Tolong dibantu tandai typo ya, teman-teman..
Jangan lupa vote dan komentarnya juga.. Terima kasih yang sudah mau baca, vote apalagi komentar🤗 Mood banget bacain komentar kalian..😄
Happy reading, guys!✨
---o0o---
"Ini hari terakhir kamu ujian 'kan, dek?" tanya Rony saat melihat adiknya baru saja bergabung di meja makan.
Nabila mengangguk dengan senyum terpancar di wajahnya. Gadis itu terlihat begitu senang hari ini. Selain karena ini adalah hari terakhir dirinya menghadapi ujian sekolah, pertemuannya dengan Paul kemarin juga sangat berpengaruh pada mood nya hari ini.
Sore itu mereka duduk bersisian di bangku taman komplek. Paul yang meminta Anggis untuk menyampaikan pesannya kepada Nabila agar mereka bisa bertemu. Pada pertemuan mereka terakhir kali, saat di kamar laki-laki itu, mereka tak lagi membahas apapun. Paul dan Nabila hanya beradu pandang menyuarakan kerinduan yang sama-sama mereka pendam.
Dan hari ini Paul berencana memperjelas semuanya. Tentang kecelakaan kedua orang tuanya, juga memperjelas hubungan mereka berdua.
"Nabila minta maaf ya, kak,"
Paul menggeleng. Bukan kata maaf yang ingin pria itu dengar dari Nabila. Pria dengan pakaian kasual itu masih fokus memandang ke depan, sama sekali tidak menoleh ke arah Nabila.
Melihat respon Paul yang seperti itu berhasil membuat Nabila was-was. "Kata abang, papaku orang baik. Papaku masuk penjara karena terlalu baik." Nabila menggigit bibir bawahnya dengan tangan yang memainkan ujung bajunya, "maafin mobil papaku yang udah ... nabrak mama dan papanya kak Paul."
"Tapi kata bang Rony, bukan papaku yang nabrak. Beneran, kak, suer!" ucap Nabila berapi-api membela papanya. "Abang juga udah punya buktinya kalau bukan papa pelakunya." Ia masih terus ingin menjelaskan semua yang ia ketahui mengenai kasus sang papa. Nabila tidak mau nama papanya jadi jelek hanya karena terlalu baik.
Ragu-ragu, Nabila menyentuh punggung tangan Paul dengan telunjuknya. Menusuk-nusuk tangan berkulit putih itu pelan, berusaha meminta atensi sang pemilik tangan kekar. Nabila jadi was-was karena sedari tadi hanya dirinya yang bicara, sedangkan lelaki yang berada di sebelahnya sama sekali belum membuka suara.
"Kakak .. marah ya?"
"Kenapa saya harus marah?" tanya Paul akhirnya buka suara, menolehkan kepalanya menatap gadis yang sedang menunduk.
"Karena.." ucap Nabila terjeda. Semua kata di dalam kepalanya mendadak hilang, tidak tau mau menjawab bagaimana.
"Kamu nggak salah. Saya yang harusnya minta maaf. Maafkan saya, Nabila,"
Nabila mendongkak, menatap Paul yang lebih tinggi darinya.
"Maaf saya bikin kamu sakit." ucap Paul memperhatikan pergelangan tangan Nabila yang pernah ia cengkram. "Gak cuma hati, fisik kamu juga sakit karena saya."
"Aku udah maafin kakak, ko'. Aku juga tau kalau kak Paul nggak ada niat buat nyakitin." Nabila tersenyum lebar menampakkan barisan giginya yang rapi. "Maaf karena aku kurang bisa mengerti keadaan kakak saat itu, ya?"
Senyum tipis Paul terbit, gemas dengan nada bicara Nabila yang mampu menggelitik hatinya. Tanpa bisa ditahan sebelah tangan Paul terangkat lalu mendarat di atas puncak kepala Nabila.
"Terima kasih ya, Nab." ucap Paul sambil mengusap kepala Nabila lembut. "Terima kasih karena kamu tetap di sini. Saya nggak tau akan bagaimana hidup saya kalau kamu benar-benar pergi."
"Kakak mau kita sama-sama terus ya?"
"Kamu mau?"
"Mau!" Nabila mengangguk semangat sambil tersenyum hingga matanya berbentuk sabit.
"Nabila!"
Tubuh Nabila terlonjak kaget ketika pundaknya ditepuk oleh Rony. Tangannya refleks memegang dadanya yang berdebar kencang efek terkejut. Jangan lupakan mulutnya yang komat-kamit mengucap istighfar.
"Kamu kenapa sih, dek? Diajak ngomong malah ngelamun, mana sambil senyum-senyum lagi. Mikirin apa kamu?"
Nabila terkekeh malu, "abang nggak perlu tau urusan anak muda."
"Loh? Abang juga masih muda, dek."
Mbak Yanti datang membawa botol minum milik Nabila yang akan dibawanya ke sekolah. Nabila, yang sudah rapi dengan seragam putih abu-abu, segera menerima botol hitam yang dihiasi gambar bunga kecil berwarna merah muda.
"Abang udah tua!" ledek Nabila dengan tawa yang langsung menguar. Tanpa repot-repot pamit, gadis itu langsung berlari ke luar rumah, menghindari aksi protes Rony.
Rony mendengus tak terima disebut tua oleh adiknya sendiri. Namun lambat laun senyumnya muncul mengingat pancaran bahagia di wajah Nabila setelah meledeknya.
---o0o---
Salma bersenandung pelan sambil merapikan meja kerjanya. Beberapa kubikel telah kosong ditinggalkan oleh yang empunya karena jam pulang kantor sudah terlewat satu jam. Sedangkan Salma sengaja pulang terlambat agar bisa pulang tanpa membawa pekerjaan dan agar besok bisa lebih santai.
Tadi pagi Rony memberinya kabar bahwa besok jadwal sidang pertama kasus papa Faris, jadi Salma berniat untuk datang menemani. Mereka juga sudah sepakat untuk ke Surabaya bersama setelah sidang papa Faris selesai.
Lelaki itu langsung memesan tiket penerbangan ke Surabaya setelah Salma bercerita bahwa mama Rani sudah membuat jadwal temu dengan om Adi. Rony tidak mau keduluan orang lain. Ia ingin memperjuangkan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya setelah memastikan papa Faris terbebas dari tuduhan.
Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Salma menuju lift sambil memainkan kunci motor di tangan kirinya, membiarkan boneka rajut berbentuk SpongeBob dan Patrick itu berputar-putar pada telunjuknya.
"Sal," panggil seseorang di belakangnya. Raisa menyusul langkah Salma yang berhenti karena panggilannya barusan. "Lo manggung gak malam ini?"
"Iya, ini gue mau langsung otw. Kenapa?"
"Lo manggung di 'Cerita Sore' bukan?" tanya Raiya yang diangguki oleh Salma. "Gue udah janjian sama Novia, kita sekalian ngopi mau gak? Tapi nebeng ya?"
"Boleh tuh, yuk!"
---o0o---
"Ini bukti cctv restoran tempat gue kumpul sama temen-temen gue."
Ina menyodorkan flashdisk dengan gantungan mawar hitam kepada lelaki yang duduk di depannya. Mereka membuat janji temu di sebuah cafe bernuansa rustic, duduk berdua hanya dipisahkan oleh sebuah meja berbentuk persegi.
"Dari cctv itu gue bisa menjamin kalau bukan gue pelakunya."
Rony menyalakan laptop miliknya, menghubungkan flashdisk yang diberikan oleh Ina. Matanya fokus menonton rekaman cctv yang memperlihatkan area parkir sebuah restoran minimalis modern. Hingga pada detik berikutnya ia dibuat tercengang tanpa bisa berkata-kata.
"Gue yakin lo kenal sama orang itu." ucap Ina lalu menghabiskan latte miliknya yang tinggal sedikit.
"Besok pagi gue berangkat ke Kanada. Sebelum pergi gue mau nama gue bersih, jadi bukti cctv itu gue kasih sekarang buat lo pakai waktu sidang besok." Ina mencangkolkan tas miliknya bersiap pergi, "semoga bokap lo bisa bebas secepatnya. Karena om Faris sama sekali nggak bersalah."
"Ada hubungan apa dia sama bokap gue?"
Langkah Ina terhenti. Gadis itu berbalik menatap sepupunya yang memasang wajah bingung juga tidak percaya. "Silakan lo tanya sendiri sama om Faris. Gue pamit."
Malam itu kepala Rony kembali penuh. Berbagai spekulasi bermunculan, membuatnya tidak bisa tidur semalaman memikirkan apa yang sebenarnya ia lewatkan dari permasalahan ini?
---o0o---