Pukul 14.12 KST.
Sekolah telah usai dua belas menit yang lalu. Kini, seorang lelaki dengan name tag Kim Doyoung; tengah melangkah keluar dari gedung sekolah.
Wajah nya datar, ia menatap sekitar dengan sleepy eyes nya, dan dengan tws berwarna hitam melekat di kedua lubang telinga nya.
Kaki jenjangnya menelusuri trotoar, kepalanya terangkat menatap langit yang mungkin sebentar lagi akan turun hujan karena mendung.
Langkah kakinya semakin cepat, dia tidak mau kehujanan. Menurut nya itu sangat menyebalkan. Karena tubuh nya akan basah kuyup.
Setelah beberapa menit berjalan akhirnya Doyoung sampai di depan gedung apartemen nya. Dia pun masuk, menaiki lift dan memencet angka enam; tempat dimana apartemen nya berada.
Ting!
Doyoung keluar setelah lift sampai di lantai enam, dia pun berjalan di koridor menuju apartemen nya.
Kakinya berhenti, menekan tombol sandi dan membuka pintu coklat tua dengan nomor 120 yang terlihat jelas disana.
Pintu tertutup, helaan nafas berat terdengar. Tas yang sedari tadi melekat di punggung nya dia lempar ke arah sofa.
Mendudukkan dirinya disana. Karena gerah, dia pun melepas sepatu dan jas sekolah nya.
"Huftt... Melelahkan..." Tak lama setelahnya, dia pun tertidur.
•
Dia, Kim Doyoung, seorang siswa sekolah menengah atas di SMA Byeolbich kelas dua belas.
Beberapa Minggu yang lalu, sekolah sudah dimulai dengan biasa setelah kenaikan kelas dan setelah menjalani MPLS.
Dia tinggal seorang diri di apartemen nya. Orang tua nya dimana? Apa dia anak rantau?
Pftt...
Jangan bahas soal orang tua di hadapan nya. Karena itu hanya akan membuat mood nya down dalam hitungan detik.
Satu tahun yang lalu, kedua orang tuanya bercerai. Yah karena perselingkuhan tentunya, orang tua Doyoung pun menikah karena perjodohan. Jadi kemungkinan besar tidak ada perasaan cinta di dalam hubungan mereka sampai kedua nya sama sama muak dan memilih jalan terakhir; bercerai.
Bercerai nya orang tua Doyoung bersamaan dengan meninggal nya Nenek Kim. Hal itu membuat hati Doyoung retak. Karena hanya Neneknya lah yang memberi kasih sayang yang layak padanya.
Karena Nenek Kim meninggal akibat serangan jantung, jadi Doyoung beranggapan bahwa kedua orang tuanya secara tidak langsung yang membunuh neneknya.
Hak asuh Doyoung sebenarnya jatuh pada sang ibu, namun Doyoung menolak untuk tinggal bersama.
Sang ibu pun nampak acuh. Dan menyetujui bahwa Doyoung akan tinggal seorang diri.
Sebagai pemberian terakhir.
Ibunya membelikan apartemen ini untuk nya.
Sementara sang ayah, mengirimkan uang ke rekening nya dan mengurus biaya biaya yang berkaitan dengan sekolah.
Karena setelah nya, mereka lost contacts.
Kedua orang tuanya bahagia dengan keluarga barunya. Dari jauh, Doyoung ikut bahagia karena tidak akan ada lagi keributan, teriakan atau benda pecah.
Keluarga nya sudah hancur, meninggal kan bekas sayatan dalam di hati Doyoung.
Hidup nya terasa kacau, belum lagi uang yang semakin hari semakin mengurang. Jadi dia berinisiatif untuk bekerja paruh waktu, dan mungkin sebuah keberuntungan karena dirinya di terima dan menerima shift malam.
Mungkin karena itu, Doyoung menjadi pria yang dingin, cuek, irit bicara serta pendiam. Jarang bersosialisasi atau berkomunikasi dengan orang lain. Dia bahkan tidak punya teman. Orang orang terkesan menjauhi nya. Namun Doyoung mana peduli soal hal itu, malahan dia bahagia karena tidak akan ada yang mengganggu nya.
Hidup nya sudah cukup rumit, jadi dia gak mau menimbulkan masalah baru dengan berkomunikasi sama orang lain.
Namun, bukan berarti dia seorang pria yang lemah. Dia bahkan bisa bela diri, dan mungkin skilnya melebihi para pembully yang main asal pukul pada korban bully nya.
Tidak ada yang spesial, setiap harinya terkesan biasa biasa saja. Tidak punya teman, tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain walau hanya sekedar basa basi, hingga membuat nya berteman erat dengan kesepian.
•
Pukul 15.26 KST.
Doyoung terbangun dari tidur nya, badannya terasa sakit karena baru sadar bahwa dirinya tidur di sofa.
Perut nya berbunyi. Doyoung memegang perut nya.
"Aahh... Aku lapar..." Katanya sambil menormalkan penglihatan nya.
Doyoung beranjak menuju dapur. Membuka pintu kecil yang didalam nya berisi beberapa jenis makanan. Matanya menatap malas, seperti nya dia harus membeli persediaan makanan.
Walau malas, dia masih saja tetap mengambil hoody + jaket tebal khusus cuaca dingin. Dan dia baru ingat bahwa dirinya belum mandi.
"Menyebalkan..." Geruntunya pelan.
Namun dia tetap melanjutkan langkahnya, menelusuri koridor dan memasuki lift.
Matanya melihat ke arah luar, ternyata hujan sudah reda. Dan mendung di langit masih terlihat.
Dia tidak punya mobil. Terpaksa harus jalan kaki dengan satu payung hitam di tangan kirinya. Lagipula jarak minimarket dengan apartemen itu ga jauh jauh amat kok, jadi bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Doyoung harus hemat karena mencari uang itu tidak mudah menurut nya. Dia saja mau membeli persediaan makanan karena baru saja gajian. Kalo belum gajian mah, makanan apa aja dia makan asalkan bikin kenyang :)
Ting ting!
Bel di minimarket berbunyi saat dia masuk. Dia meletakkan payung di dekat pintu dan mengambil keranjang. Kakinya pun mulai berjalan, melihat makanan apa saja yang akan dia beli.
Tentunya dia mandang harga. Walau makanan itu enak tapi mahal, dia tidak akan membeli nya. Dan kalau makanan itu ga enak namun harga nya murah, ga akan di beli juga sama Doyoung. Siapa juga mau makan makanan yang ga enak?
Jadi, Doyoung itu milih yang seimbang. Enak tapi murah, nah gitu.
Ingat Doyoung! Harus hemat, karena mencari uang itu tidak mudah! Batinnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
'✓ My Little Man [DoyRen]
Fanfic"Hari ku jauh terasa lebih indah karena mu, My Little Man..." [✓]