12. Game ke-2

13 4 1
                                    

Matahari menimbulkan dirinya ke atas sehingga cahayanya masuk ke dalam rumah-rumah. Cahaya matahari juga masuk ke dalam kamar seorang anak perempuan yang bernama Zea.

Zea yang merasakan panas matahari menusuk matanya membuat dirinya terpaksa bangun. Ia melihat Ira yaitu ibunya sedang membuka jendela kamarnya.

"Zea, bangun, kamu ke museum kan? Hari ini study tour," ucap Ira.

"Iya bu, tapi sebentar lagiii, aku masih ngantuk." Zea merebahkan tubuhnya kembali ke kasur.

Ira yang melihat putri semata wayangnya yang pemalas itu terpaksa menarik paksa tangan Zea biar bangun. "Zea, kamu mau ikut study tour nggak? Kalau nggak ibu telpon wali kelas kamu." Ancaman Ira membuat Zea melesat turun dari ranjangnya ke kamar mandi.

"Hah, anak-anak zaman sekarang." Ira keluar dari kamar Zea setelah memastikan suara pancuran dari kamar mandi yang terdapat di dalam kamar Zea.

Ira yang sibuk memasak di dapur melihat putrinya turun dari lantai dua. "Semua barang udah siap?" tanya Ira memastikan semua barang yang perlu di bawa Ze terbawa semua.

"Siap bu, lagian kami cuma pergi ke museum trus pulang, museumnya juga dekat, nggak jauh-jauh amat." Zea mengambil roti yang sudah di sediakan Ira untuk dirinya.

"Kalau gitu Zea pergi dulu ya bu, aku sayang ibu, dadah." Zea melambaikan tangannya lalu meleset pergi ke luar. Mobil jemputan untuk Zea sudah ada di depan rumahnya sehingga dia harus berlari agar teman-temannya tidak menunggu.

"Huh, maaf guys." Baru saja masuh ke dalam bus, Zea sudah mendapatkan sambutan berupa tatapan tajam dari teman-temannya.

"Ih, kan inces ini harus bangun sedikit lebih lambat untuk menjaga kulit inces," ucap Zea sambil bertingkah alay. Zea memang anak terbilang ceria dan terbuka. Dia juga sebagai pelawak di kelasnya.

"Inces, inces, inces, inces dari parit lu," ucap salah satu teman kelasnya.

"Iya nih, Ze, gara-gara lo kita ketinggalan dari bus-bus lain," sambung yang lain.

"Hahaha inces parit." Suara tawa terdengar di dalam bus.

"Ih bener, kalau inces kan memang perlu perawatan yang lebih," lanjut anak yang lain. Sekarang semua teman-teman Zea yang ada di dalam bus mulai tertawa. Suasana menjadi lebih cerah ceria karena Zea.

Zea sama sekali tidak marah dirinya di ejek oleh teman-temannya, dia juga senang melihat senyuman dan tawa semua orang akibat ulahnya. Saat mencari tempat duduk, Zea melihat sahabat Ria yang duduk paling belakang. Ia melempar tas ke arah sebelah Ria yang membuat orang yang ada di sana terkejut.

"Tai lo Ze, kaget gua, tau nggak." Ria langsung ke mengetok kepala Zea dengan buku yang ada di tangannya saat Zea duduk di sebelahnya.

"Maaf, lagian lo masih pagi ngelamun sih."

"Iya nih, dari awal pergi perasaan gua udah nggak enak."

Kata-kata Ria berhasil membuat Zea diam. Dia tahu betul bahwa prasangka atau perasaan buruk Ria pasti memiliki makna. Karena dia sudah mengenal Ria sejak masih SD.

Waktu itu awal pertemuan Zea dan Ria. Ria yang merasakan sesuatu hal yang buruk mengatakan kepada Zea, tapi Zea malah tidak percaya dengan perasaan Ria. Sehingga perasaan buruk Ria bener-bener terjadi. Saat perjalanan pulang sekolah, Zea yang berlarian di trotoar membuat dirinya hampir saja ketabrak oleh truk. Walaupun tidak di tabrak oleh truk Zea malah mendapatkan musibah yang lain, yaitu motor yang rem nya blong hampir saja membuat nyawa Zea melayang ke atas. Dia tetap hidup karena cepat dibawa ke rumah sakit.

"Hmm, apa ini tentang gua lagi ya? Gimana kalau gua kena motor lagi?" ucap Zea bermaksud bercanda. Tapi, candaan Zea tidak di ubris oleh Ria.

"Gua bener-bener nggak nyaman Ze, gua takut." Tangan Ria yang gemetaran dan wajahnya yang sedikit pucat membuat Zea juga ikut khawatir.

"Tenang, kalau ada apa-apa sama lo gua siap jadi tameng lo." Zea menarik Ria ke dalam pelukannya. Mengelus lembut kepala Ria.

'Kok gua ikutan khawatir ya? Moga aja nggak ada terjadi apa-apa,' batin Zea.

*___*

PuranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang