20. Sementara atau selamanya?

165 21 12
                                    

Sebulan berlalu, Gilang mulai memasuki sekolah karena Zayyan yang tak kunjung sadar. Semuanya seperti berubah semenjak remaja itu koma, Senja dan Mutiara menjadi renggangu dan berbicara secukupnya saja. Gilang dan Bima menjadi seperti orang asing yang tidak pernah bicara, sekalinya berbicara mereka akan bertengkar dan berakhir Gilang yang akan di siksa sama seperti Zayyan dulu.

"Jadi gini rasanya jadi lo Zay? di siksa setiap ngebela diri, belum lagi kalau lo ngebela gue." lirih Gilang menatapi wajah tenang Zayyan di hadapannya.

"Setelah bangun lo bakal tinggal sama ayah kandung lo Zay, nanti gue di rumah sama siapa? gue gak sekuat lo ngehadapin siksaan Papa."

"Sakit banget Zay. Gue mikir, lo ko bisa sekuat ini? gue aja rasanya pengen nyerah waktu Papa nyiksa gue."

"Papa ngelampiasin semuanya ke gue gak si? soalnya lo gak ada."

Mara mendekati Gilang, wanita itu mendengar semua keluh kesah Gilang di ambang pintu sana. Bima seperti orang yang sudah kehilangan akal, ia menyakiti anak kandungnya sendiri.

"Gilang, sini yang luka. Biar tante obatin dulu." kata Mara yang memang selalu siap sedia membawa antiseptic kemanapun. Gilang mengangguk, bohong kalau ia tidak merindukan sang Mama, tapi setiap melihat Mara rasa rindunya seperti perlahan terbayarkan.

Mara dengan teliti dan perlahan mengobati setiap luka yang ada di tangan serta tubuh Gilang, sebelum suara pintu kamar di buka membuat mereka berdua menoleh melihat siapa yang datang.

"Tante Mara, Gilang. I'm back!" seru Johan, Gilang memutar bola matanya malas, kalau sudah seperti ini ia pasti harus mengalah demi Johan. Ya walaupun Gilang bukan anak kandung Mara tapi rasanya kalau Mara memberikan teman-temannya perhatian dan kasih sayang membuatnya cemburu.

Mara tersenyum melihat kedatangan ketujuh remaja itu, Mereka untuk ketiga kalinya menjenguk Zayyan yang masih setia memejamkan matanya.

"Gimana perkembangan Zayyan tante?" tanya Andra seraya menyalimi punggung tangan wanita itu.

"Kata dokter, Zayyan lebih baik dari sebelumnya." jawab Mara membuat mereka semua mengangguk paham. Arta dengan perlahan memeluk tubuh Gilang membuat remaja itu mendecak sebal.

"Lo gak kangen Zayyan?" tanya Arta.

"Kangen lah goblok." sarkas Gilang, bagaimana Arta bisa menanyakan hal seperti itu? Gilang dan Zayyan ini adik kakak, pasti Gilang merasa rindu dengan sosok abang yang selalu melindunginya.

"Oiya ada yang gue mau ngomongin deh." ucap Arta mengalihkan pembicaraan. Ia memberikan kode untuk tidak berbicara di hadapan Mara. Mereka mengerti, dengan sopan meminta izin untuk keluar dari ruangan Zayyan dan membicarakan hal penting. Di luar ruangan, kedelapan remaja itu melingkar, wajahnya tampak serius membuat Arta menjadi tegang.

"Buset, ga usah serius serius amat napa!" kesal Arta. Bagaimana dirinya tidak kesal? ia di tatap oleh teman temannya seperti seseorang yang telah melakukan hal kriminal saja.

"Yaudah iya iya." balas Mahes, Arta bingung ingin memulai pembicaraannya dari mana sekarang.

"Kemaren malam, gue liat Om Bima ke pantai."

"terus?"

"Gue gak sengaja liat dia nangis, kaya lagi nyeselin perbuatan gitu, cuma gak tau apa." ucap Arta. Semuanya menatap satu sama lain, apakah Bima menyesali akan perbuatannya selama ini?

"Om Bima nyesel ga si udah bikin Zayyan kaya gini?" kata Johan memberikan pendapat.

"Bisa jadi," setuju Arta.

"Kalau dia nyeselin hal itu, harusnya dia gak ngelakuin hal yang sama ke Gilang. Mikir dikit." kata Aksa, Andra dan Mahes mengangguk karena perkataan Aksa itu masuk akal juga.

SELF HEALING || Zayyan Xodiac Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang