#1 TELL THE PRINCE

714 48 1
                                    

Di ruang kerja kerajaan, seseorang membaca bukunya dengan damai dan tenang. Satu tangan yang menumpu pelipis dan satu tangan yang siap membolak-balikkan halaman. Suasananya hangat.

Jika dilihat secara keseluruhan, ruangan ini hampir mirip dengan perpustakaan karena banyaknya rak-rak yang terisi oleh buku di dua sisi dekat tembok. Namun buku-buku itu bukanlah sebuah buku bacaan. Melainkan, rekapan kerajaan Mernala sekaligus catatan kejadian tentang perang dan semacamnya.

Buku di tangannya tersisa dua halaman lagi dan pengawal di depan pintu tiba-tiba saja berseru. Mengatakan bahwa raja akan segera memasuki ruang kerjanya.

Lantas ia membenarkan posisi duduknya sembari menyelipkan kertas persegi panjang kecil sebagai pembatas buku. Lalu menutupnya.

"Pangeran," sapa sang raja.

Yang disebut pangeran lantas berdiri menghadap sang raja atau sang ayahanda. Ia pun membungkuk sopan tanpa menyatukan kedua tangannya. (Seseorang yang related to their blood tidak harus memberikan sapaan yang formal.)

"Hari ini kau resmi berumur 20 tahun dan kau masih setia membaca buku itu?" Raja melirik pada buku dengan judul 'Keindahan Laut Aghas' yang tidak pernah tidak ada bayangannya di ruang kerja milik sang pangeran.

Bahkan saat umurnya empat tahun--tepat ketika pangeran sudah pandai sekali membaca--buku itu akan selalu berada di sisinya. Baik di ruang tidurnya maupun ruang belajarnya.

Buku itu adalah buku peninggalan dari sang ibunda dan memang sengaja raja berikan kepada pangeran sesuai amanah dari sang istri. Karena anak mereka wajib tahu tentang fakta kelam akibat kecerobohan mereka berdua di masa lalu.

Saat kecil pangeran hanya bisa membaca sambil membayangkan. Isi buku tersebut seperti sebuah karangan belaka yang tidak berdasar. Atau hanya sebuah imajinasi dari sang penulis itu sendiri.

Namun saat ini, pangeran mengerti kalau keindahan laut Aghas itu nyata. Setidaknya ada sebelum ia dilahirkan.

"Laut di bagian selatan yang kerap dipanggil laut Hitam adalah laut Aghas." Beritahu sang raja.

Pangeran memberikan tatapan yang bingung. Bagaimana bisa?

"Hitam adalah kelam. Segala perbuatan buruk yang dilakukan orang-orang di dalam buku itu adalah perbuatan orang-orang kami sendiri." Sang raja akhirnya menjelaskannya pada pangeran. Sesuai keinginan istrinya juga yang ingin anak mereka diberitahu tentang semua yang telah terjadi.

"Beritahu pangeran Draco saat umurnya sudah matang."

"Kau pasti mengerti." Lanjut ayahanda.

Pangeran menunduk. Lantai berwarna keemasan di bawah kakinya ditatap nyalang.

Jadi.. orang-orang yang menyakiti bangsa duyung adalah orang-orang kerajaan Mernala?!

