Waktu terus berjalan, dan malam yang telah dinanti-nanti akhirnya tiba. Flora terbangun di tengah malam dengan rasa sakit yang luar biasa di perutnya. Dia tahu, inilah saatnya. Dengan tangan gemetar, dia mengulurkan tangan ke samping tempat tidur dan meraih ponselnya."Freya...," suara Flora terdengar lemah namun penuh kepanikan saat dia menelepon Freya yang berada di kamar sebelah.
Freya yang selalu tidur nyenyak, kali ini langsung terjaga begitu mendengar nada serius dari Flora. Ia segera bergegas ke kamar Flora tanpa bertanya lebih dulu. Begitu membuka pintu, ia melihat Flora yang duduk di tepi tempat tidur dengan wajah menahan rasa sakit.
"Apa yang terjadi?" tanya Freya sambil mendekat dan memegang bahu Flora.
"Sakit... sepertinya sudah waktunya, Freya,"
jawab Flora sambil menatap Freya dengan wajah pucat.Freya tak mengatakan sepatah kata pun, tapi gerakannya cepat dan sigap. Dia mengambil tas rumah sakit yang sudah mereka siapkan sejak beberapa minggu lalu, kemudian membantu Flora berdiri dengan hati-hati. "Kita ke rumah sakit sekarang," ucap Freya dengan nada tenang, namun ada urgensi dalam suaranya.
Mereka sampai di rumah sakit tak lama kemudian, dan Flora segera dibawa ke ruang persalinan. Freya tetap di sampingnya sepanjang waktu, meskipun ia tidak terbiasa dengan situasi seperti ini. Keheningannya yang biasa kali ini terasa lebih menenangkan bagi Flora, seolah Freya menjadi jangkar di tengah badai yang sedang ia hadapi.
Proses persalinan berlangsung selama beberapa jam, dan pada akhirnya, tangisan pertama bayi perempuan mereka, Shasa, terdengar memenuhi ruangan. Flora merasa lega sekaligus emosional saat bayi itu diletakkan di pelukannya. Freya, yang berdiri di sampingnya, menatap bayi kecil itu dengan ekspresi datar namun penuh makna.
Flora tersenyum lemah sambil menatap bayi yang tertidur di pelukannya. "Ini dia... anak kita, Freya," ucapnya lirih, air mata kebahagiaan tak terbendung.
Freya mengangguk pelan, kemudian dengan hati-hati mengulurkan tangan untuk menyentuh pipi kecil Shasa. "Dia... sempurna," gumamnya pelan, meskipun suaranya terdengar serak.
Flora merasa hatinya penuh. Di saat-saat seperti ini, meskipun Freya tidak pernah mengatakan apa yang ia rasakan dengan jelas, kehadirannya sudah lebih dari cukup. Cara Freya memperhatikan Shasa, bagaimana ia dengan hati-hati menyentuh bayi itu, menunjukkan bahwa Freya sudah menerima Shasa sepenuhnya, tanpa ragu.
Beberapa hari kemudian, Flora dan Shasa akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah. Freya yang biasanya tidak banyak terlibat dalam hal-hal kecil, kali ini terlibat penuh—menyiapkan tempat tidur bayi, memastikan rumah dalam kondisi siap menyambut mereka, dan bahkan belajar cara mengganti popok.
Satu malam, ketika Shasa menangis di tengah malam, Flora yang kelelahan hampir bangun dari tempat tidur untuk menenangkannya, namun sebelum ia bisa bergerak, Freya sudah lebih dulu ke kamar bayi.
Flora mendengar langkah kaki Freya yang tenang saat ia mengambil Shasa dari tempat tidurnya dan menenangkannya. Flora tersenyum sendiri. Freya mungkin tidak pernah berbicara banyak soal bagaimana perasaannya tentang menjadi ayah, tapi tindakan-tindakannya selalu bicara lebih keras dari kata-kata.
Ketika Freya kembali ke kamar mereka setelah menidurkan Shasa, Flora menatapnya dengan mata penuh terima kasih.
"Terima kasih, Freya," bisik Flora.
Freya hanya mengangguk, lalu berbaring di sebelah Flora tanpa berkata apa-apa lagi. Namun, Flora tahu, meskipun Freya tidak menunjukkan perasaannya dengan cara yang biasa, ada kehangatan dan perhatian dalam setiap tindakannya.
Hari-hari mereka sebagai orang tua baru dimulai dengan banyak tantangan. Flora sering kali merasa kewalahan dengan tanggung jawab yang datang dengan merawat bayi, tapi setiap kali ia merasa tak mampu, Freya selalu ada untuk membantunya, meskipun tanpa banyak bicara.
Suatu sore, setelah Shasa tertidur, Flora dan Freya duduk di ruang tamu menikmati keheningan yang langka. Flora menatap Freya dengan rasa syukur yang mendalam.
"Freya," kata Flora tiba-tiba, memecah keheningan. "Aku tahu aku sudah mengatakan ini berkali-kali, tapi... terima kasih. Terima kasih karena selalu ada untukku dan Shasa."
Freya menatap Flora sebentar, kemudian mengangguk. "Aku sudah bilang, Flora. Aku di sini bukan karena terpaksa."
Flora tersenyum kecil. "Tapi tetap saja, kau bisa saja memilih jalan yang lain. Kau bisa memilih untuk pergi, tapi kau tidak melakukannya."
Freya memandang Flora dengan serius. "Aku tidak pernah berpikir untuk pergi. Sejak awal, ini adalah pilihan yang aku buat. Dan sekarang, dengan Shasa di sini... itu hanya membuatku semakin yakin."
Flora terdiam sejenak, terharu mendengar kata-kata Freya yang sederhana tapi penuh makna. "Kau tahu, Freya... aku dulu berpikir kita tidak akan pernah bisa jadi keluarga sungguhan. Tapi sekarang... aku merasa kita benar-benar seperti keluarga."
Freya tersenyum tipis, sebuah senyuman langka yang jarang ia tunjukkan. "Aku juga merasa begitu."
Mereka duduk dalam keheningan, tapi keheningan itu bukan lagi karena jarak atau ketidaknyamanan. Itu adalah keheningan yang nyaman, di mana mereka berdua tahu bahwa, meskipun perjalanan ini dimulai dengan kebingungan dan paksaan, kini mereka telah menemukan tempat mereka—di samping satu sama lain, bersama-sama membesarkan Shasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unexpected Marriage
RomanceFlora, seorang gadis muda, terjebak dalam situasi sulit setelah hamil di luar nikah. Dengan dukungan ayahnya yang merupakan teman dekat dari ayah Freya, Flora dipaksa menikah dengan Freya, pria yang selama ini tidak pernah dekat dengannya. Meskipun...