Hari-hari pertama setelah pernikahan Flora dan Freya berjalan datar, penuh dengan keheningan dan interaksi formal. Mereka menjalani hidup seperti teman sekamar yang tidak terlalu akrab. Setiap kali mereka bicara, percakapannya hanya seputar hal-hal dasar: makanan, pekerjaan, atau jadwal periksa kandungan Flora.Suatu sore, ketika Flora sedang duduk di ruang tamu sambil membaca buku, Freya tiba-tiba datang menghampirinya. Pria itu membawa gitar akustik, yang membuat Flora terkejut.
"Kau ingat waktu kau bilang ingin dengar aku main gitar?" Freya duduk di seberang Flora, dengan ekspresi tenangnya yang khas.
Flora mengangguk, meski sedikit bingung. "Ya, aku ingat. Kau... mau main sekarang?"
Freya hanya mengangguk pelan, lalu mulai menyetem gitarnya dengan tenang. Suasana di ruang tamu yang tadinya sunyi perlahan berubah saat suara gitar mulai terdengar. Jari-jari Freya bergerak lincah di atas senar, menghasilkan melodi lembut yang mengisi udara dengan kedamaian.
Flora terpesona. Ia tidak menyangka Freya bisa bermain seindah ini. "Kau benar-benar pandai," ucap Flora pelan, seolah takut merusak momen itu.
Freya tersenyum tipis, masih tanpa memandang Flora. "Hanya main-main aja."
Mereka duduk dalam keheningan yang nyaman. Flora merasakan ada sesuatu yang berbeda hari ini. Freya tidak banyak bicara, tapi kali ini dia menunjukkan sesuatu yang lebih pribadi. Flora merasa Freya mulai membuka diri, meski sedikit demi sedikit.
"Kau suka lagu-lagu tertentu?" Freya bertanya tiba-tiba, tanpa mengalihkan pandangan dari gitarnya.
Flora terdiam sejenak, berpikir. "Aku... tidak terlalu mengikuti musik. Tapi aku suka lagu-lagu yang tenang, seperti yang kau mainkan tadi."
Freya mengangguk, terus memainkan gitar dengan nada yang lebih lambat. "Lagu-lagu seperti ini bisa bikin orang tenang. Aku suka main gitar untuk menghilangkan stres."
Flora memperhatikan Freya dengan lebih seksama. Untuk pertama kalinya, ia merasa Freya sedang mencoba lebih dekat dengannya, dengan caranya yang unik. Meskipun Freya masih terlihat cuek, ada perhatian kecil yang mulai terlihat dari sikapnya.
"Freya... aku ingin bilang terima kasih," kata Flora pelan.
Freya menghentikan permainannya dan menatap Flora dengan ekspresi bingung. "Untuk apa?"
"Untuk... semuanya," Flora tersenyum, meski sedikit gugup. "Untuk mau menikah denganku meski kau tidak harus. Untuk tetap ada di sini, mendukungku."
Freya menatap Flora sebentar, lalu menghela napas panjang. "Aku sudah bilang, Flora, kita lakukan ini bersama. Aku mungkin terlihat cuek, tapi aku tidak akan lari dari tanggung jawabku."
Flora merasa lega mendengar kata-kata itu. Meskipun Freya tidak mengucapkannya dengan nada manis, ada ketulusan di balik sikapnya yang dingin.
"Kau orang yang baik, Freya," bisik Flora.
Freya hanya mengangkat bahu. "Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik."
Suasana kembali hening, tapi kali ini keheningan itu tidak lagi canggung. Ada perasaan saling memahami yang perlahan tumbuh di antara mereka, meskipun tanpa banyak kata-kata.
Beberapa hari kemudian, mereka pergi bersama ke dokter kandungan untuk memeriksakan kondisi bayi. Flora merasa gugup, meski ini bukan pertama kalinya dia periksa. Namun, kali ini berbeda. Freya ada di sampingnya, dan meskipun pria itu tidak menunjukkan banyak emosi, kehadirannya membuat Flora merasa lebih kuat.
"Bagaimana rasanya?" tanya Freya tiba-tiba ketika mereka sedang menunggu di ruang tunggu klinik.
Flora menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"
"Kehamilan," jawab Freya, matanya tetap lurus menatap ke depan. "Apa kau merasa berbeda sekarang?"
Flora tersenyum tipis. "Rasanya... campur aduk. Kadang aku merasa sangat bahagia, tapi kadang juga merasa takut. Aku khawatir tentang masa depan anak ini."
Freya mengangguk pelan, masih dengan tatapan kosongnya. "Kau tidak sendirian. Kita bisa jalani ini bersama."
Meskipun kata-katanya terdengar datar, Flora tahu bahwa Freya benar-benar serius. Pria itu mungkin tidak banyak bicara, tapi setiap kata yang diucapkannya selalu penuh makna.
Saat mereka dipanggil masuk, Freya ikut menemani Flora ke dalam ruang pemeriksaan. Dokter mulai memeriksa kandungan Flora dengan mesin USG, memperlihatkan gambar hitam putih di layar. Saat itu, Freya untuk pertama kalinya menatap layar itu dengan tatapan yang lebih lembut.
"Lihat, ini anak kita," bisik Flora sambil tersenyum.
Freya hanya mengangguk pelan, tatapannya terpaku pada layar. Meski dia tidak berkata apa-apa, Flora bisa merasakan ada sesuatu yang berubah dalam diri Freya. Mungkin untuk pertama kalinya, Freya benar-benar merasa terhubung dengan bayi yang sedang mereka nantikan.
Saat mereka keluar dari klinik, suasana di antara mereka terasa lebih hangat. Flora merasa lebih lega, sementara Freya tetap tenang seperti biasanya, tapi kali ini dengan sedikit senyum di wajahnya.
"Freya," panggil Flora ketika mereka berjalan menuju mobil. "Aku senang kau ada di sini."
Freya menoleh, lalu tersenyum tipis. "Aku juga senang bisa ada di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unexpected Marriage
RomanceFlora, seorang gadis muda, terjebak dalam situasi sulit setelah hamil di luar nikah. Dengan dukungan ayahnya yang merupakan teman dekat dari ayah Freya, Flora dipaksa menikah dengan Freya, pria yang selama ini tidak pernah dekat dengannya. Meskipun...