Happy reading all
Tandai typo, vote-nya, terima kasih :)
------------------------
Menatap pantulan bayanganku di kaca tengah mobil, tersenyum setelahnya, penampilanku nampak sempurna. Aku yakin ketika Ivy melihatku nanti, dia akan lebih tergila-gila padaku, dengan itu aku lebih mudah untuk menjebaknya. Aku harus bisa mengundangnya datang ke Ritz Carlton. Keluar dari dalam mobil, aku menghampiri pagar rumah Ivy yang nampak sederhana. Mengerutkan dahi sesaat sembari menatap gembok pagar, bagaimana caranya aku memberitau Ivy aku berada di depan rumahnya? Astaga, aku kan punya nomornya yang aku dapatkan dari David. Merutuk pelan, tanganku meraih ponsel didalam saku celana. Jariku langsung menyentuh icon telepon di samping foto profil Ivy.
"Yeoboseyo, Ivy-ssi," ucapku didalam telepon ketika Ivy menerima teleponku.
"Oppa?" Suaranya terdengar terkejut diujung sana. "Oppa kok bisa tau nomorku?"
Aku mengulum senyum tanpa sadar. "Aku tau nomormu dari David-ssi, oh ya, aku sekarang berada di depan rumahmu," beritauku kemudian.
"Aigo!" pekik Ivy, kemudian aku mendengar suara langkah kaki dan suara pintu di buka. Mungkin dia hendak keluar. "Tunggu sebentar Oppa," lanjutnya.
Aku mengangguk. Tak lama aku melihat pintu depan terbuka, memperlihatkan sosok Ivy dengan muka bantalnya, ia memakai dress tidur bermotif bunga membuatnya terlihat seperti wanita dewasa yang sudah bersuami, apa lagi rambut panjangnya dikuncir cepol asal-asalan. Meneguk ludah, melihatnya dalam keadaan seperti itu membuatku terpaku. Astaga, dia nampak seksi dengan pakaian itu. Tunggu, tunggu, mengapa aku memujinya seksi? Tidak, ini tidak benar. Taewon harus fokus. Aku tidak mungkin tertarik padanya, seharusnya dia yang tertarik padaku. Iya harusnya seperti itu. Ivy berjalan mendekat, ia membuka gembok pagar, kemudian mempersilakan aku masuk.
Mana kala aku berjalan melewatinya, aku mencium aroma tubuhnya yang membuatku hampir hilang fokus. Ok, ok sepertinya ada yang bermasalah padaku. Mungkin setelah ini aku harus pergi ke rumah sakit untuk mengecek kewarasanku. Ivy berbalik menghadapku, ia menegurku dengan suaranya yang halus, "Oppa tau rumahku dari mana?" tanyanya.
Aku berdehem sejenak, kemudian memasang senyuman memikatku. "Aku tau dari David-ssi, dia menyimpan data pribadimu," tuturku.
Ivy mengangguk paham. "Mari masuk, Oppa," katanya sembari berjalan mendahuluiku.
Aku menukikkan alis, bagaimana mungkin Ivy tidak menatapku sama sekali? Bisa dihitung jari, dia menatapku tidak sampai dari lima detik, ini konyol. Dia tidak mungkin tidak tertarik padaku, kan? Pertemuan pertama kemarin aku yakin betul dia memiliki rasa tertarik padaku, aku bisa melihatnya dari sepasang matanya itu tetapi mengapa setelahnya ia terlihat enggan dan cenderung menjaga jarak dariku? Apa mungkin benar kata David dia tidak tertarik padaku? Atau dia bukanlah gadis sembarangan yang mau dengan lelaki random yang dia temui? Ini sangat membingungkan, mana kala kakiku hendak melangkah mengikutinya, satu pikiran tercetus di kepalaku. Ah, mungkin karena itu, di Indonesia kebanyakan orangnya masih mengikuti budaya timur, jadi mereka berdekatan dengan pria tidak bisa secepat itu, apa lagi baru bertemu langsung pergi ke hotel.
Mengangguk pelan, aku tau harus bersikap seperti apa. "Nee, Ivy-ssi," jawabku ketika Ivy menegurku, memintaku untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Mianhaeyo, Oppa, aku belum bersiap-siap, apa Oppa tidak apa-apa menungguku sebentar?" sesal Ivy menatapku tidak enak.
Menggeleng pelan aku menjawab, "Tidak apa-apa, Ivy-ssi, seharusnya aku yang minta maaf karena tidak memberitaumu jam berapa aku menjemputmu."
"Jangan memanggilku dengan panggilan formal seperti itu Oppa, panggil saja Ivy-ya," pintanya dengan ekspresi yang nampak menggemaskan dimataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Kegelapan, Beautiful Darkness
General FictionKetampanan, kekayaan, ketenaran, kesuksesan semua itu telah menjadi milikku. Siapa yang tak mengenalku? Siapa yang tak menginginkan aku? Rasanya tidak ada, semua bisa aku dapatkan. Para gadis rela melemparkan tubuhnya untukku secara cuma-cuma, para...