Annyeong kawan!
~Kalian pernah denger nggak? Orang pelit itu kuburannya sempit. Ya nggk?
Basecamp anak Jurnalistik, di sinilah Aletta. Dia lebih memilih bolos ketimbang harus menyaksikan drama kolosal Gisel, untuk urusan ketahuan BK ⎯itu bisa diurus belakangan. Setelah sekian nyasar kesana-kemari akhirnya Aletta menghirup udara ruangan yang besarnya tidak lebih besar dari Kelasnya, terlihat banyak lemari laci entah apa isinya, di tengah ruangan ada meja panjang terlihat banyak kertas bertebaran, beberapa laptop masih menyala. Mungkin selesai rapat? padahal ini masih pagi.
“Udah, Kak.”
Intruksi Lelaki berkaca mata, Farhan namanya. Anak kelas sepuluh yang mengaku penanggung jawab ekskul Jurnalistik. Sementara Aletta duduk tenang menyilangkan salah satu kakinya sembari menunggu lelaki asing di depannya menyelesaikan permintaan Aletta men-take down unggahan pengundang huru-hara terkait dirinya.
“Oke, Thanks!” Balas Aletta seramah mungkin walau tak ada senyum di wajahnya, dia masih bad mood.
“Makin sipit lu tong kalo senyum gitu” ujar Aletta melihat Farhan membalas tersenyum amat ramah pada Aletta, matanya sampai menyipit tak terlihat saking lebarnya tersenyum.
Mendapat komplain terkait unggahan pada base sekolah sudah menjadi makanan setiap harinya anak ekskul Jurnalistik. Tapi entah kenapa kedatangan Aletta membuat nyalinya menciut, gimana nggak ciut jika Anak bungsu Bapak Regan itu datang dengan ekspresi wajah seperti mengajaknya tawuran. Mana wajah merah-merah bekas cakaran, rambut acak-acakan dan nada bicara khas orang lagi PMS. ‘huh, sabar Farhan! anak sabar jodohnya zee jkt.’
Tujuan Aletta sekarang UKS, dia ingin bolos di sana sambil rebahan.
“Shtt! kali ini siapa lagi yang ngajak gelud?,” belum juga Aletta keluar dari Ruang ekskul malah menabrak seseorang.
Monyet, Babi, Kuda Nil, Jerapah, Jang—, Stop! jika diteruskan satu Kebun Binatang tak cukup mengapresiasikan kekesalan Aletta sekarang. Matanya menatap objek di depannya, ada lelaki sebesar Gapura Kabupaten. Barata Abigail, si Ketua OSIS sekaligus Kakak Gisel. Ingatkan Aletta untuk melingkari kalender dikamarnya bahwa hari ini adalah hari tersialnya.
‘Baru juga kelar sama Adeknya eh Abangnya muncul,’
“Apa, lo?”
Percayalah di balik kalimat sewot Aletta barusan ada setitik rasa gentar, takut Barat menemuinya perkara ingin membalas perbuatannya pada Gisel.
Barat menatap lekat Aletta. “Lo sendiri ngapain di sini, bukannya masih jam KBM?,”
Mampus, gak mungkin ‘kan Aletta bilang jika dia bolos gegara males ketemu Adek nih laki, yang ada dia langsung diseret masuk Ruang BK. Kini Aletta menyesal harusnya tadi dia langsung pergi bukanya seolah menantang Barat.
“Bukan urusan, lo.”
Si goblog, harusnyakan ‘maaf kak tadi aku nyasar pas lagi nyari toilet’ terkadang berbohong itu diperlukan. Sekarang rasanya Aletta ingin lari sembunyi di balik punggung Regan menyadari tatapan Barat padanya semakin menajam. Salahkan hari ini Aletta tidak dapat mengontrol mulutnya sendiri.
“Wajah lo, kenapa?”
Kejadiannya begitu tiba-tiba. Aletta sampai menahan nafas menyadari wajah Barat sejajar dengannya. Maklum tinggi Aletta hanya sebatas dagu Barat.
Dari jarak sedekat ini Aletta dapat melihat kulit kecoklatanya terlihat begitu mulus dan menggoda untuk membelainya. Rahang tegasnya terkesan begitu natural dan tidak berlebihan. Mata tajam coklat keemasannya begitu sempurna dipadukan sepasang alis tebal dan hidung bak perosotan anak TK. Wajahnya seperti tak mengenal apa itu pori-pori saking mulusnya. Aletta mendadak kehilangan seluruh kosa kata, bagaimana bisa ada manusia ketampanannya se-unreal ini? tentunya selain para biasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Aletta~
Teen Fiction"Hai, gue Aletta dan gue kembaran si Aluna. Kalo kalian ganggu Aluna lagi, gue jambak rambut lo pada sampe botak!" "Lun, beliin gue bakso ga pedes!" "Patah kaki lo? apa mau gue patahin?" ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯ "Lun, Om Regan bolehin kalian pacaran gak sih...