bab 21

0 0 0
                                    

Bab 21: Gelombang Harapan

Minggu-minggu setelah perjalanan mereka ke pantai telah menjadi waktu yang penuh makna bagi Alya dan Raka. Mereka menghabiskan lebih banyak waktu bersama, menjelajahi sudut-sudut kota, berbagi cerita, dan saling mendukung dalam setiap langkah. Alya merasakan hatinya semakin terisi oleh cinta dan harapan. Namun, kehidupan tidak pernah berhenti menguji mereka.

Suatu sore, ketika Alya sedang duduk di taman sambil membaca, ponselnya bergetar. Itu adalah pesan dari Raka.

Raka: "Alya, aku perlu bicara. Bisa kita ketemu?"

Jantung Alya berdegup cepat. Pesan Raka terdengar serius, dan perasaan cemas mulai menyelimuti pikirannya. Dia segera membalasnya, mengatur waktu untuk bertemu di kafe favorit mereka.

Ketika dia tiba di kafe, suasana terasa tegang. Raka sudah duduk di sudut, wajahnya terlihat serius. Alya menghampirinya, mencoba memberikan senyuman meski perasaannya campur aduk.

"Hey, Raka. Ada apa?" tanyanya, duduk di hadapannya.

Raka menghela napas, tampak ragu. "Alya, ada sesuatu yang harus aku katakan. Aku tidak ingin menyakiti perasaanmu, tetapi aku rasa kamu berhak tahu."

Alya merasa sedikit tertegun. "Apa yang terjadi? Kamu bisa bercerita padaku," dorongnya, berusaha menunjukkan dukungannya.

"Aku baru saja mendapat kabar bahwa ayahku jatuh sakit. Dia sudah lama tidak dalam keadaan baik, dan aku merasa sangat terbebani. Aku perlu kembali ke rumah untuk merawatnya," Raka menjelaskan, matanya menatap jauh, seolah berjuang dengan emosinya.

Alya merasakan hatinya tercekat. "Oh, Raka... Aku sangat menyesal mendengar itu. Kamu pasti merasa sangat khawatir," katanya lembut.

"Ya, aku merasa bersalah karena harus pergi saat semuanya baru saja mulai membaik antara kita," Raka mengakui, wajahnya penuh rasa bersalah.

"Tidak perlu merasa bersalah. Keluarga adalah yang terpenting. Aku akan mendukung keputusanmu," Alya menjawab, berusaha untuk kuat.

Raka mengangguk, tetapi Alya bisa melihat betapa beratnya beban yang dipikulnya. "Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin hubungan ini berakhir. Ini hanya... ini hanya sementara," lanjut Raka, suaranya bergetar.

Alya merasakan air mata menggenang di pelupuk matanya. "Aku mengerti, Raka. Kita akan melalui ini bersama. Berikan kabar padaku kapan saja, ya?" ujarnya, berusaha tersenyum meski hatinya terasa berat.

Mereka menghabiskan waktu yang tersisa di kafe dengan bercerita, mengenang momen-momen indah yang telah mereka lalui bersama. Raka mengingatkan Alya tentang perjalanan mereka ke pantai, saat matahari terbenam. "Kita pasti akan mengulangi momen itu, kan? Kita akan kembali ke pantai," katanya dengan senyuman, meskipun ada kepedihan di matanya.

Alya mengangguk, merasakan harapan di dalam hatinya. "Tentu, Raka. Kita akan kembali, dan kita akan menghadapinya bersama," balasnya.

Setelah beberapa jam berbincang, Raka akhirnya pamit. Alya merasa hatinya berat saat melihatnya pergi, tetapi dia tahu Raka harus pulang untuk keluarganya.

Setelah kepergian Raka, Alya kembali ke rutinitasnya, tetapi pikirannya selalu melayang kepada Raka dan keadaan keluarganya. Dia berusaha untuk tidak membiarkan kecemasan menguasai hidupnya, tetapi terkadang, ketidakpastian membuatnya merasa tertekan.

Hari-hari berlalu, dan Raka jarang menghubunginya. Meskipun Alya berusaha untuk bersikap sabar, hatinya mulai penuh dengan keraguan. Apakah Raka baik-baik saja? Apakah dia masih memikirkan Alya? Ketika malam tiba, dia sering merenungkan semua pertanyaan ini, merasa hampa dan kesepian.

Twilight whisperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang