Pernikahan Flora dan Freya diadakan secara sederhana di kediaman keluarga Flora. Hanya dihadiri keluarga dan beberapa teman dekat, upacara itu berlangsung dengan cepat dan tanpa kemeriahan yang biasa. Flora mengenakan gaun putih sederhana, dan Freya, seperti biasanya, tampak tenang dalam balutan jas hitam. Semua tampak seperti formalitas belaka, tanpa nuansa cinta yang biasanya mengisi suasana pernikahan.Flora berdiri di depan cermin kamarnya setelah semua selesai, menatap bayangannya. Kini dia resmi menjadi istri Freya, pria yang hampir tak pernah ia kenal. Ada banyak perasaan berkecamuk dalam dirinya—takut, cemas, tapi juga sedikit lega. Setidaknya, kini semua tekanan dari luar sudah berkurang.
Pintu kamarnya terbuka perlahan, dan Freya masuk dengan santai, masih dengan wajah tenang yang sulit ditebak. "Apa kau sudah siap?"
Flora menoleh ke arah Freya, mencoba tersenyum. "Aku... aku rasa begitu."
Freya duduk di tepi tempat tidur, menatapnya sebentar sebelum berkata, "Aku tahu ini bukan awal yang ideal. Tapi... kita harus jalanin ini sebaik mungkin."
Flora mengangguk pelan. "Aku tahu. Terima kasih sudah setuju untuk menikah denganku, Freya."
Freya hanya mengangguk, lalu berdiri dan berjalan ke jendela, menatap keluar. "Kita akan punya waktu untuk saling mengenal nanti. Untuk sekarang, yang penting kita pastikan semuanya berjalan lancar. Aku akan bertanggung jawab, Flora."
Kata-kata Freya terasa dingin, tapi di balik sikap cueknya, Flora mulai bisa merasakan ada kehangatan yang samar. Freya bukan tipe pria yang menunjukkan emosinya dengan mudah, tapi dia tak pernah gagal membuat Flora merasa aman.
"Aku menghargai itu, Freya. Tapi... kau tak perlu terlalu memaksakan diri. Kalau kau merasa tertekan, kau bisa bilang padaku."
Freya menoleh, menatap Flora dengan tatapan yang sulit diartikan. "Aku tidak merasa tertekan. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Dan aku tahu kau mungkin tidak nyaman dengan ini semua, tapi kita bisa coba jalani dengan perlahan."
Flora tersenyum tipis. "Aku rasa itu ide yang bagus."
Malam itu, mereka duduk bersama di ruang tamu, mencoba berbicara lebih banyak. Freya masih tetap dengan gayanya yang santai tapi tak banyak bicara, sementara Flora berusaha memulai percakapan.
"Kau... kau kerja di mana sekarang, Freya?" tanya Flora, memecah keheningan.
Freya menatapnya sebentar sebelum menjawab. "Aku kerja di perusahaan ayahku. Mengurus divisi keuangan."
Flora mengangguk pelan. "Oh, aku tidak tahu kalau kau bekerja di sana."
"Ya, aku memang jarang bicara soal pekerjaan. Bagiku, pekerjaan itu hanya sesuatu yang harus diselesaikan," jawab Freya, nada suaranya tetap datar.
Flora merasa canggung lagi. Dia ingin mengenal Freya lebih baik, tapi pria itu begitu tertutup. Setiap kali dia berusaha membuka percakapan, Freya menjawab dengan singkat dan jelas, tanpa membuka peluang untuk berbicara lebih dalam.
"Apa kau punya hobi, Freya?" Flora bertanya lagi, mencoba mencari topik yang lebih ringan.
Freya tersenyum tipis, sebuah senyuman langka yang hanya terlihat sekejap. "Aku suka main gitar. Itu saja, tidak ada yang terlalu menarik."
Flora terkejut. Dia tidak pernah membayangkan Freya bisa bermain musik. "Gitar? Wah, aku tidak pernah tahu. Kau belajar sendiri?"
"Ya, sejak SMA," jawab Freya sambil bersandar di kursinya. "Tapi aku jarang main sekarang. Hanya sesekali kalau ada waktu."
"Kalau begitu, mungkin suatu hari nanti aku bisa mendengarmu bermain?" Flora mencoba tersenyum, berharap bisa mencairkan suasana.
Freya menatapnya sejenak, lalu mengangguk pelan. "Mungkin."
Keheningan kembali mengisi ruangan. Flora merasa aneh, duduk bersebelahan dengan pria yang kini menjadi suaminya, tapi tetap merasa jauh. Freya memang tidak menghindari tanggung jawabnya, tapi ia juga tidak berusaha terlalu keras untuk mendekatkan diri.
Namun, Flora tidak bisa menyangkal bahwa ada rasa nyaman di dekat Freya. Meskipun dia tidak romantis, ada sesuatu dalam sikap cueknya yang membuat Flora merasa aman. Dia tahu Freya akan selalu ada, meskipun tidak dengan cara yang biasa dilakukan oleh pria lain.
Malam itu, sebelum mereka masuk ke kamar masing-masing, Freya tiba-tiba berbicara lagi, suaranya pelan namun jelas. "Aku mungkin tidak tahu bagaimana cara menjadi suami yang ideal, Flora. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin."
Flora terkejut mendengar pengakuan itu. "Aku juga, Freya. Kita akan belajar bersama."
Freya menatapnya sebentar sebelum mengangguk dan berjalan menuju kamarnya. "Baiklah. Semoga kita bisa menjalani ini dengan baik."
Dan dengan itu, Freya masuk ke kamarnya, meninggalkan Flora yang masih berdiri di ruang tamu, merenungkan kata-kata suaminya yang baru. Meski tidak ada janji cinta atau ungkapan kasih sayang, Flora merasa bahwa mereka memiliki harapan. Harapan untuk saling mengerti dan menerima satu sama lain, seiring berjalannya waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unexpected Marriage
RomanceFlora, seorang gadis muda, terjebak dalam situasi sulit setelah hamil di luar nikah. Dengan dukungan ayahnya yang merupakan teman dekat dari ayah Freya, Flora dipaksa menikah dengan Freya, pria yang selama ini tidak pernah dekat dengannya. Meskipun...