Part 8

1K 9 1
                                    


Ratna

PART 8

POV Ratna

Aku yang melihat sosok yang aku rindukan benar-benar telah berada di rumah dengan menyenderkan punggung lebarnya di bantalan sofa membuat rasa rindu yang terkumpul selama beberapa bulan ini rasanya langsung menguap dengan cepat bercampur dengan partikel-partikel udara. Membaur dan menghasilkan aroma senang yang terasa jelas pada hati ini. Mas Herman melihat kedatanganku bersama Torik tersenyum ke arah kami, atau lebih tepatnya mungkin ke arahku.

Dengan perasaan yang senang ini serta tubuh yang rasanya gatal untuk menempelkan diri pada tubuhnya, tanpa buang waktu aku langsung berlari ke arahnya dengan tanpa aku pedulikan tas yang aku bawa dengan ku jatuhkan begitu saja ke lantai. Mas Herman bangkit dari duduknya sambil membuka kedua tangannya seraya ia paham dengan apa yang akan aku lakukan padanya. BRUK!!! Ku peluk tubuhnya dengan erat sampai rasanya aroma khas yang telah membangun rumah tangga bersamamu kini tercium kembali.

"jahat banget sering tinggalin istri sendirian", ujarku jujur akan apa yang aku rasakan setiap kali dirinya lebih banyak berurusan dengan pekerjaannya.

"iya mas minta maaf. Tapi di rumah juga Andi", kepalaku di usap lembut oleh telapak tangannya.

"iya, tapi tetap saja. Jahat", aku desulkan wajahku di ceruk lehernya.

"Maaf. Mas tahu Adek kangen sama mas dan mas juga lebih kangen sama Adek, tapi tahan dulu ya... Malu tuh ada anak kita, Torik sama Leman", ku turuti saran yang mas Herman berikan dengan ku lepaskan pelukanku ini.

"kenapa mas ga bilang dulu kalo mau balik? Kemarin pas VC mas bilangnya masih lama di sana"

"Hehehe... Sengaja. Mas sengaja buat kasih kejutan buat anak sama istri mas yang cantik ini", walau sudah belasan tahun kamu menikah, tapi jujur saja aku masih suka di buat tersipu akan kelakuan suamiku ini. Contohnya seoerti sekarang, dimana ia menoel ujung hidungku. Terlihat sepele memang, tapi bagiku ini spesial karna faktornya sudah jelas. Kami jarang sekali seperti ini.

"Ih gombal! Oleh-olehnya mana?"

"Tuh kan, bukannya tanyai kabar mas atau terkesima lihat mas yang tambah ganteng ini, yang di tanyain duluan malah oleh-olehnya"

"bodo!", Singkatku dan langsung bergegas ke dapur sambil memberikannya senyuman. "Mau kemana?", tanya suami.

"cari berondong", candaku padanya dan kulihat mas Herman membalas senyumanku dan kemudian dirinya menyuruh Andi serta kedua temannya untuk duduk kembali.

Sebenarnya aku lumayan merasa capek hari ini tapi rasa capek itu seolah sirna akan rasa senang ini dan aku pergi ke dapur tanpa mengganti terlebih dahulu seragam kerjaku untuk membuatku mereka minuman serta membawakan camilan yang aku simpan. Di saat aku membuka pintu lemari pendingin, pikiranku tiba-tiba teringat akan potongan momen yang pernah aku alami. Momen di mana aku mengambil makanan ringan dari lemari pendingin ini dan secara tak langsung memberikan Andi Puding yang tercampur oleh sebuah cairan yang tak seharusnya di makan olehnya.

Apa yang tiba-tiba teringat lagi olehku membuat rasa senang ini lumayan cukup terganggu. Rasa senang akan kepulangan suamiku masih saja ada, namun kini bercampur dengan sebuah rasa bersalah karena secara diam-diam di belakangnya aku menjadi sosok binal yang tak pernah aku perlihatkan pada suamiku sendiri. Di belakangnya saat dirinya di luar pulau dan tengah mencari nafkah untukku dan juga Andi, aku malah menghianati dirinya bersama teman anak kami sendiri.

Ditambah lagi pengihanatan ini semakin lebar kala tadi disekolah juga aku memberikan tubuhku untuk di nikmati oleh pria lain lagi. Aku merasa sangat bersalah pada mas Herman, tapi aku juga tak bisa bohong jika sampai sekarang aku masih serta malah semakin menyukainya. Bingkai memori yang semakin membuat perasanku campur aduk ini coba aku singkirkan terlebih dahulu, aku tak mau momen bahagia ini rusak karenanya.

Sisi Lain IbukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang