9. Apel madu tapi pahit ke-5

15 9 3
                                    

Suara burung hantu terdengar dari atas pohon. Hawa dingin menusuk daging Hara yang kini duduk termenung di depan rumahnya. Dia termenung sambil menatap bintang-bintang yang melayang di atas hamparan hitam.  Sekarang ia menunggu jemputan dari Dion.

"Kok, hatiku nggak tenang ya?" Monolog Hara.

Bunyi pintu terbuka membangunkan lamunan Hara. "Nak?" panggil ibu.

Hara mengalihkan pandangannya yang tadi ke bintang pindah ke ibunya. Tatapannya yang sendu dan sedikit sembab membuat ibu khawatir.

"Nak, kamu tetap mau pergi malam-malam gini? Ibu khawatir," ucap ibu dengan suara yang lembut.

Hara tersentak, dia tidak pernah mendengarkan suara yang begitu lembut terdengar di telinganya. Ini pertama kalinya ia mendengar suara lembut ibu. Sangat menenangkan.

"Iya, aku mau pergi, jangan ibu larang aku pergi lagi." Sikap dingin Hara membuat ibu sedih. Hara melihat tatapan ibu yang sendu, merasa bersalah karena bersikap dingin dengan ibunya sendiri. Membuatnya tidak tenang.

"Iya, hati-hati, ya."

Hara memutar seluruh tubuhnya ke ibunya. Apa bener ini ibunya? Hara yang awalnya terfokus ke ibunya teralihkan saat terdengar suara klakson, sepertinya Dion sudah sampai.

Dion turun dari motornya dan berjalan ke arah dua wanita yang berstatus ibu dan anak itu.

"Malam Tante," sapa Dion ke ibu Hara.

"Malam Dion, kamu yang ajak Hara pergi?" tanya ibu.

"Iya Tan, boleh ya Dion ajak Hara ke pasar malam?" Dion meminta izin dengan sopan ke Ibu.

Ibu menatap Hara lalu kembali ke Dion. Ia mengangguk, "Jagain Hara ya, Tante nggak mau dia kenapa-napa."

Dion sedikit terkejut dengan jawaban Ibu. Tapi, dia senang dan penuh semangat berkata, "sip Tan, Dion baka Jagain Hara kok."

~~~

"Gua kaget, nyokap lo ngizinin," Celetuk Dion sambil menatap Hara yang melamun.

Dion melihat Hara melamun mendapatkan ide untuk membuatnya mungkin semangat. Ia berhenti di toko bunga sedangkan Hara lanjut jalan.

Hara terus berjalan tanpa sadar bahwa orang yang berjalan di sebelahnya sudah tidak ada. Ia terus berjalan sampai tidak memperhatikan lampu lalulintas yang kini bewarna merah untuk pejalan kaki. Di jalanan yang tak jauh dari lampu lalulintas sebuah mobil melaju kencang.

Dion yang baru saja selesai membeli bunga melihat Hara dan mobil yang melaju ke arahnya, ia berlari ke arah Hara. Tapi sayangnya, Hara dan mobil itu sudah beradu terlebih dahulu sebelum Dion sempat menyelamatkan Hara.

Darah yang berceceran di aspal dan seorang gadis di atas lumpur yang bewarna merah kini menatap laki-laki yang berdiri di trotoar dengan bunga yang di tangannya. Ia tersenyum sebelum matanya tertutup.

Bunga yang ditangan Dion terlepas di tangannya melihat gadis itu. Ia segera berlari ke arah gadis itu dan memeluknya dalam pelukannya. Air mata mengalir di pipinya melihat gadis yang ia sukai berlumuran darah.

Orang-orang mulai berkerumunan dan menelpon ambulance.

~~~

Ayah Hara menatap Dion dengan penuh amarah. Ledakan yang penuh Amarah di lontarkan ke Dion. Ibu yang duduk dengan penuh air mata dan ke khawatiran.

Dokter ke luar dari ruang operasi. Ayah yang melihat dokter tersebut memilih untuk mendekati dokter daripada meluapkan emosinya ke Dion.

"Dok, bagaimana dengan keadaan anak kami?" tanta Ibu dan Ayah mengharapkan jawaban yang baik dari dokter. Tapi sayangnya jawaban dokter tidak seperti bayangan Ibu dan Ayah.

Emosi kesedihan ibu terdengar di lorong rumah sakit yang sepi. Dion yang mendengar perkataan Dokter merasa bersalah karena dirinya Hara meninggalkan dunia.

"Seharusnya gua nggak biarin lo jalan sendirian," sesal Dion.

~~~

Dion yang kini berpakaian serba hitam menatap kuburan yang masih baru di depannya. Tangannya yang memegang sebuket bunga yang sudah rusak. Ia meletakkan bunga tersebut di atas kuburan yang memiliki nisan bernama Hara.

"Siapa sangka bunga pertama yang seharusnya gua berikan ke lo adalah suatu hal yang membahagiakan buat gua untuk lo. Tapi malah menjadi menyedihkan seperti ini."

"Bunga pertama yang gua sesali seumur hidup."

Setelah mengucapkan semua kata-kata yang ia ingin, sekarang berubah menjadi air mata yang berbicara.

End

PuranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang