih gantungan yang sama. Pandangan mereka bertemu.

Pria yang berdiri di depannya adalah orang yang tidak asing lagi baginya. Sylus, dengan tatapan dingin dan postur menjulang, menatap balik dengan ketenangan yang mengganggu. Tidak ada senyum di wajahnya, hanya sorot mata yang tajam dan dingin.

"Kau..." [Name] mengerutkan kening, raut wajahnya berubah menjadi cemberut. "Berikan gaunnya," ucapnya dengan nada perintah. Namun, seperti yang sudah diduganya, pria di hadapannya menolak..

"Aku memegangnya lebih dulu," jawab Sylus tenang, meski ada nada tantangan dalam suaranya.

[Name] mendengus keras, sebal dengan sikap keras kepala pria itu. "Aku yang duluan memegangnya, jadi gaun ini milikku," balasnya dengan nada tegas, tak mau kalah.

"Tidak, aku yang lebih dulu," balas Sylus tanpa emosi, meski jelas bahwa ia tidak akan menyerahkan gaun itu begitu saja.

[Name] merasa amarahnya mulai naik. Pria ini benar-benar menyebalkan! Tidak hanya mengambil buku antik di lelang sebelumnya, sekarang dia juga ingin mengambil gaun yang jelas-jelas sudah menjadi incarannya. Apakah pria ini hanya muncul untuk membuat harinya lebih buruk?

Seorang staf butik yang melihat ketegangan di antara mereka segera menghampiri. Wajahnya terlihat khawatir namun tetap profesional. "Maaf, Tuan, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"

"Ya," jawab [Name] dengan nada sinis, matanya melirik tajam ke arah Sylus. "Aku ingin gaun yang persis seperti ini, tapi yang belum disentuh oleh pria ini." Ucapannya terdengar dingin, bahkan penuh sindiran, seolah Sylus adalah makhluk yang tidak layak menyentuh gaun cantik itu.

Sylus mengerutkan kening mendengar sindiran tajamnya. Apa masalahnya jika dia menyentuh gaun itu? Toh, dia juga ingin membelinya. Namun, dia tetap diam, tak ingin memperkeruh suasana.

Staf butik terlihat bingung sejenak, matanya bolak-balik menatap keduanya. Tadinya ia berpikir keduanya adalah sepasang kekasih, namun ternyata bukan. Dengan suara lirih, staf tersebut akhirnya berkata, "Maafkan saya, Nona, tapi gaun ini adalah satu-satunya yang tersisa. Namun, jika Anda tertarik, kami memiliki beberapa desain yang mirip."

Mendengar itu, [Name] mendengus tidak senang. Ia menatap tajam ke arah Sylus yang masih berdiri tegak dengan ekspresi tenang. Untuk sesaat, ia ingin terus memperdebatkan masalah ini, tetapi akhirnya ia memutuskan untuk mengalah--lagi.

"Aku mengalah lagi kali ini," ucap [Name] dengan suara yang terdengar tegas, namun ada nada kekesalan di baliknya. Ia melepaskan pegangan pada gaun itu, membiarkan Sylus mengambilnya. "Nikmati saja gaunnya," tambahnya, sebelum melangkah pergi dengan gaya yang tetap anggun meski hatinya mendidih.

La Vie En Rose || Sylus (Love And Deepspace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang