BAB XX

450 69 12
                                    

"Duh, gue ke toilet dulu ya. Nggak kuat gue, kebelet." 

Novia yang sudah bersiap bangkit dari duduk kembali menghempaskan bokongnya pada kursi. Perempuan berambut panjang tergerai lurus itu menghembuskan napasnya, menghabiskan minumannya yang tinggal sedikit.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Salma dan Raisa sampai duluan pada pukul tujuh kurang lima belas menit, sedangkan Novia datang sepuluh menit kemudian. Salma yang memang ada jadwal manggung malam ini di cafe 'Cerita Sore' langsung bersiap, sedangkan Raisa dan Novia duduk di kursi pengunjung. Dua sahabat Salma itu menikmati makan malam lebih awal dan dua jam setelahnya barulah Salma yang menikmati hidangan makan malam miliknya.

"Itu anak satu ke toilet mulu ya?"

Salma mengangguk saja menyetujui ucapan Novia, kembali sibuk dengan camilan setelah menyelesaikan makan malamnya yang terlambat karena waktunya tersita untuk manggung terlebih dahulu. Tadinya mereka sudah bersiap pulang, namun karena Raisa yang tiba-tiba ingin ke toilet lagi untuk yang ketiga kalinya, mereka urung pulang, menunggu teman mereka selesai dengan urusannya terlebih dahulu.

Keheningan pada meja mereka terpecahkan saat terdengar suara notifikasi dari ponsel yang berada di dekat Salma. Refleks Salma melirik benda pipih yang menyala manampilkan pesan pop up, dan tanpa sengaja membaca pesan itu. 

Gerakan mengunyah Salma terhenti, membaca ulang pesan itu dengan saksama. Salma menegakkan badannya dengan wajah tak percaya, membuat Novia yang melihatnya terheran-heran. "Kenapa Sal?"

"Gue udah selesai. Pulang yuk!" ajak Raisa yang baru kembali dari toilet. Ia mengambil tas dan ponselnya yang berada di atas meja.

"Lo yang nyuruh nyokap gue biar gue buru-buru nikah?" tanya Salma to the point.

Raisa dan Novia yang mendengar pertanyaan Salma memasang ekspresi wajah yang berbeda. Novia dengan wajah bingungnya, dan Raisa dengan wajah menegang serta raut panik yang tidak dapat disembunyikan.

"Lo bilang apa aja sama orang tua gue sampai mereka ngotot mau gue cepet nikah, bahkan sampai mau jodohin gue?" tanya Salma lagi penuh penekanan ketika lawan bicaranya tidak menjawab.

Novia mengerjap, mengembalikan kesadarannya. "Bentar, ini ada apa sih?"

Kini fokus Salma beralih pada Novia, "waktu lo nganterin gue ke bandara, gue disuruh balik sama nyokap, bokap. Lo tau kenapa mereka nyuruh gue balik?" Novia langsung menggeleng tanda tidak tahu. "Karena mereka nyuruh gue nikah secepatnya, bahkan mau jodohin gue. Nyokap bilang ada temen gue yang laporan kalau di sini ada cowok yang suka gangguin gue makanya mereka minta gue buat nikah kalau masih mau merantau."

Mata Salma beralih fokus pada Raisa, "ternyata lo dalangnya ya?" Salma mengangguk-angguk mengerti mengapa orang tuanya menyuruh dirinya menikah sampai sebegitunya. "Kenapa lo lakuin itu? Apa untungnya buat lo?"

"Gue..."

"Apa?!" Suara Salma naik satu oktaf. Salma sudah berusaha menahan emosinya, tapi ternyata ia tidak bisa. Rasa frustasi dan kecewanya terlalu besar ketika mengetahui bahwa dibalik ini semua adalah seseorang yang sangat ia percaya, bahkan sudah ia anggap keluarga sendiri.

"Gue minta maaf, Sal. Tapi ini nggak kaya yang lo pikirin ko', gue--"

"Gue apa? Menurut lo, gue mikir apa emang?" potong Salma langsung tanpa mau mendengar pembelaan dari Raisa. "Gue rasa cukup," Salma meraih tas miliknya, bangkit berdiri. "Gue duluan. Lo bisa pulang bareng Novia."

---o0o---

Hari ini adalah jadwal sidang pertama kasus tabrak lari yang membuat papa Faris menjadi tersangka utamanya. Sidang akan dilakukan pada siang hari nanti, jadi Rony masih mempunyai waktu untuk bertemu keluarga Anggis terlebih dahulu. 

Ketika keluarga Anggis dan Paul mengetahui bahwa papa Faris yang menjadi tersangka utama, mereka juga terkejut. Paul diam membisu entah memikirkan apa, sedangkan papa dan mama Anggis tidak bisa mengambil keputusan sepihak tanpa persetujuan Paul. Orang tua Anggis hanya ingin membantu Paul memperjuangkan keadilan untuk orang tuanya. 

Diluar dugaan, dua hari sebelum sidang Rony mendapat kabar bahwa Paul bersedia mencabut tuntutan atas kecelakaan itu. Tentu saja Rony merasa lega luar biasa saat mendengarnya. Tapi setelah pertemuannya dengan Ina semalam yang memberikan bukti cctv, Rony merasa ada yang mengganjal dan ingin melanjutkan perkara ini di meja hijau. Memang ia tidak mempunyai hak apapun untuk menentukan tuntutan ini agar dilanjutkan atau tidak, tapi ia merasa perlu berbicara dengan Paul dan keluarga Anggis mengenai hal ini.

Dan di sinilah Rony sekarang, duduk di sofa ruang tamu rumah Paul bersama sang empunya serta kedua orang tua Anggis.

"Jadi, siapa perempuan itu?" tanya Paul setelah melihat cctv yang dipertontonkan kepadanya. Sebuah bukti baru yang membuatnya semakin yakin untuk membebaskan ayah dari gadis yang ia sayangi.

"Sebenarnya ada sesuatu yang lebih bikin gue penasaran dari cewek itu."

"Apa?"

"Hubungan bokap gue sama dia." jawab Rony cepat. Ia membasahi bibirnya sebelum melanjutkan ucapannya. "Papa ngotot nggak mau dibebasin, minta gue buat nggak nyari-nyari bukti dan fokus aja sama mama dan Nabila. Gue penasaran ada hubungan apa papa sama dia sampai nggak mau dia yang dipenjara."

"Tapi kamu kenal siapa orang itu?" tanya mama Anggis ikut penasaran.

Rony mengangguk yakin, "kenal."

Keempat manusia itu terdiam cukup lama memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terlintas dalam kepala hingga suara notifikasi email masuk terdengar dari laptop milik Rony yang masih menyala.

Tanpa menunggu lama, Rony langsung membuka email dengan nama pengirim Inara Almera. Sebuah nama yang tidak asing untuk Paul, nama yang sama dengan  mantan kekasihnya beberapa tahun silam.

"Inara Almera?"

Suara Paul yang menyebutkan nama itu membuat Rony menoleh, "iya, ini sepupu gue. Dia juga yang kasih cctv itu semalam." jelas Rony yang membuat Paul terdiam, berusaha mencerna segala informasi yang baru saja ia terima. Jadi, Nara dan Nabila adalah saudara sepupu?

"Bangsat!"

Umpatan itu keluar tanpa bisa ditahan oleh Rony yang melihat beberapa foto yang dikirimkan oleh Ina. Tiga orang lainnya yang berada dalam satu ruangan ikut melihat apa yang dilihat oleh Rony hingga lelaki itu mengumpat kasar. Paul dan kedua orang tua Anggis hanya bisa menggeleng-geleng dengan wajah tidak percaya dengan foto serta pesan narasi yang ditampilkan di layar.

Pesan narasi yang ditulis oleh Ina itu mampu membuat emosi seorang Rony Adhitama bergejolak meminta untuk segera diluapkan.

'Lo pasti bingung sama hubungan om Faris dan cewek itu, dan gue yakin mereka nggak akan jujur. Gue kirim foto-foto ini biar lo, tante Hana, dan Nabila nggak terus-terusan hidup dalam kebohongan. Setelah lihat foto-foto ini, gue harap lo ngerti apa hubungan mereka selama ini. Sorry for your loss, take care.'

---o0o---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---o0o---

Sudah terjawab siapa dalang yang bikin Salma disuruh cepet-cepet nikah dan hubungan papa Faris sama si dia di bab ini. Yang mau menghujat di kolom komentar dipersilakan🙏 wkwk

InsyaAllah tinggal beberapa bab lagi cerita ini selesai. Kalian mau happy atau sad ending?🤔

SEMESTA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang