Pertemuan

415 65 0
                                    


Pagi itu, Flora menatap cermin dengan tatapan hampa. Ada sedikit bengkak di bawah matanya, sisa dari tangisan panjang semalam. Hari ini, ia harus bertemu dengan Freya untuk membicarakan pernikahan mereka yang telah direncanakan oleh ayah-ayah mereka. Suatu kenyataan yang belum sepenuhnya bisa ia terima.

"Flora, Freya sudah datang," suara ibunya terdengar dari luar kamar.

Flora menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya. Dia tahu Freya bukan pria yang banyak bicara, bahkan cenderung cuek. Tapi bagaimana pun juga, ini adalah situasi yang sulit bagi mereka berdua.

Saat Flora berjalan menuju ruang tamu, Freya sudah duduk di sana, seperti biasa, dengan wajah datarnya yang sulit ditebak. Dia mengenakan jaket kulit hitam, rambutnya sedikit acak-acakan, tapi entah bagaimana tetap terlihat rapi. Mata mereka bertemu sejenak, sebelum Flora mengalihkan pandangannya.

"Hai," sapa Freya singkat, nadanya datar, tapi ada sedikit kehangatan di balik kata-katanya.

"Hai," jawab Flora pelan, duduk di sofa di hadapannya.

Keheningan mendominasi ruangan untuk beberapa saat. Hanya suara jam dinding yang terdengar, membuat suasana semakin canggung.

"Aku tahu ini aneh," Freya akhirnya bicara, memecah kebekuan. "Tapi... kita harus melakukan ini."

Flora menatap Freya dengan bingung. "Kau benar-benar setuju dengan ini? Maksudku, kau tak perlu melakukannya kalau kau tak mau. Ini bukan masalahmu."

Freya menatapnya lama sebelum menjawab, "Aku tak punya alasan untuk menolak. Ayahku memintaku, dan aku tahu ini penting untuk keluargamu."

"Tapi... kita hampir tidak saling kenal, Freya," kata Flora dengan nada ragu. "Dan—"

Freya memotongnya, "Aku tahu. Tapi bukan berarti aku tidak peduli." Mata Freya menatapnya dalam, seolah mencari sesuatu di balik tatapan Flora. "Aku mungkin tidak banyak bicara, tapi aku paham bagaimana perasaanmu. Dan meskipun aku tidak kenal dekat denganmu, aku tetap peduli. Ayahmu seperti keluarga bagi ayahku. Itu alasan yang cukup."

Flora terdiam sejenak, merasa sedikit terkejut. Freya memang selalu terkesan dingin dan cuek, tapi kali ini dia bisa merasakan sisi lain dari pria itu, sisi yang sebenarnya peduli meskipun tidak ditunjukkan dengan kata-kata manis.

"Tapi... aku hamil, Freya," Flora akhirnya mengungkapkan, suaranya hampir berbisik. "Dan laki-laki itu... dia tidak mau bertanggung jawab."

Freya menghela napas panjang, lalu bersandar pada sandaran sofa. "Aku dengar dari ayahku. Dia tidak mau bertanggung jawab, ya? Brengsek."

Flora menunduk, meremas-remas jemarinya yang dingin. "Ya, dia hanya... pergi. Menghilang begitu saja setelah tahu."

Freya mengangguk pelan, tangannya terlipat di dadanya. "Itu masalahnya. Kalau aku bisa, aku pasti sudah menghajarnya. Tapi sekarang... kita fokus pada apa yang bisa kita lakukan."

Flora menatap Freya, merasa sedikit lebih lega mendengar kata-kata tegasnya. "Kau benar, ini sudah terjadi."

Freya menatap Flora dengan tatapan serius. "Lihat, Flora, aku mungkin cuek, mungkin kita bukan pasangan yang sempurna. Tapi kalau kita melakukan ini, aku akan bertanggung jawab. Aku akan ada di sana untukmu dan... untuk anak itu."

Kata-kata Freya membuat Flora terdiam. Ada ketulusan di balik sikap dingin Freya, yang perlahan mulai ia pahami. Meskipun keadaan mereka sangat jauh dari ideal, Freya tidak berencana lari dari tanggung jawab.

"Terima kasih," bisik Flora akhirnya, merasa sedikit beban terangkat dari pundaknya. "Aku benar-benar tak tahu harus berkata apa."

"Kau tak perlu berterima kasih," Freya mengangkat bahu. "Kita lakukan ini bersama. Bukan hanya demi keluargamu, tapi juga untuk masa depan anak itu."

Ruangan kembali hening, namun kali ini keheningan itu terasa lebih nyaman. Ada sedikit rasa lega di antara mereka, meski perasaan canggung tetap menyelimuti. Hubungan mereka masih asing, tapi percakapan ini membuka sedikit celah untuk kedekatan yang mungkin tumbuh.

Flora mencoba mencari topik lain untuk dibicarakan, tapi sebelum ia sempat melakukannya, Freya sudah berdiri. "Aku harus pergi sekarang. Kita akan bicara lebih lanjut tentang detail pernikahan nanti."

Flora mengangguk pelan, masih mencerna semua yang baru saja terjadi. "Oke, Freya."

Saat Freya melangkah ke pintu, dia berhenti sejenak, menoleh ke arah Flora. "Dan Flora... jangan terlalu banyak khawatir. Semua akan baik-baik saja."

Flora tersenyum tipis, sebuah senyuman yang tulus untuk pertama kalinya setelah sekian lama. "Ya, aku harap begitu."

The Unexpected MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang