Chapter 9

119 26 10
                                    

[Name] menyibak selimut tebal yang menutupi tubuh gadis di atas kasur itu. Tangannya terlipat di dada, memandang adiknya yang masih terbaring dengan mata terpejam. "Adikku, kalau kau tidak bangun juga, aku akan melemparmu ke kolam lumpur," ucapnya dengan nada yang setengah mengancam, setengah bercanda.

Gadis di atas kasur hanya menggeram pelan dalam tidurnya, masih enggan terbangun. “Biarkan aku tidur sebentar lagi. Aku lelah... aku mengautopsi banyak mayat kemarin,” jawabnya dengan suara serak. Wajahnya masih tertutup sebagian oleh rambut merah muda yang acak-acakan.

[Name] mendengus sambil memutar matanya, lalu meraih tangan adiknya dan menariknya kuat-kuat, memaksa tubuhnya untuk duduk di kasur. "Tidak! Cepat bangun, sarapan atau aku tidak akan memberimu makan," ancamnya dengan tegas.

Adiknya, yang memiliki surai merah muda yang serupa dengannya, mendesis dengan kesal. Ia menatap [Name] dengan mata yang masih sedikit berat. Ada rasa lelah, tetapi juga kekesalan di matanya. “Seharusnya Kakak tinggal saja di rumah pria itu,” gumamnya sambil menguap, matanya separuh terpejam lagi.

Ucapan itu membuat [Name] melongo, kaget sekaligus jengkel mendengarnya. Dengan cepat, ia meraih bantal dan memukul adiknya tanpa ampun. “Cepat bangun, dasar gadis pemalas!” serunya, sementara adiknya berusaha menangkis serangan bantal itu dengan meringis, akhirnya menyerah dan bergegas bangun dari kasur, melangkah lemas ke kamar mandi sambil menggerutu.

[Name] menggeleng-gelengkan kepala, lalu keluar dari kamar. Saat tiba di ruang makan, dua gadis lain sudah menunggunya di sana. Bluebell, gadis manis dengan rambut hitam lurus dan mata merah muda yang selalu bersinar ceria, dan Lovely, yang memiliki rambut hitam yang sama tetapi bergelombang, dengan iris cyan yang tampak seperti laut tenang di pagi hari.

“Berani sekali dia menyuruhku tinggal di rumah Sylus. Apa dia benar-benar adikku?” keluh [Name] sambil menarik kursi dan duduk. Wajahnya masih tampak sedikit kesal.

Lovely, yang tengah menyisir rambutnya dengan jari, mengangkat bahu sambil tersenyum tipis. “Aku tidak akan menyalahkannya. Dia tidur dengan baik selama kau tidak di sini.”

[Name] langsung melirik tajam ke arah Lovely, yang hanya menanggapinya dengan cengiran kecil. Di sisi lain meja, Bluebell terkekeh lembut, melihat interaksi mereka.

“Aku rindu masakanmu, [Name],” ucap Bluebell sambil tersenyum manis. “Kami hanya memesan makanan selama kau tidak di sini.”

Senyum kecil muncul di bibir [Name]. “Sepertinya hanya kau yang peduli padaku di sini, Blue.” Dia melirik Bluebell dengan tatapan penuh syukur, merasa setidaknya ada satu orang di rumah ini yang masih menghargai kehadirannya.

Bluebell tertawa lembut, lalu berkata, “Tentu saja aku peduli. Tanpamu rumah jadi sepi. Dan makanannya… yah, kita butuh selera kokimu.”

Percakapan di meja makan semakin hangat seiring berjalannya waktu. Suasana terasa akrab dan santai, meski sindiran-sindiran kecil mulai bertebaran. Saat itulah gadis lain masuk dengan langkah malas, menyibak rambut merah mudanya yang berantakan, lalu duduk dengan santainya di samping Lovely. Ia menarik kursi dan langsung menyendok makanan ke piringnya, tanpa menghiraukan tatapan kakaknya.

[Name] menggeleng pelan melihat tingkah adiknya. "Kau terlalu sering bermain dengan mayat, wajahmu sekarang sudah seperti mayat," sindirnya sambil tersenyum tipis.

Adiknya hanya menguap lebar, tampak sama sekali tidak terpengaruh oleh lelucon [Name]. "Kupikir kau tidak akan pulang lagi. Sepertinya kakak terlalu betah di N109," balasnya dengan nada malas, namun penuh sindiran.

[Name] mendengus menanggapi, tidak ingin kalah dalam perang sindiran kecil itu. "Serius, M? Itu yang kau pikirkan? Apa aku tidak bilang kalau aku disekap di sana?" ucapnya dengan sarkasme kental, jelas-jelas memancing respons dari sang adik.

La Vie En Rose || Sylus (Love And Deepspace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang