Zayyan menghela nafasnya sebelum membuka pintu ruangan Papa, dirinya menyiapkan mentalnya untuk mendapatkan siksaan dari sang Papa. Tangannya mulai meraih pegangan pintu dalam hitungan detik pintu terbuka dengan sang Papa menyambutnya, masih banyak bekas darah yang memang tidak di bersihkan.
"Tahu alasannya?" tanya Bima yang di balas anggukan kecil oleh Zayyan.
"Papa boleh siksa Zayyan tapi tolong jangan sentuh Gilang." katanya.
"Saya terpaksa melakukannya karena dia mulai membantah ucapan saya." Bima melepaskan sabuk celananya, Zayyan yang melihat hanya diam banyak ketakutan yang dirinya pendam bahkan mentalnya sudah tidak sekuat dulu. Satu cambukan dari sabuk itu mengenai punggung kokohnya dirinya menahan semua rasa sakit dari setiap cambukan yang dirinya dapatkan.
Tubuhnya ambruk, kakinya sudah tidak kuat untuk menompang tubuhnya lagi. Bima yang melihat itu semakin marah, Ia mengambil pisau yang ada di atas mejanya, menarik Zayyan yang masih kesakitan.
"Pa, jangan Pa. Zayyan mohon."
"Ini akibat anak yang tidak pernah menurut! saya sudah melarang kamu untuk datang ke makam istri saya." satu sayatan di berikan di lengan lelaki itu.
"Sakit Pa, Zayyan cuma kangen sama Mama." Bima yang mendengar itu hanya terus memberikan sayatan demi sayatan di lengan Zayyan. Semakin dirinya mengeluarkan suara semakin banyak luka yang dirinya dapatkan.
Darah sudah berceceran di mana mana, kata permohonan, berhenti, sakit sudah banyak Zayyan keluarkan, namun tidak di perdulikan oleh Bima.
"Pa, dimana sosok Papa yang selalu jadi pahlawan Zayyan? dimana sosok yang tidak mau melihat Zayyan terluka sedikitpun Pa? semudah itu Papa lupain kenangan kita bertiga Pa? Semenjak Gilang datang, keluarga kita gak harmonis Pa. Zayyan kehilangan Mama, bahkan Zayyan juga kehilangan sosok Papa.." ujarnya. Zayyan menatap punggung lelaki yang membelakanginya membersihkan sedikit noda yang ada di jas nya.
"KAMU YANG MEMBUAT ISTRI SAYA MENINGGAL!"
Zayyan mulai menutup kedua telinganya, dia benar benar takut sekarang.
"Kamu yang membuat keluarga saya hancur,"
"Kamu anak pembawa sial!"
"Kamu harusnya tidak pernah lahir kedunia ini!"
"PA STOP!" Suara Zayyan terdengar bergetar hebat, dirinya masih menutupi telinganya. Tubuhnya bergetar hebat.
"Zayyan gak pernah mau terlahir Pa, Zayyan juga gak pernah mau Mama meninggal, Papa selalu menyalahkan Zayyan atas kematian Mama, Zayyan juga hampir mati tinggal disini," Lirihnya, Zayyan menangis tanpa suara, dada nya terasa sesak bagaikan di tusuk beribu jarum tajam. Bima terdiam dirinya mendengar semua rasa sakit yang Zayyan rasakan. Ada rasa sakit di hatinya karena Zayyan mengatakan hal itu, tapi rasa bencinya mengalahkan rasa sakit itu.
"Keluar,"
"Apa Papa gak kangen keluarga kita yang dulu? kita bisa bikin keluarga cemara itu kembali pa,"
"Saya bilang keluar!" satu cambukan mengenai tubuh Zayyan, wajahnya ia tutupi dengan tangan. Sakit rasanya.
"Keluar atau mati?" Zayyan tersenyuk getir mendengar sebuah pilihan yang di berikan oleh Bima.
"Kalau Zayyan pergi, gak ada jaminan setelah ini Papa ga akan nyiksa Zayyan lagi kan? jadi lebih baik mati, Saya bisa menyusul Mama." Kata Zayyan. Bima semakin marah karena Zayyan tidak mau pergi.
Zayyan memejamkan matanya saat ia melihat Bima mengangkat pisau yang ia bawa dan mengarahkannya pada perut Zayyan. Namun, semuanya tidak seperti apa yang Zayyan pikirkan Bima justru membuang pisau itu ke sembarang arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELF HEALING || Zayyan Xodiac
Ficción GeneralBELUM DI REVISI ⚠️ TYPO BERTEBARAN. Hidup gue kayanya tentang lelucon sampai-sampai semesta berulang kali menaruh semua yang ia ingin lihat dari ku. warning! cerita ini tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan real life mereka ( para tokoh ), hany...