Chapter 8

198 28 7
                                    

[Name] berdiri di tepi jendela, memandang ke luar dengan tatapan hampa. Dari sini, ia bisa melihat seluruh Zona N109——gedung-gedung bertingkat menjulang, kendaraan melintas seperti semut-semut kecil di kejauhan. Tingginya kediaman Sylus memberinya perspektif luas, tetapi tidak banyak yang menarik perhatiannya. Semua itu hanya membuatnya semakin merasa terkurung. Sejujurnya, kebosanan sudah mulai merayap ke dalam dirinya. Sylus telah mengunci hampir semua pintu, membatasi pergerakannya, membuatnya merasa terperangkap di dalam rumah ini tanpa akses ke mana pun.

"Haruskah aku kabur saja?" gumamnya pelan, suaranya hanya terdengar oleh dirinya sendiri. Gadis itu masih menimbang-nimbang keputusan untuk pergi atau tetap di sini. Meski dia enggan mengakui, tempat ini mungkin satu-satunya titik aman saat ini, namun perasaan tidak nyaman terus mengusik pikirannya.

Tepat saat ia mulai kehilangan fokus, suara ketukan pelan terdengar dari arah jendela. Refleks, ia menoleh, keningnya berkerut saat melihat seekor gagak hinggap di ambang jendela kaca. Burung itu tampak tidak biasa——bulu hitam legamnya berkilauan, tetapi yang paling menarik perhatian adalah sepasang mata merah yang menyala terang seperti bara api. Mata itu memandang langsung padanya, seolah menembus jiwanya.

Selama beberapa detik, [Name] hanya terdiam, memandangi burung gagak tersebut. Kemudian, dengan nada datar, ia berkata, "Kau jelek sekali." Kalimat pertama yang keluar dari mulutnya membuat kepala si gagak bergerak ke kiri dan ke kanan, seolah mencoba memahami perkataan gadis itu.

Namun, semakin lama ia menatap burung itu, semakin ia menyadari sesuatu yang ganjil. Ada benda metal yang menyatu dengan tubuh burung tersebut, mengilap di bawah sinar matahari. Matanya menyipit saat mengamati lebih dekat. Gagak itu jelas bukan burung biasa——ini semacam ciptaan mekanik, mungkin alat pengintai yang dikendalikan seseorang. Pikirannya berputar cepat, mencoba menghubungkan keberadaan burung itu dengan kejadian yang baru-baru ini ia alami.

"Milik seseorang..." gumamnya lagi, lebih pada dirinya sendiri. Keningnya kembali berkerut, tatapannya semakin tajam. Gagak itu mengingatkannya pada sosok yang ia cari hingga masuk ke dalam tempat berbahaya ini. "Agatha sialan itu. Aku pasti akan segera menemukanmu," ucapnya dengan suara rendah, nyaris berdesis, pandangannya lurus mengarah ke pusat Zona N109 yang terlihat jelas dari jendela.

Tak lama setelah itu, burung gagak tersebut mengepakkan sayapnya dan terbang menjauh, menghilang di antara gedung-gedung. [Name] menatap kepergiannya dengan tatapan penuh perhitungan. Burung gagak itu pasti tidak muncul begitu saja tanpa alasan.

Setelah beberapa saat, ia memutar tubuhnya, meninggalkan jendela, dan berjalan perlahan menuju ranjang milik Sylus. Meski kebosanan masih menggelayut di benaknya, pikirannya kini dipenuhi oleh bayangan Agatha dan rencana yang akan ia susun untuk menghadapi wanita itu.

* * *

Hari ini, Sylus pulang ke rumah lebih awal. Begitu ia melangkah masuk, pemandangan yang sama seperti hari sebelumnya langsung menyambutnya. [Name] adalah hal pertama yang selalu menarik perhatiannya begitu ia tiba di rumah. Kali ini, ia sedang berbaring telungkup di atas sofa, terlihat santai dan tak terusik. Sebuah buku berada di genggamannya, sementara kedua kakinya bergantian bergoyang ke atas dan ke bawah, seirama dengan nyanyian lembut yang hanya terdengar samar.

Sylus mendekati gadis itu perlahan, memperhatikan setiap gerak-geriknya. Piyama yang ia kenakan——lagi-lagi miliknya——terlihat terlalu besar di tubuh mungil [Name], dan ini sudah kesekian kalinya Sylus menemukannya mengenakan pakaiannya. Dengan sedikit helaan napas, ia mengulurkan sebuah tas belanja ke arah gadis itu. “Berhenti memakai pakaianku, Nona,” ucapnya dengan nada dingin, tetapi di dalamnya terselip keletihan karena ini sudah sering terjadi.

[Name] mendongak dengan ekspresi datar, tatapannya berpindah dari wajah Sylus ke tas belanja yang kini tergantung di depan wajahnya. Perlahan, ia bangkit dari sofa, lalu mengambil tas itu tanpa banyak bicara. Matanya mengintip ke dalam, dan yang ia temukan adalah sebuah gaun santai berwarna putih polos, terbuat dari bahan katun. Gadis itu mengerutkan keningnya, sebuah dengusan kecil lolos dari bibirnya.

La Vie En Rose || Sylus (Love And Deepspace)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang