Pertemuan Tak Terduga

51 23 2
                                    

Keesokan harinya, sinar matahari menyinari Semarang dengan hangat. Wina bangun lebih awal, dia langsung di suguhkan surat dan sarapan di nakas.

Wina.. aku survei tempat dulu, kamu bisa sarapan sama Annelish. Aku pulang agak siangan, enggak sampe sore

-Jerome

Wina meletakkan surat itu. Setelah memastikan Annelish masih tidur nyenyak, Wina melangkah ke balkon hotel. Udara pagi yang segar dan suara burung berkicau memberikan ketenangan yang sangat dibutuhkan. Ia menghirup dalam-dalam, merasakan sinar matahari menyentuh wajahnya.

Setelah beberapa menit, Wina kembali ke dalam kamar. Ia memakan sarapan yang sudah Jerome siapkan, bersama Annelish.

Annelish tampak sangat anteng menyantap sarapannya, dan Wina hanya bisa tersenyum menatap putri kecilnya itu.

Ponsel Wina berdering, dan terpampang nama Jerome di layar.

"Wina," Jerome merasakan jantungnya berdebar, campuran antara rasa rindu dan rasa ingin tahu.

"Halo, Je. Kenapa?" Wina menjawab sekenanya, sambil menyuapi buah jeruk kepada Annelish.

Di seberang sana, Jerome tersenyum ketika mendengar Annelish memanggilnya meskipun belum begitu jelas karena sedang mengunyah makanan.

"Maaf, aku belum bisa pulang. Masih ada urusan penting, Na. Tapi aku usahain pulang cepet, kalian udah sarapan?"

"Udah. Anne rewel nih, kamu cepet balik dong." Wina mengadu, padahal Jerome bukanlah ayah biologis Annelish Starlie.

Jerome tertawa pelan. Benar-benar menggemaskan.

"Gemes banget deh. Kamu mandiin dulu ya, Na? Sama suapin makanan kesukaan Annelish, aku habis ini on the way."

Wina mendengus mendengar jawaban Jerome.

"Cepet ya! Aku tantrum ngadepin Anne sendirian."

"Demi Anne, aku usahain secepat mungkin. Kalian bisa jalan-jalan di sekitar hotel sambil nunggu aku, ya?"

"Nanti beliin es krim, aku enggak mau tau."

Jerome terkikik, dia mendekatkan telinganya di ponsel sebelum menjawab.

"Deal! Bye-bye, Winaura." kata jerome sebelum menutup telepon.

Wina meletakkan ponselnya dan menatap Annelish yang sedang mengacak-acak selimut hotel.

"Ayo, sayang. Kita jalan-jalan sebentar sambil nunggu papa Jerome pulang."

Wina terkekeh mendengar ucapannya sendiri. Berimajinasi tidak masalah kan? Toh Jerome belum mempunyai gandengan.

Annelish melempar kulit jeruk kepada Wina, lalu berjalan di atas kasur.

"Papa! Pa, pa pa."

Dengan penuh kasih, Wina menggendong anaknya yang masih balita itu dan bersiap-siap. Annelish melingkarkan tangan kecilnya di leher Wina, wajahnya ceria.

Keduanya menghabiskan waktu bersama di dalam kamar mandi, bercanda dan bermain air sebelum keluar dengan penampilan yang lebih rapi. Wina sedang menyisir rambut Annelish, matanya tertuju pada wajah ceria putrinya. Pahatan wajah Annelish sangat mirip dengan Abian, tanpa sisa untuk Wina sendiri.

"Padahal aku yang ngerasain sakitnya pas hamil kamu, kamu malah mirip dia," Wina tersenyum tipis, mengingat kenangan yang melekat.

Annelish menatap ibunya dengan penuh rasa ingin tahu.

"N-na! No, no, no," Annelish memegangi wajah Wina, mengusap pipi perempuan yang sudah merawatnya itu.

"Buna enggak apa-apa, sayang. Lucu banget deh! Gumush!" jawab Wina, berusaha menyembunyikan rasa harunya.

Mantan PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang