Setelah berhasil melarikan diri dari markas koloni alien, Kat, Amar, dan Roxy bersembunyi di sebuah kawasan hutan yang jarang dilalui manusia. Suasana di sekitar mereka tenang, tetapi ketegangan yang mereka rasakan masih membara. Mereka duduk di bawah sebuah pohon besar, berusaha mencerna semua yang terjadi.
"Roxy, kita harus segera berpikir tentang langkah berikutnya," kata Amar, suaranya tegas meski masih ada kegugupan. "Kita tidak bisa terus bersembunyi. Zorak dan anak buahnya pasti sedang merencanakan sesuatu."
Roxy mengangguk, tatapannya serius. "Aku tidak tahu berapa banyak waktu yang kita miliki. Jika mereka menemukan kita lagi, kita tidak akan punya kesempatan untuk melawan."
Kat menghela napas dalam-dalam. "Aku merasa kita harus menghadapinya. Mungkin kita bisa berbicara dengan Zorak dan meyakinkannya bahwa Bumi bukan musuh."
Amar mengernyit. "Kau benar-benar percaya bahwa Zorak akan mendengarkan kita? Dia sudah menunjukkan betapa ambisiusnya dia."
"Tapi jika kita tidak mencoba, kita tidak akan pernah tahu," Kat bersikeras. "Kita harus mencari cara untuk menghentikannya sebelum dia melanjutkan rencananya."
Roxy berpikir sejenak. "Ada satu cara, tetapi sangat berisiko. Aku bisa mengajukan kesepakatan kepada Zorak. Jika aku bisa membuktikan bahwa Bumi bisa menjadi sekutu yang berharga, dia mungkin akan mendengarkan."
"Kesepakatan? Apa yang kau maksud?" tanya Amar, matanya melebar.
"Jika aku berjanji untuk membantu mereka menggunakan teknologi Bumi untuk keuntungan mereka, Zorak mungkin akan mempertimbangkan untuk menghentikan rencana invasi," Roxy menjelaskan. "Tetapi aku harus pergi sendirian. Kalian tidak boleh ikut."
Kat merasa cemas. "Roxy, itu terlalu berbahaya. Apa yang terjadi jika mereka menangkapmu lagi?"
"Kalau begitu, kita tidak punya pilihan lain," Roxy menjawab, nada suaranya tegas. "Kita perlu mengambil risiko ini. Jika kita bisa menyelamatkan Bumi, itu semua sepadan."
Amar dan Kat saling berpandangan, ketegangan terasa di antara mereka. "Baiklah, jika itu yang kamu pilih, kami akan mendukungmu," Amar akhirnya berkata, meski raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
Keesokan harinya, Roxy mempersiapkan diri untuk pergi. Dia mengenakan pakaian futuristik yang membantunya menyamarkan diri, dan menyiapkan alat komunikasi yang bisa digunakan untuk menghubungi Kat dan Amar jika ada yang salah.
"Jaga diri baik-baik, Roxy," Kat berkata, berusaha tersenyum meski hatinya terasa berat. "Kita akan menunggu di sini. Jika kamu butuh bantuan, jangan ragu untuk memanggil kami."
"Berhati-hatilah! Aku akan kembali secepat mungkin," Roxy menjawab, wajahnya menampilkan keberanian yang tulus.
Setelah mengucapkan selamat tinggal, Roxy melangkah maju, meninggalkan Kat dan Amar di tempat persembunyian mereka. Hutan terasa sunyi, dan rasa cemas menyelimuti kedua sahabat itu. Mereka tahu bahwa nasib Bumi dan persahabatan mereka tergantung pada keputusan Roxy.
Di sisi lain, Roxy melangkah ke dalam kegelapan hutan menuju markas koloni. Setiap langkahnya dipenuhi dengan ketegangan dan harapan. Dia ingin percaya bahwa Zorak bisa diajak bicara, tetapi dia tahu ambisi dan kebanggaan Zorak bisa membuat segalanya menjadi lebih rumit.
Ketika Roxy tiba di markas, dia dihadapkan pada pengawal yang curiga. "Apa yang kau lakukan di sini?" salah satu penjaga bertanya, matanya tajam.
"Aku ingin berbicara dengan Zorak," Roxy menjawab, berusaha menjaga suaranya tetap tenang. "Ada hal penting yang perlu kami diskusikan."
Pengawal itu saling bertukar pandang sebelum mengizinkannya masuk. Roxy merasakan ketegangan di dalam dadanya. Dia tahu bahwa ini adalah momen yang menentukan.
Setelah melewati lorong-lorong yang mengesankan, Roxy akhirnya sampai di ruang konferensi. Zorak dan para pemimpin koloni lainnya sudah menunggu di sana, terlihat serius.
"Roxy! Apa yang kau inginkan?" Zorak bertanya, suaranya menggetarkan.
"Aku datang untuk membicarakan kesepakatan," Roxy menjelaskan. "Aku ingin menawarkan Bumi sebagai sekutu, bukan musuh."
Zorak menyeringai, tetapi ada nada skeptis di suaranya. "Sekutu? Kenapa kami harus percaya padamu? Kau sudah berkhianat dengan menjalin persahabatan dengan manusia."
"Aku tidak berkhianat. Aku hanya ingin menjelaskan bahwa Bumi memiliki banyak sumber daya dan teknologi yang bisa menguntungkan kita semua," Roxy berusaha meyakinkan.
Jorak, yang berdiri di samping Zorak, menginterupsi. "Dan apa yang kau dapatkan dari semua ini? Kami tidak akan membiarkanmu mengkhianati koloni kami lagi."
"Ini bukan tentang mengkhianati siapa pun," Roxy menjawab, suaranya mulai terdengar tegas. "Jika kita bisa bekerja sama, kita bisa belajar banyak dari satu sama lain. Bumi memiliki potensi yang besar."
Zorak menatap Roxy dengan penuh kebencian. "Dan jika kita tidak setuju? Jika kita memilih untuk menyerang?"
"Jika kalian menyerang, kalian akan kehilangan semua potensi itu. Manusia bisa menjadi sekutu yang kuat, dan kami bisa membantu kalian berkembang lebih lanjut," Roxy menjelaskan, berusaha membuatnya masuk akal.
"Lalu apa yang kau tawarkan?" Zorak bertanya, tampak mulai tertarik.
"Aku bisa membantu kalian memahami teknologi Bumi. Kita bisa membangun alat yang lebih kuat bersama. Dengan cara itu, kalian bisa memperluas kekuasaan kalian tanpa harus berperang," Roxy menjelaskan dengan bersemangat.
Di saat itu, Vira, yang sebelumnya terdiam, berbicara. "Dan bagaimana jika kami tidak ingin mempercayaimu? Kami bisa mengendalikan pikiranmu, Roxy. Kau tidak memiliki kekuatan di sini."
Roxy merasakan ketegangan yang menyelimuti. Dia harus berpikir cepat. "Jika kalian mengendalikan pikiran, kalian juga tidak akan bisa belajar. Kalian akan menjadi terasing. Apa gunanya memiliki kekuasaan jika tidak ada yang bisa diajak bekerja sama?"
Zorak dan para pemimpin koloni saling memandang, tampaknya mempertimbangkan tawaran Roxy. "Kau punya waktu hingga matahari terbenam untuk membuktikan bahwa tawaranmu bukan kebohongan," Zorak akhirnya berkata. "Jika tidak, konsekuensinya akan fatal."
Roxy merasa beban di atas bahunya semakin berat, tetapi dia tahu ini adalah kesempatan yang harus dimanfaatkan. "Aku akan menunjukkan bahwa Bumi bisa menjadi sekutu yang berharga," katanya tegas. "Tapi aku butuh waktu dan kepercayaan."
Saat Roxy meninggalkan ruangan, dia merasakan ketegangan di dadanya. Dia tahu bahwa waktu terus berdetak, dan dia harus menemukan cara untuk meyakinkan Zorak dan koloni alien bahwa mereka bisa bekerja sama.
Sementara itu, di tempat persembunyian, Kat dan Amar terus menunggu. "Apa yang terjadi? Kenapa dia belum kembali?" tanya Amar, wajahnya penuh kekhawatiran.
"Dia akan kembali. Dia pasti masih bernegosiasi," jawab Kat, meskipun dalam hatinya, ia merasa cemas.
"Jika kita tidak mendengar kabar dalam waktu dekat, kita harus mencari Roxy," Amar berkata, tatapannya penuh determinasi.
Tidak lama setelah itu, Roxy muncul dari kegelapan, wajahnya terlihat lelah. "Kalian tidak akan percaya apa yang terjadi!" katanya dengan napas terengah-engah.
Kat dan Amar segera mendekat. "Apa yang terjadi? Apa Zorak setuju?" tanya Kat.
"Dia memberi aku waktu hingga matahari terbenam untuk membuktikan bahwa tawaranku bukan kebohongan," Roxy menjelaskan. "Tapi aku butuh bantuan kalian."
Amar mendekat, penasaran. "Apa yang harus kita lakukan?"
"Kita harus menunjukkan kepada mereka teknologi Bumi yang bisa menguntungkan koloni. Jika kita bisa membuat alat sederhana yang bermanfaat, mereka mungkin akan setuju untuk berhenti menyerang," Roxy menjelaskan.
Kat dan Amar saling pandang, penuh semangat. "Kita bisa melakukannya!" kata Amar. "Aku punya beberapa ide alat yang bisa kita buat!"
Dengan tekad yang membara, mereka mulai bekerja. Roxy menjelaskan cara kerja beberapa teknologi Bumi yang sederhana, dan Kat serta Amar segera terlibat, berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan ide-ide mereka.
Di bawah sinar bulan yang mulai memudar, mereka bekerja keras, berharap waktu masih berpihak pada mereka. Mereka tahu bahwa nasib Bumi dan masa depan persahabatan mereka tergantung pada kesepakatan yang berisiko ini. Dalam hati mereka, harapan akan kemenangan masih ada, meskipun tantangan
KAMU SEDANG MEMBACA
PETUALANGAN KAT : TENTANG ALIEN, SATURNUS DAN BUMI
Khoa học viễn tưởngKat, seorang anak lelaki berusia sepuluh tahun, menemukan Roxy, seorang alien dari planet Saturnus, di hutan dekat rumahnya. Mereka menjalin persahabatan dan mulai menjelajahi dunia bersama. Namun, Roxy mengungkapkan bahwa ia datang sebagai umpan un...