"Kecerobohan yang dilakukan oleh ayahanda dan ibundamu adalah memperkenalkan mereka pada rakyat Mernala. Terlebih soal air mata mereka yang bisa berubah menjadi mutiara dan sisik tubuh mereka yang memiliki unsur emas dan berlian. Kami tidak mengira bahwa keramahan mereka di awal hanyalah akting belaka. Beberapa hari setelah mereka akrab dengan duyung, mereka semua mulai serakah dengan apa yang duyung miliki. Lalu tanpa kami sadari, mereka diam-diam mulai mengambil satu-persatu duyung ke daratan dan memaksa mereka untuk memberikan mutiara sebanyak apapun. Mengurung mereka dengan kapsul yang dibuat oleh salah satu dari pengrajin handal mereka untung memerangkap duyung di dalam rumah. Lalu menyakiti mereka dengan apapun agar mereka menangis. Agar mereka menghasilkan mutiara. Kejadian itu terjadi saat ayahanda disibukkan oleh tugas kerajaan, lalu ibundamu yang siap untuk melahirkan. Maka, saat kami ingin kembali ke lautan, semuanya telah hancur. Kami sadar kami terlambat. Di sana sudah ada banyak sekali senjata dan darah biru yang berceceran di atas pasir. Lalu benda-benda terapung yang mengotori lautan. Itu semua membuat kami syok dan panik. Ibundamu bahkan langsung meletakkan dirimu secara sembarangan dan meloncat ke laut dengan kondisinya yang baru saja stabil sejak melahirkan. Namun beberapa saat kemudian, ia kembali ke permukaan dengan penuh penyesalan."

Ekspresi di wajah pangeran terlihat buruk. Rahangnya mengeras seiring mendengar penjelasan dari sang raja.

"Alhasil kami kembali ke kerajaan dan mulai menginvestigasi apa yang terjadi di laut aghas. Setelah itu memerintahkan prajurit kerajaan untuk menangkap mereka yang memiliki kapsul di dalam rumah mereka. Sekaligus menangkap si pembuat kapsul. Kami membunuh mereka sekaligus di depan gerbang kerajaan. Yang mana kematian mereka dipertontonkan oleh ratusan rakyat yang datang."

"Kapsul?"

"Kami menghancurkan semuanya. Namun menyisakan satu di gudang sebagai perenungan diri terhadap mayat-mayat duyung yang telah tiada. Kemudian.. ibundamu juga ikut tiada tanpa sepengatahuan ayahanda dengan memutuskan untuk bunuh diri sebagai bentuk penebusan dosa." Suara sang raja mulai bergetar. "Ayahanda ingin melakukan penebusan dosa juga seperti yang sudah dilakukan oleh ibundamu. Namun beberapa surat yang ditinggalkan olehnya berisi tentang larangan bagi ayah untuk melakukan hal yang sama sebelum ayah mengabulkan permintaannya."

"Permintaan apa?" Pangeran bertanya.

"Pertama, ayahanda harus tetap hidup untuk memimpin kerajaan sampai kamu layak menjadi raja selanjutnya. Kedua, harus melakukan peringatan hari kematian bangsa duyung. Ketiga, memintamu untuk menjaga keturunan terakhir mereka dengan seluruh hidup dan nyawamu, pangeran."

"Keturunan terakhir?? Apakah masih ada???" Pangeran mengangkat kepalanya. Secercah harapan seolah muncul.

Sang raja memberikan anggukan kepala. Menatap tegas sang pangeran. "Ada, dan inilah hal penting yang mau ayah sampaikan padamu."

"Lalu di mana keturunan terakhir itu berada???" Tanya pangeran tidak sabaran.

"Masih di sekitaran laut Aghas. Namun letaknya nyaris tidak terlihat. Itu adalah sebuah goa yang pintu masuknya mirip dengan tembok bebatuan yang tertutupi rindangnya tumbuhan benalu."

"Aku akan mencarinya."

Sang raja tersenyum, "temuilah dia di sana. Sampaikan permintaan maaf ayahanda padanya. Ayah tidak bisa menemuinya selama dua puluh tahun ini karena ayah masih ingin menghukum diri ayah sendiri. Tolong sampaikan itu, pangeran."

Pangeran mengangguk mengerti. Lantas ia pamit dan pergi ke tempat yang dituju seorang diri. Ini pertama kalinya ia meninggalkan buku kesukaannya tanpa harus merasa khawatir.

'Aku pasti akan menemukannya.'

[ ••• ]

by hyakudrarry, 2024.

The Last Descendants - DRARRY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang