Hujan yang menjatuhkan dendam

365 83 14
                                    

Nyimas Senja
27.10.24

"Kenapa kamu di sini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa kamu di sini?"

Raden Mas Banyu menyeretku keluar dari kedai minuman tanpa memandang kedua adiknya yang hanya bisa memalingkan wajah.
Rasa panas dan sakit yang menjalar di lengan kiriku. Menyadarkan bahwa aku tengah berada dalam masalah.

"Jawab pertanyaan saya, Senja."

"Saya hanya berteduh."

"Bagaimana bisa kamu mengenal mereka?"

"Mereka yang membawa saya ke sini."

Mata Raden Mas Banyu berusaha mencari kebohongan, tapi aku berani untuk mengatakan kebenaran.

"Pulanglah. Tunggu saya di rumah."

Dalam keadaan hujan deras seperti ini? Tanyaku dalam hati.

Meski begitu aku tetap menembus guyuran air dari langit untuk kembali, tidak butuh waktu lama, seluruh tubuhku basah oleh hujan dan sesuatu yang mengusikku. Aku melangkah menjauh dengan segala rahasia yang baru kutau. Saat pikiranku berkecamuk, air hujan tidak lagi membasahi tubuhku. Wajah yang penuh kemarahan kembali kulihat.

"Jangan bersikap seperti orang tolol, Senja. Bagaimana bisa kamu pulang tanpa membawa payung," bentaknya.

Aku belum pernah melihat Raden Mas Banyu begitu kasar seperti ini. Bahkan aku tidak pernah melihat dia marah pada para pembantu di rumahnya. Ada api yang jelas-jelas membakar dirinya, begitu besar dan hebat, dia hangus oleh emosinya sendiri.

Tidak peduli tentang Raden Mas Banyu yang berusaha memayungiku. Aku bukan bagian dari mereka, para kaum ningrat yang membutuhkan perlindungan dan kenyamanan. Aku memilih melanjutkan langkah, mengabaikan kemarahannya. Entah apa yang membuatku bersikap seperti ini, aku mencari alasan yang jelas menggangguku, hanya saja aku tidak menemukannya. Dia mengejarku, tetap berusaha untuk melindungi.

"Jangan temui mereka lagi," katanya sekali lagi.

Kulihat kembali gelombang emosi di wajahnya yang mulai mereda, kini digantikan dengan gelombang yang lain, yang lebih kelam dan masam. "Kenapa Mas Banyu tidak pernah menceritakan semuanya pada saya?"

Dia diam tidak menjawab, sedangkan air hujan menjatuhkan dirinya pada kami tanpa ampun. Dari langit, bukan hanya air yang jatuh berguguran, tapi juga kesedihan, kemarahan, dan mungkin dendam. Aku memang tidak punya hak untuk menuntut penjelasan.

Hubungan kami berdua tidak dekat sehingga mampu berbagi rahasia. Seharusnya aku tidak bertanya apalagi mencari tau tentang jati diri Raden Mas Banyu. Jika apa yang dikatakan Wastu dan Dahayu adalah kebenaran, bukankah seharusnya aku mengasihininya bukan justru marah balik padanya?

"Pulanglah, tunggu saya di rumah, bawa payung ini."

"Saya tidak bisa jadi istrimu jika saya tidak tau apa pun tentangmu."

Nyimas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang