Chapter 2

161 27 0
                                    

Acara pelelangan itu berlangsung di sebuah gedung mewah, dikelilingi oleh para kolektor, sosialita, dan orang-orang yang selalu berburu barang antik berharga. [Name] memasuki ruangan dengan langkah percaya diri, mengenakan gaun merah yang anggun, membuatnya tampak mencolok di antara kerumunan. Matanya yang tajam mengamati setiap barang yang dipajang di atas panggung lelang, namun tidak ada satu pun yang menarik minatnya.

[Name] ada di sini dengan tujuan yang jelas-mencari sesuatu yang langka dan tak ternilai baginya. Beberapa barang telah dipamerkan: lukisan, perhiasan, patung, dan artefak kuno. Semua barang itu terjual dengan harga fantastis, namun tidak satu pun yang membuatnya tertarik. Ia menunggu dengan sabar, tahu bahwa barang yang ia cari belum muncul.

Hingga akhirnya, setelah beberapa lama, pihak pelelangan mengeluarkan sebuah benda yang tampak tak istimewa di mata kebanyakan orang-sebuah buku tua. Sampulnya usang, kulitnya sudah terkelupas di beberapa bagian, tapi ada sesuatu yang menarik perhatian [Name]. Ukiran-ukiran indah yang menghiasi sampulnya menunjukkan bahwa ini bukan buku sembarangan.

"Buku ini adalah satu dari sedikit koleksi yang masih tersisa dari era yang jarang tercatat dalam sejarah," jelas sang juru lelang, meskipun antusiasme dari peserta lelang lain tampak rendah. Kebanyakan orang tampaknya tidak tertarik pada buku itu-bagi mereka, buku tersebut hanyalah sebuah benda kuno tanpa nilai.

Namun, bagi [Name], buku itu adalah alasan ia datang ke sini.

Tanpa berpikir panjang, ia segera mengangkat tangan, memberikan tawaran awal. Harga yang ia ajukan relatif rendah, mengingat minimnya minat dari peserta lain. Ia merasa lega, berpikir bahwa ini akan menjadi transaksi yang mudah.

Namun, kegembiraannya tak berlangsung lama. Tepat ketika ia mengira buku itu akan menjadi miliknya, suara lain memecah keheningan. "Saya menawarkan lebih tinggi," suara itu datang dari belakang ruangan.

[Name] menoleh, dan saat itu matanya membulat, sosok yang familiar. Orang itu-pria dengan rambut perak dan mata merahnya-adalah Sylus. Wajahnya dingin dan tenang, tampak tidak terganggu dengan keramaian di sekitarnya. [Name] mengenalinya, meskipun mereka belum pernah benar-benar saling mengenal. Ia adalah pria yang menjadi buronan nomor satu di dunia ini. Hanya sekali mereka berpapasan di sebuah cafe minggu lalu, namun namanya terngiang di kepala [Name] sejak saat itu.

Mata mereka bertemu untuk sesaat, dan meskipun suasana di ruangan itu tetap formal dan tenang, ada sesuatu yang berbeda dalam interaksi mereka. Seakan-akan ada sebuah permainan tak kasat mata yang dimulai di antara mereka. [Name] merasa sedikit terkejut, tidak menyangka bahwa Sylus akan tertarik pada barang yang sama-sebuah buku yang tampaknya hanya dihargai oleh segelintir orang.

Namun, meski terkejut, [Name] tidak akan menyerah begitu saja. Ia menatap Sylus dengan tegas, lalu kembali menawar, menaikkan harga.

Pelelangan berlanjut dengan cepat, penawaran demi penawaran terus meningkat. Persaingan antara [Name] dan Sylus menjadi pusat perhatian, dan ruangan yang tadinya tenang mulai dipenuhi bisikan tentang siapa sebenarnya kedua orang ini dan mengapa mereka begitu menginginkan buku tua itu.

Akhirnya, dengan senyuman tipis di wajahnya, Sylus mengajukan tawaran yang lebih tinggi lagi, membuat suasana menjadi semakin tegang. [Name] tahu, ini lebih dari sekadar lelang. Apa pun yang terjadi, buku itu harus menjadi miliknya. Pertarungan ini baru saja dimulai.

"Tidak bisakah kau mengalah pada seorang gadis?" ucap [Name], suaranya terdengar ringan, namun ada ketegasan di balik kata-katanya. Tatapannya menembus jarak, menantang pria berambut perak yang duduk di sana. Namun, Sylus tetap diam, tak menunjukkan reaksi apa pun pada pernyataan itu. Alih-alih menanggapi, ia kembali mengangkat tangannya, mengajukan tawaran yang lebih tinggi.

La Vie En Rose || Sylus (Love And Deepspace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang