Hari ini Ejaz tidak berangkat ke kampus karena setelah sholat subuh tadi, ia sempat pingsan. Dan baru saja, Estha memanggil dokter keluarga untuk datang ke rumahnya.
Jenna semakin merasa takut ketika melihat tubuh tinggi itu terkulai di hadapannya. Perasaannya berkecamuk, rasa bersalah dan panik berbaur menciptakan ketakutan yang mendalam. Ingatannya kembali berputar di antara kenangan menyakitkan yang selalu hadir saat ia melihat seseorang yang sakit.
Pria yang baru ia kenal 2 minggu terakhir ini terbaring lemah di atas tempat tidurnya, sedangkan Jenna, duduk termenung memeluk dirinya yang terus merasa bersalah.
"Sayang... sudah ya... jangan takut lagi, suami kamu sudah diperiksa sama dokter, sudah diberi obat juga." ujar Estha coba menenangkan putrinya.
Estha tahu betul, apa yang putrinya alami ini bagian dari rasa trauma. Namun, Jenna berulang kali menolak jika Estha mengajaknya untuk berobat. Terlebih, bertahun-tahun Jenna tinggal di California, hal itu menjadi salah satu faktor yang membuat Jenna terus berada dalam bayang-bayang rasa sakit saudara kembarnya.
Lantas, bagaimana ketika dirinya sendiri sakit? Jenna merasa jauh lebih baik dibanding harus melihat orang lain yang sakit, terlebih orang-orang yang berada di sekitarnya.
"Ma... tapi Jenna takut... Ejaz seperti itu gara-gara Jenna..." ucapnya dengan suara bergetar.
"Jenna..." suara lirih itu berasal dari pria yang berada di atas ranjang.
Estha yang paham segera keluar dari kamar Jenna untuk memberikan ruang pada putri dan menantunya.
"Jenna, aku boleh minta tolong?" panggil Ejaz sekali lagi dengan suara lirih.
Jenna yang semula takut mendekat segera bangkit dari duduknya. Ia berusaha melawan rasa takutnya agar Ejaz tidak mengetahuinya.
"Minta tolong apa?" tanya Jenna datar.
"Aku haus, harusnya aku bisa ambil sendiri, tapi perutku sangat nyeri untuk bergerak." pekik Ejaz.
"Ke rumah sakit aja ya, kalau masih sakit? Pasti obat dokter Anton nggak mempan kan?"
"Jenna... aku mau minum, bukan mau ke rumah sakit. Lagi pula aku belum minum obat dokter Anton sama sekali. Boleh ya, aku minta tolong ambilkan minum dan obatnya." pinta Ejaz.
Jenna mengangguk, lalu menuju dapur untuk mengambilkan minum.
"Ini mama sudah buat bubur, tidak semua obat diminum sebelum makan, beberapa obat lainnya ada juga yang diminum setelah makan, jadi nanti kasih ini ke suami kamu." ucap Estha memberi nampan berisi semangkuk bubur dan telur. Jenna juga membawakan segelas air putih dan secangkir teh hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑻𝒆𝒎𝒂𝒏 𝑺𝒆𝒌𝒂𝒎𝒂𝒓
Romance𝑾𝒓𝒊𝒕𝒕𝒆𝒏 𝒃𝒚 𝑭𝒂𝒓𝒂 𝑹𝒂𝒎𝒂𝒅𝒉𝒂𝒏𝒊 𝑫𝒆𝒔𝒊𝒈𝒏 𝒄𝒐𝒗𝒆𝒓 : 𝑹𝒊𝒅𝒂 𝑮𝒓𝒂𝒑𝒉𝒊𝒄 🌞🌞🌞 "𝑀𝑒𝑛𝑖𝑘𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑢 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑒𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑢𝑒 𝑐𝑖𝑛𝑡𝑎𝑖, 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑦𝑎...