𝓒𝓱𝓪𝓹𝓽𝓮𝓻 5 - 𝓒𝓵𝓸𝓼𝓮

833 70 7
                                    

Sejak kepulangannya ke Indonesia, Jenna belum pernah keluar rumah sama sekali, rasanya masih sangat kesal dengan kenyataan yang harus ia terima saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kepulangannya ke Indonesia, Jenna belum pernah keluar rumah sama sekali, rasanya masih sangat kesal dengan kenyataan yang harus ia terima saat ini. Interaksinya dengan Ejaz juga tidak baik, meskipun Ejaz selalu bersikap baik padanya.

Jenna merasa bosan dengan rutinitas pasif seperti yang ia lakukan saat ini, tidak ada kegiatan lain, selain berenang, membaca buku, dan menonton.

Rumahnya juga sering sepi karena selain suaminya setiap hari bekerja, belakangan ini Theo dan Estha juga sering bolak balik ke Singapore, padahal setahu Jenna, anak perusahaan milik keluarganya yang ada di Asia hanya ada di Korea, selebihnya berada di Benua lain.

Dua minggu menyandang status sebagai seorang istri, tidak lantas membuat Jenna bersedia menjalankan kewajibannya. Dia masih merasa asing pada suaminya. Meski tidur satu kamar, tidak pernah sekalipun Ejaz menyentuh ranjang Jenna. Ejaz selalu tidur sofa, atau di bawah.

"Jaz, lo nggak mau ceraikan gue aja? Dari pada lo tertekan punya istri kayak gue."

"Nggak, kenapa harus bercerai?" jawab Ejaz yang masih sibuk dengan laptopnya.

"Perbedaan kita jauh Jaz... emang lo nggak bosen tidur di sofa atau di bawah terus?"

"Apa yang membedakan? Sama-sama manusia. Lagian, saat aku mondok dulu juga tidurnya di lantai Jenna... jadi bukan hal yang harus dipermasalahkan." jawab Ejaz santai.

"Ck... nyebelin banget sih... gue tuh masih punya cowok disana Ejaz, gue bilang ke dia hanya sebulan di Indonesia, itu artinya dua minggu lagi gue harus balik ke California."

"Kenapa harus bingung? Harusnya kamu tahu apa yang seharusnya kamu lakukan Jenna... akhiri hubungan kalian." lagi-lagi Ejaz menjawabnya enteng.

"Enak aja nyuruh-nyuruh gue putus. Siapa lo?"

"Suami kamu. Aku berhak meminta itu sama kamu."

"Gue nggak pernah minta lo jadi suami gue. Niat gue balik ke Indonesia ya karena papa dan mama yang minta. Kalau tahu tujuannya untuk dinikahin sama lo yang sama sekali nggak gue kenal, gue nggak akan pulang." oceh Jenna.

Mendengar Jenna yang sedari tadi terus mengoceh, membuat Ejaz meletakkan laptopnya dan beranjak dari duduknya mendekati Jenna.

"Mau ngapain lo? Awas jangan deket-deket!" ucap Jenna panik ketika Ejaz mendekatinya.

Masih belum ada jawaban dari Ejaz, Ejaz justru semakin memangkas jarak hingga hanya menyisakan beberapa senti saja.

"Ejaz... lo ngapain sih? Minggir nggak?" Jenna berusaha mendorong tubuh Ejaz yang kini hampir mengukungnya.

"Ternyata gini wajah istriku kalau dilihat dari deket? Cantik." ucap Ejaz memuji, ia menyentuh wajah Jenna. Dari kening, menuju mata, lalu hidung, dan terakhir bibir Jenna.

"Sepertinya rasanya manis." Ejaz menjilat jempol tangannya yang baru saja digunakan untuk menyentuh bibir Jenna.

"EJAZZ!... kalau lo nggak mundur, gue teriak. Nggak usah macem-macem lo!" Jenna benar-benar panik atas tindakan aneh Ejaz. Selama dua minggu menjadi istrinya, baru kali ini Ejaz berani mendekati Jenna sedekat itu.

𝑻𝒆𝒎𝒂𝒏 𝑺𝒆𝒌𝒂𝒎𝒂𝒓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang