Nicolo dan Hyeon kini melangkah pelan di jalan yang sunyi, di bawah langit malam yang diterangi sinar lembut rembulan. Dalam benak Nicolo, masih tersisa rasa heran terhadap kemampuan Hyeon yang bisa mengetahui lokasi rumahnya, bahkan hingga letak jendela kamarnya. Namun, kebingungan itu perlahan memudar saat Hyeon, pemuda berkulit pucat dan berambut putih, dengan tenang menjelaskan bahwa alasannya datang adalah untuk membicarakan ciuman yang terjadi di ruang tes.
Dan begitulah akhirnya, Nicolo memberanikan diri menyelinap keluar dari rumah pamannya meskipun malam sudah larut. Tentu saja, ia melakukannya secara diam-diam-jika pamannya sampai tahu bahwa ia keluar di waktu seperti ini, kemarahan yang besar pasti tak terhindarkan.
Sambil terus melangkah, Hyeon akhirnya berbicara, membuka percakapan di antara mereka untuk memecah keheningan canggung. "Ciuman tadi siang, di luar ekspektasiku. Itu semacam refleks yang entah datangnya dari mana, ngebuat aku jadi pengen cium kamu. Tapi aku sadar, perbuatanku salah, itu sama aja aku ngelecehin kamu. Aku minta maaf."
Nicolo menghela napas pelan, lalu melirik ke samping, memperhatikan ekspresi Hyeon yang tampak sungguh-sungguh menyesali tindakan 'nakal'-nya tadi siang.
"'Ngapain kamu minta maaf?" Akhirnya, Nicolo pun angkat bicara. Suaranya terdengar penuh keheranan, seolah-olah ia tak mengerti kenapa Hyeon tiba-tiba berkata seperti itu. "itu cuma ciuman doang, bukan kayak kamu merkosa aku."
Hyeon menoleh ke samping, tepat ke arah Nicolo yang berjalan di sebelah kirinya, dan terlihat jelas keterkejutan di wajahnya. "Tapi ciuman juga termasuk pelecehan, Nicolo."
"Iya aku tahu kok, tapi kan aku juga ngebales ciuman kamu," Nicolo mengucapkannya sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya, wajahnya sengaja dipalingkan ke arah lain, tak ingin Hyeon melihat pipinya yang memerah malu. "jadi itu bukan pelecehan, soalnya suka sama suka, kan."
Hyeon langsung terdiam, tetapi perlahan, senyuman tipis mulai mengembang di bibirnya.
Menghirup udara malam yang dingin, Nicolo dan Hyeon kini duduk di atas bebatuan besar di tepi sungai. Meski suasana sekitar cukup gelap, namun tidak sepenuhnya pekat. Cahaya terang bulan setidaknya memberi mereka cukup penerangan untuk saling memandang wajah.
Sambil melemparkan kerikil-kerikil kecil ke dalam sungai, Nicolo mulai berkata, "Boleh aku tanya sesuatu?"
Hyeon tersentak, tetapi segera memberikan jawabannya, "Boleh."
Memandang wajah Hyeon dengan intens, Nicolo langsung melontarkan sebuah pertanyaan kepada pemuda berambut putih yang pucat itu, pertanyaan yang selama ini menggelisahkan pikirannya. "Kamu tinggal sama siapa?"
Mendapati bahwa Nicolo ingin tahu lebih banyak tentang detail kehidupannya, ekspresi wajah Hyeon pun menjadi ceria. Senyum mengembang di bibirnya, mungkin karena dia merasa senang orang yang dicintainya mulai menunjukkan ketertarikan pada dunianya.
"Sendirian," Hyeon menjawab dengan senyuman tipis yang tertuju pada Nicolo yang duduk di hadapannya. "aku tinggal sendirian, Nicolo."
Nicolo terbelalak, terkejut mendengar bahwa pemuda pucat berambut putih di depannya ternyata tinggal sendirian di kediamannya, tanpa seorang pun yang menemaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
999 (BxB)
RomancePagar pembatas antara murid unggulan, murid buangan, dan murid bermasalah semakin merenggang. Nicolo dan Hyeon, dua murid lelaki yang dimabuk cinta, ingin hubungan mereka bukan sebatas ekspresi kasih sayang semata, tapi juga sebagai aksi kerja sama...