Tanda-Tanda Perubahan

319 53 2
                                    


Pagi hari di rumah Freya dan Flora dimulai seperti biasa. Freya duduk di meja makan dengan koran di tangannya, sementara Flora sibuk di dapur, menyiapkan sarapan sederhana. Suasana rumah mereka masih terasa sepi dan hening, namun ada satu perubahan kecil yang tak bisa diabaikan—Flora merasa lebih nyaman sekarang. Mungkin karena Freya, meskipun tetap cuek, mulai menunjukkan perhatian kecil yang sebelumnya tidak ada.

"Freya, kau mau teh atau kopi?" tanya Flora dari dapur.

Freya menurunkan korannya sejenak dan menatap ke arah dapur. "Kopi saja, seperti biasa."

Flora tersenyum sambil menuangkan kopi ke cangkir. Ketika ia membawa sarapan ke meja, Freya menatapnya sebentar sebelum akhirnya membuka pembicaraan.

"Kau tidur nyenyak tadi malam?" tanya Freya tanpa mengalihkan pandangannya dari koran.

"Ya, cukup nyenyak. Aku sudah mulai terbiasa dengan perut yang semakin besar," jawab Flora, sedikit bercanda.

Freya hanya tersenyum tipis, lalu kembali fokus pada sarapannya. Dia tidak pernah banyak bicara di pagi hari, tapi Flora sudah mulai terbiasa dengan ritme ini. Tidak ada percakapan mendalam, namun kehadiran Freya cukup membuatnya merasa aman.

Ketika mereka selesai sarapan, Freya mengambil jaketnya dan bersiap berangkat ke kantor. Sebelum keluar rumah, dia menoleh ke arah Flora. "Aku akan pulang agak malam. Ada rapat penting di kantor."

Flora mengangguk, mengerti. "Baik, hati-hati di jalan."

Freya melambaikan tangan tanpa bicara lagi dan keluar dari rumah. Flora menatap pintu yang tertutup, merasakan keheningan yang kembali menguasai rumah mereka. Meskipun Freya tidak romantis atau hangat, ada sesuatu yang membuat Flora nyaman. Dia tahu Freya selalu ada untuknya, meskipun pria itu jarang mengekspresikan perasaannya.











Beberapa jam kemudian, Flora duduk di ruang tamu sambil menonton televisi, namun pikirannya tidak sepenuhnya di sana. Pikirannya kembali ke masa lalu, ketika semuanya belum sekompleks ini. Ia teringat masa-masa di mana dia merasa bebas, sebelum semuanya berubah karena kesalahan yang ia buat.

Tiba-tiba, suara bel pintu memecah lamunannya. Flora beranjak dan membuka pintu, menemukan Indah, sahabat lamanya, berdiri di ambang pintu dengan senyum lebar.

"Indah? Aku tidak menyangka kau datang!" Flora tersenyum lebar dan memeluk sahabatnya.

Indah tertawa kecil. "Aku lagi ada di dekat sini, jadi kupikir kenapa tidak mampir? Aku ingin lihat bagaimana kabarmu sekarang."

Mereka duduk di ruang tamu, dan Flora menyuguhkan teh. Indah langsung melirik perut Flora yang semakin besar dan tersenyum. "Kau semakin bersinar, Flora. Bagaimana rasanya jadi calon ibu?"

Flora tersenyum lelah. "Campur aduk, seperti yang sudah kubilang sebelumnya. Kadang aku merasa siap, kadang tidak. Tapi aku bersyukur Freya ada di sini."

Indah menatap Flora dengan penuh perhatian. "Bagaimana hubunganmu dengan Freya? Kalian sudah lebih dekat?"

Flora menghela napas, kemudian mengangguk pelan. "Kami memang tidak dekat seperti pasangan pada umumnya, tapi... ada perubahan. Freya mungkin tidak banyak bicara atau menunjukkan perasaannya, tapi aku bisa merasakan dia peduli."

Indah tertawa kecil. "Yah, setidaknya dia bukan pria yang lari dari tanggung jawab. Itu sudah bagus."

Flora tersenyum, merasa lega bisa berbicara dengan seseorang yang memahami situasinya. "Iya, dia bukan tipe yang romantis, tapi dia selalu ada. Aku menghargai itu."

Setelah beberapa saat berbicara, Indah akhirnya pamit, meninggalkan Flora kembali sendirian di rumah. Namun, kali ini Flora merasa lebih tenang. Pembicaraannya dengan Indah membuatnya menyadari bahwa meskipun situasinya tidak sempurna, dia masih memiliki orang-orang yang peduli padanya, termasuk Freya.












Malamnya, Freya pulang sedikit lebih larut dari biasanya. Flora sudah menyiapkan makan malam sederhana dan menunggunya di meja makan. Ketika Freya masuk, dia menatap meja yang sudah tertata rapi dan tersenyum samar.

"Kau menungguku?" tanya Freya, sambil melepas jasnya.

Flora mengangguk. "Aku pikir kita bisa makan malam bersama, meski kau pulang agak larut."

Freya duduk di kursi dan mulai makan tanpa banyak bicara. Flora memperhatikannya dengan senyum kecil di wajahnya. Walaupun Freya terlihat lelah, dia masih menyempatkan diri untuk duduk dan makan bersama. Itu saja sudah cukup membuat Flora merasa diperhatikan.

Saat makan malam selesai, Freya tiba-tiba berkata, "Besok aku ingin menemanimu periksa kandungan lagi."

Flora menatapnya dengan mata terbelalak. "Kau ingin ikut?"

Freya mengangguk, tetap dengan ekspresi datarnya. "Ya, aku rasa aku harus lebih sering ikut. Lagipula, ini anak kita."

Flora tersenyum, merasa terharu. "Terima kasih, Freya."

Freya hanya mengangguk tanpa bicara lagi. Dia mungkin tidak menunjukkan banyak emosi, tapi setiap tindakannya mulai memberi Flora harapan bahwa pernikahan ini, meskipun dimulai dengan kesulitan, bisa menjadi sesuatu yang berarti.

The Unexpected MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang