Pagi itu, suasana terasa sedikit berbeda. Freya, yang biasanya cuek dan lebih suka diam, tampak lebih terlibat. Ia bahkan lebih cepat bersiap untuk pergi ke rumah sakit bersama Flora. Meskipun tak ada kalimat manis yang keluar dari mulutnya, Flora dapat merasakan perubahan kecil itu, dan itu sudah cukup baginya.Ketika mereka tiba di klinik, Freya langsung mengambil nomor antrian dan duduk di samping Flora. Kali ini, tak ada tatapan hampa seperti biasa. Freya menatap layar monitor yang menampilkan nomor panggilan dengan cukup fokus, seolah tak ingin melewatkan giliran mereka.
"Freya, kau yakin ingin ikut masuk lagi ke ruang pemeriksaan?" tanya Flora sambil menoleh ke arahnya.
Freya hanya mengangguk singkat. "Kenapa tidak? Aku ingin tahu perkembangan anak kita."
Flora tersenyum kecil. Setiap kali Freya menyebut bayi mereka sebagai 'anak kita,' hatinya berdebar sedikit lebih cepat. Kata-kata itu mungkin sederhana, tapi dari mulut Freya, itu berarti besar.
Setelah beberapa saat, mereka dipanggil masuk ke ruang pemeriksaan. Dokter menyambut mereka dengan senyum ramah dan mempersilakan Flora berbaring di tempat tidur. Freya, seperti biasa, berdiri di samping, menatap layar USG dengan ekspresi serius namun tenang.
"Gimana kondisinya, Dok?" tanya Freya, suaranya terdengar datar, tapi penuh perhatian.
Dokter tersenyum sambil mengarahkan alat USG ke perut Flora. "Bayi ini sehat. Denyut jantungnya normal, dan pertumbuhannya juga baik."
Flora menarik napas lega, sementara Freya, yang tetap diam, hanya mengangguk kecil. Matanya tidak lepas dari layar, menatap bayangan hitam putih yang bergerak-gerak di sana.
"Ini... wajahnya, kan?" tanya Freya, suaranya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Dokter mengangguk sambil tersenyum. "Betul. Sudah bisa kita lihat dengan lebih jelas sekarang."
Freya terdiam. Mata cokelatnya tetap tertuju pada layar. Meskipun wajahnya tidak menunjukkan banyak ekspresi, Flora tahu Freya merasakan sesuatu yang dalam. Freya mungkin bukan tipe pria yang mengungkapkan emosinya dengan kata-kata, tapi tindakan dan tatapannya sekarang sudah lebih dari cukup bagi Flora untuk mengerti.
Setelah pemeriksaan selesai, mereka keluar dari ruang dokter dengan langkah yang lebih ringan. Di dalam mobil, dalam perjalanan pulang, Freya tiba-tiba berbicara tanpa Flora sangka-sangka.
"Flora..." suaranya datar, seperti biasa. "Apakah kau takut? Maksudku... tentang semua ini."
Flora menatap Freya dengan bingung. "Takut? Kau maksud tentang bayi ini?"
Freya mengangguk, masih menatap lurus ke jalan. "Ya. Kehidupan kita akan berubah. Kau mungkin harus menghadapi banyak hal... lebih dari yang kau bayangkan."
Flora tersenyum kecil. "Aku takut, Freya. Tapi aku juga merasa lebih kuat karena ada kau di sampingku."
Freya terdiam. Ia tidak langsung merespon, tapi Flora tahu bahwa itu sudah cukup sebagai jawaban. Freya tidak butuh kata-kata banyak untuk membuat Flora merasa didukung.
Sesampainya di rumah, Freya langsung pergi ke ruang kerja, seperti kebiasaannya. Flora duduk di sofa, mencoba mencerna percakapan singkat mereka di mobil. Freya memang tidak pernah menjadi orang yang terlalu terbuka, tapi Flora bisa merasakan bahwa di balik sikap cueknya, Freya mulai peduli.
Saat malam tiba, Flora menyiapkan makan malam seperti biasa. Ia menata piring dan sendok dengan tenang, menunggu Freya keluar dari ruang kerjanya. Namun, yang membuat Flora terkejut, Freya kali ini keluar lebih awal.
"Kau lapar?" tanya Flora saat Freya duduk di meja makan.
Freya mengangguk. "Sedikit. Apa yang kau masak hari ini?"
"Sup ayam," jawab Flora sambil menyajikan mangkuk sup hangat. "Aku pikir ini baik untukku dan juga bayi kita."
Freya diam sejenak, menatap mangkuk sup di depannya. "Kau benar-benar memikirkan semuanya, ya."
Flora tersenyum kecil. "Aku mencoba melakukan yang terbaik."
Freya hanya mengangguk, lalu mulai makan. Suasana makan malam kali ini terasa berbeda. Freya yang biasanya hanya makan dengan tenang dan cepat, kini terlihat lebih santai. Ada keheningan, tapi tidak lagi canggung. Flora merasa bahwa keheningan itu adalah bentuk kebersamaan yang baru bagi mereka.
Setelah makan malam selesai, Freya mendadak berbicara lagi. "Aku tahu aku belum banyak bicara tentang masa depan kita... tentang bagaimana kita akan membesarkan anak ini."
Flora menatap Freya dengan penuh perhatian. "Apa yang kau pikirkan?"
Freya menghela napas pelan. "Aku... masih belajar. Mungkin aku tidak akan jadi ayah yang sempurna, tapi aku ingin mencoba. Aku ingin memastikan kau dan bayi ini punya hidup yang baik."
Kata-kata Freya membuat hati Flora hangat. Ia tahu Freya bukan tipe pria yang akan dengan mudah mengumbar janji manis, tapi saat Freya berkata seperti itu, Flora tahu ia serius.
"Freya, aku tahu kau akan jadi ayah yang baik," ujar Flora dengan lembut. "Dan kita bisa belajar bersama. Aku juga tidak tahu bagaimana caranya jadi ibu yang baik, tapi aku akan berusaha."
Freya menatap Flora dengan tatapan dalam. "Aku senang mendengarnya."
Mereka duduk di sana, saling memandang tanpa perlu kata-kata lebih lanjut. Di balik sikap dingin dan cuek Freya, Flora tahu bahwa pria itu peduli. Mungkin caranya tidak konvensional, tapi itu justru membuat Freya semakin istimewa di matanya.
Saat malam semakin larut, Freya berdiri dari kursinya. "Aku akan tidur lebih awal malam ini."
Flora mengangguk. "Baik. Selamat malam, Freya."
"Selamat malam, Flora."
Malam itu, Flora tidur dengan perasaan damai. Meski perjalanan mereka masih panjang, ia merasa ada kemajuan. Hubungan mereka mungkin belum sempurna, tapi sedikit demi sedikit, Freya mulai membuka dirinya, dan Flora siap menunggu, seberapa lama pun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unexpected Marriage
RomanceFlora, seorang gadis muda, terjebak dalam situasi sulit setelah hamil di luar nikah. Dengan dukungan ayahnya yang merupakan teman dekat dari ayah Freya, Flora dipaksa menikah dengan Freya, pria yang selama ini tidak pernah dekat dengannya. Meskipun...