BAB XVI

405 70 8
                                    

Ramaikan vote dan komentarnya ya, teman-teman..🤗

Happy reading!✨

---o0o---

Hari ini Nabila sudah kembali masuk sekolah karena jadwal ujian yang tinggal menghitung minggu. Ia harus mengejar ketertinggalan materi selama tidak masuk sekolah. Nabila menolak ajakan Rony untuk berangkat bersama. Gadis keras kepala itu memaksa mengendarai motor sendiri ke sekolah. Selain lebih fleksibel, Nabila juga tidak ingin merepotkan Rony lagi.

Sejak mama Hana kembali dari rumah sakit, Mbak Yanti diminta menginap di rumah untuk membantu Nabila menjaga dan merawat sang mama selama Rony bekerja. Rony juga meminta seorang dokter dan perawat datang ke rumahnya setiap hari untuk mengecek keadaan mama Hana secara berkala. 

Nabila sampai di sekolah sepuluh menit sebelum bel berbunyi. Kedatangan Nabila di dalam kelas membuat semua teman-temannya seketika diam. Suasana kelas yang semula ramai mendadak hening. Nabila menerima berbagai macam tatapan dan ekspresi dari teman sekelasnya, sukses membuat Nabila merasa kikuk dan kurang nyaman.

Dengan langkah pelan Nabila berjalan menuju kursinya yang berada di barisan paling depan. 

Tak berselang lama, Anggis masuk ke dalam kelas. Tapi seperti hari-hari sebelumnya, Anggis sama sekali tidak menoleh apalagi menyapa Nabila. Gadis cantik berambut panjang itu melengos melewati tempat duduk mereka dulu, memilih duduk bersama seorang siswa culun di belakang.

Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa, hanya saja Nabila merasa semua temannya menjauh. Tidak ada yang menyapa, bahkan mendekatinya pun tidak. Nabila hanya diam saat mendengar teman-temannya membicarakan sang papa yang menjadi tersangka utama karena menghilangkan dua nyawa sekaligus. 

"Anak kriminal ko' nggak malu ya?"

"Gue lebih milih pindah sekolah sih kalau jadi dia. Tapi amit-amit deh,"

"Dia kan nggak punya malu."

"Gak kebayang kalau jadi Anggis, pasti sakit hati banget."

Kalimat-kalimat itu terus saja berputar seperti kaset rusak di kepalanya, membuatnya kian merasa sedih. Namun ia juga tidak tau harus menanggapinya bagaimana hingga memilih untuk diam.

Nabila tidak tahu mengapa ayahnya bisa menjadi tersangka utama kejadian naas itu. Rony juga enggan memberi tahunya. Yang Nabila tahu adalah papanya tidak mungkin menabrak orang tanpa bertanggungjawab. Papa Faris bukan orang yang suka lari dari tanggungjawab. Papapnya itu selalu mengajarkan Nabila untuk selalu membantu orng lain, apalagi kalau itu merupakan akibat dari kesalahannya. Tapi lagi-lagi Nabila tidak bisa melakukan apapun karena tidak memiliki bukti.

Pada jam istirahat Nabila memilih untuk tetap di kelas, sama sekali tidak berniat ke kantin atau ke perpustakaan seperti biasanya. Gadis itu memutuskan untuk mengisi waktu istirahatnya dengan mengerjakan tugas yang baru saja diberikan oleh Pak Bambang.

Untung tadi Mbak Yanti memaksanya membawa bekal walaupun hanya sepotong roti lapis dan air mineral. Setidaknya itu bisa mengganjal perut Nabila yang belum terisi apapun sejak bangun tidur pagi tadi.

Nabila terlihat serius mengerjakan tugas sambil sesekali menggigit roti lapis, mengunyahnya pelan. Suasana kelas yang sepi karena hanya ada dirinya sendiri tidak serta merta membuat Nabila tenang. Ia justru terlihat gelisah karena merasa diperhatikan oleh seseorang dari luar kelas.

Mendadak ia tak nafsu makan, rasa laparnya menguap entah kemana. Nabila membereskan sisa makanan sekaligus buku dan alat tulisnya. Ia berniat keluar kelas saja menuju halaman samping sekolah yang jarang dikunjungi oleh warga sekolah.

SEMESTA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang