Makhluk itu berdecak. Ia tidak bisa menggapai tamu yang tidak diundang itu karena ia tidak bisa memanjat. Selain itu juga bangsa mereka telah melarang mereka untuk naik ke daratan karena suatu hal. Jadi, yang bisa ia lakukan hanyalah meletakkan tangannya di tepi bebatuan, menatap tanpa berkedip.
Dalam hati ingin mencabik-cabik makhluk yang sangat berlawanan darinya itu. Rasanya ingin memajang tulangnya di galeri bawah dan mempersembahkannya pada saudara-saudaranya yang telah mati.
"Dasar makhluk biadab! Tidak tahu berterima kasih!" Umpatan kasar menggema di dalam goa.
Pangeran tersentak. Suara tadi halus, bahkan umpatannya tidak terdengar kasar sama sekali. Terlebih lagi ia takjub karena ternyata bahasa komunikasi mereka sama. Sesuai yang dijelaskan di dalam buku pula.
"Kau.. apa kau benar-benar seorang duyung?" Cicit pangeran ragu-ragu. Mengabaikan kalimat hinaan barusan. Punggung mulai ia tegapkan. Duduk dengan satu lutut yang terangkat.
Duyung itu memutar kedua manik birunya. Diam-diam mengambil batu karang yang menempel di dinding. Melemparkannya kuat-kuat ke arah makhluk berpakaian putih itu.
Splash. Ctak!
Beruntung refleks pangeran cepat. Ia memiringkan tubuhnya dan membelalakkan matanya pada batu karang berukuran lumayan besar yang sekarang bertabrakan dengan dinding goa. Menghasilkan suara gema yang besar.
"Tenanglah, kumohon..." Pangeran mengangkat satu tangan. Menunjukkan telapak tangan itu pada sang duyung.
"BAGAIMANA BISA?! KALIAN SEMUA SUDAH MEMBANTAI KELUARGA DAN SAUDARA-SAUDARAKU! BAGAIMANA BISA AKU TENANG SEKARANG?!" Nada bicaranya naik satu oktaf. Lebih lantang dan nyaring. Sorot matanya sekarang membara. Penuh amarah dan kekesalan yang mendalam.
"AKU TAHU.. TAPI alasan aku datang ke sini menemuimu adalah untuk meminta maaf padamu. Meminta maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan oleh ratu dan raja pada keluargamu, pada saudara-saudaramu." Pangeran berdiri hati-hati. Ia merapihkan doublet miliknya, menariknya ke bawah. Lalu menepuk-nepuk ringan bagian belakang hosenya. Sedangkan sarung tangan yang basah itu ia lepas. Menaruhnya di saku doublet.
Sang duyung tidak lepas memperhatikan si manusia. Ia juga sama waspadanya.
"Ratu dan Raja?"
Pangeran mengangguk sopan. "Dia adalah His Imperial Highness Lucius Louis Malfoy dan Her imperial Highness Narcissa Louis Malfoy."
"Oh.. teman." Celetuk sang duyung. Amarahnya mereda seketika. "Apakah kau teman manusianya Narci?"
Pangeran terkekeh kecil saat menyadari bahwa duyung itu mulai merilekskan diri. Jadi, ia melakukan hal yang sama. "Aku adalah putranya. Putra dari Queen Narcissa, pangeran Draco Louis Malfoy. Keturunan kerajaan Mernala."
"Oh.. Draco." Duyung itu berkedip sekali. "Tunggu sebentar, aku harus bernapas."
Alis pangeran terangkat. Duyung itu menenggelamkan diri. Kembali ke permukaan bawah air untuk beberapa saat sebelum kepalanya terlihat menyembul kembali.
"Mendekatlah." Pinta duyung itu dengan gestur tangan. Melambai-lambai ringan. Ada percikan air yang keluar karenanya.
Pangeran tertegun. Merasa ragu untuk mendekati si duyung.
"Jangan takut. Aku tidak akan menyakiti anak dari temanku sendiri." Ucapnya seakan tahu kalau manusia itu merasa takut untuk mendekatinya. Padahal kan seharusnya sebaliknya, ya?
Sudah biasa mengikuti perang, harusnya pangeran tidak perlu takut untuk sekedar berhadapan dengan makhluk yang bahkan tidak bisa naik ke daratan itu.
Bisa apa dia kecuali hanya bisa melempar karang kepadanya?
Begitu tiba di depan si duyung, pangeran menekuk kedua lututnya. Mengambil postur berjongkok. Kepalanya sedikit menunduk untuk melihat makhluk yang menurutnya sangat indah itu dengan lebih berani.
Benar saja. Rambut cokelat kemerahan, manik biru, sirip kecil berwarna indah dengan perpaduan warna merah muda, biru dan hijau yang berkilauan di bahu dan lehernya, wajah pucat dengan bulu mata sepanjang 2 centimeter. Semua ciri-ciri tersebut sama persis dengan apa yang telah digambarkan di dalam buku.
Luar biasa indah jika dipandang dari jarak sedekat ini.
"Aku ingin memberikanmu ini," si duyung mengeluarkan sesuatu dari tangannya. Meletakkan beberapa benda-benda yang pangeran tahu sebagai objek bawah laut. Atau mungkin hiasan dari sebagian besar furniture yang ada kerajaaan? Hal yang paling mudah ditemui dan sangat familiar baginya.
"Mutiara?" Gumam pangeran. Ia pun mengambil satu persatu benda tersebut dan meletakkannya di atas telapak tangan.
"Ya. Apakah kau menyukainya?"
Pangeran terdiam sejenak, setelahnya memberikan anggukan kepala. "Tentu saja. Aku akan sangat berterima kasih atas kebaikanmu, duy— huh? bagaimana aku harus memanggilmu? Bisakah kau memberitahuku namamu?"
"Harry. Namaku Harry Potter Syquella."
"Nama yang indah." Puji pangeran tulus.
"Terima kasih," duyung itu menjawab. "Namamu juga bagus, pangeran."
"Terima kasih juga, Harry. Queen Narcissa yang memberiku nama ini."
Duyung itu tersenyum. Senyumannya sangat manis. Mampu membuat pangeran terpana.
"Kau salah. Akulah yang telah memberikan nama itu kepadamu, pangeran."
Pangeran menaikkan satu alisnya. Ia jelas-jelas terkejut. "Apakah kau serius???"
[ ••• ]
by hyakudrarry, 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Descendants - DRARRY
Fantasyonly harry who's falling in love here. tags: dmhp. m-preg. merman. (on going) --- by hyakudrarry 2024.