Harry meletakkan lengannya di tepi kolam, menatap wajah pangeran. "Aku tidak melihat wajahnya dengan jelas karena manusia itu memakai topeng. Tetapi aku yakin aku telah melukai kedua lututnya dengan membalikkan panah yang ia berikan padaku. Ku rasa lukanya akan dalam dan tidak akan membaik dengan cepat." Jelas Harry. Suaranya bergetar ketika mengatakan kalimat terakhirnya. "Pangeran.. aku melukainya.."
Pangeran sentuh punggung tangan Harry dan mengatakan, "tidak apa-apa. Manusia jahat seperti itu memang pantas mendapatkan balasannya."
Tidak. Sejahat apapun manusia, mereka tetaplah teman yang selalu menemani evolusi duyung sejak lama.
Belum lagi bagi kami, seorang duyung, kami harus tetap memiliki hati nurani yang murni.
Tidak boleh membalas hal yang buruk dengan buruk juga. Tidak boleh mendendam.
Namun, yang telah terjadi adalah total kesalahannya karena tidak bisa mengendalikan amarah. Ia patut dimarahi.
"Harry, aku tahu kau merasa tidak nyaman untuk tinggal di istana, tapi cobalah untuk menahannya. Apakah kau bisa melakukannya untukku? Karena hanya di istanalah aku bisa mengawasi dan menjagamu. Kau adalah satu-satunya duyung yang tersisa. Aku tidak boleh kehilanganmu atau ketika mati nanti ibunda tidak akan sudi untuk sekedar menatap wajahku."
"Narci bukanlah orang yang jahat." Tungkas Harry. "Tetapi jika pangeran berkata seperti itu, maka sekali lagi aku akan mencoba untuk mempercayai omongan manusia."
"Terima kasih, Harry." Senyuman manis pangeran memancing Harry untuk ikut tersenyum.
"Pangeran adalah pasangan yang baik."
Terkekeh, pangeran pun bertanya, "bagaimana bisa kau menyimpulkan bahwa aku adalah pasangan yang baik?"
Harry menyentuh air di dalam kolam. Menepuknya sampai airnya terciprat ke wajah pangeran. "Karena pangeran memberikan tempat nyaman ini untukku dan bukan sebuah kapsul besar."
Kapsul besar...
Harry, bagaimana cara untuk menebus seluruh dosa yang telah keluargaku lakukan padamu? Itu sangat banyak...
Pangeran beranjak berdiri. Pergi ke lemari pakaiannya yang besar dan mulai mengganti pakaian.
Harry berpaling sebentar namun merasa kesulitan sehingga pandangannya kembali pada tubuh pangeran yang sudah pernah ia lihat dan sentuh itu. Di belakang punggung masih ada bekas cakaran tangannya.
Ah, memalukan...
"Aku mau menghadiri rapat bersama anggota kerajaan lainnya di halaman belakang rumah. Ini hanya sebentar, jadi ku mohon kau tetaplah di dalam ruangan ini dan tidak pergi kemana-mana. Walaupun aku merasa istana adalah tempat yang paling aman untukmu, tetapi aku tidak bisa memastikan kalau semua manusia yang ada disini baik. Apa kau mengerti?" Pangeran mulai memakai blazer biru dongker, dilengkapi aksesoris yang sudah bertengger di bagian pundak, dada dan pinggangnya.
Jujur saja Harry cukup terpukau ketika melihat pangeran. Manusia itu benar-benar terlihat sangat berwibawa dan menawan. Sempurna sekali. Lantas ia pun mengangguk patuh. "Aku akan istirahat selagi menunggumu. Lagipula aku tidak bisa pergi kemana-mana tanpa kaki dan juga dengan siripku yang terluka ini."
"Kalau begitu istirahatlah, Harry. Aku akan kembali." Ucap pangeran. Lalu pintu kamar yang besar itu tertutup dan sepertinya dikunci dari luar.
Harry bernapas lega. Setidaknya, ia sedikit merasa aman karena di istana ini ada pangeran yang siap melindunginya. Perlahan-lahan mata mulai ia pejamkan dan menenggelamkan seluruh wajahnya di dalam air.
[ ••• ]
Rapat bersama anggota kerajaan lainnya telah selesai. Kini, di dekat air mancur, pangeran tengah menemani seorang putri dari kerajaan Utara. Berdiri bersisian sembari memandangi bunga-bunga yang mekar. Tentu hanya sebagai bentuk kesopanan.
"Tolong maafkan aku karena sudah menolak lamaran dari tuan putri." Pangeran menundukkan kepalanya sekilas. "Seperti yang aku katakan di dalam surat, aku sudah memiliki seseorang yang kelak akan menjadi pasanganku nanti."
Tuan putri itu tersenyum tipis, nyaris tidak terlihat. "Tidak apa-apa pangeran. Lagipula aku masih bisa mencari pangeran lainnya yang jauh lebih unggul darimu, bukan?" Ujar sang putri. Mencoba bercanda pada pangeran.
Pangeran mengangguk sekali dengan sopan. "Terima kasih, tuan putri. Kau memang berhak mendapatkan yang lebih baik dariku. Dengan begitu keuntungan aliansi yang akan didapatkan sepadan untuk kemajuan kerajaanmu."
"Tentu saja."
Mereka berdua bertatapan kemudian tertawa bersama.
Sejenak hening yang nyaman sebelum tuan putri menghela napas. "Mengatakan soal ini memang mudah, namun aku tidak yakin kedua orang tua kita akan membiarkan kita begitu saja."
Pangeran ikut berpikir. Sebenarnya tidak ada masalah dengan ayahandanya. Raja pernah bilang kalau beliau tidak akan keberatan dengan siapapun yang akan ia pilih untuk dinikahkan nanti. Hanya saja, ratu dan raja dari kerajaan Utara memiliki keinginan yang kuat sehingga mungkin akan sulit untuk melepaskan perjodohan mereka.
"Aku akan mencoba berbicara pada mereka, pangeran. Kau jangan khawatir." Ucap tuan putri sembari tersenyum.
Putri dari kerajaan Utara ini memiliki senyuman seindah mawar yang seolah-olah tengah bermekaran di ladang. Menarik dan cantik.
Bahkan pangeran mengakui kalau ia cukup terpesona dengan senyuman tersebut.
"Terima kasih, tuan putri."
"Sama-sama." Tuan putri memetik satu bunga di hadapannya. "Omong-omong, bisakah kita di sini lebih lama? Atau mungkin, bisakah kau mengajakku berkeliling di sekitaran istanamu? Jika kau tidak keberatan."
"Aku tidak mungkin keberatan, tuan putri. Mari, aku akan menunjukkan beberapa tempat menarik kepadamu." Pangeran berjalan lebih dulu. Langkahnya anggun, tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat. Sehingga tuan putri merasa nyaman dan merasa bahwa pangeran menyesuaikan langkahnya dengan langkah kaki dirinya yang kecil. Tanpa disadari bibir tipis itu mengulas senyum.
Aku menyukai pangeran..
[ ••• ]
2024, hyakudrarry.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Descendants - DRARRY
Fantasyonly harry who's falling in love here. tags: dmhp. m-preg. merman. (on going) --- by hyakudrarry 2024.