15. (...) punishment in the warrior phase

15 2 2
                                    

Ke empat lelaki dengan empat pengawas kini sedang menunggu kereta tiba. Bevan, Theo, Ken dan juga Steve berdiri bersejajar dengan kedua tangannya yang di borgol, dan memiliki masing-masing satu pengawas di belakangnya. Kereta pun melewati mereka dengan lajunya yang sangat cepat, itu bukan kereta mereka. Setelah kereta itu lewat, datanglah Keivel bersama dengan satu pengawasnya. Kerah baju bagian leher belakangnya di tarik oleh pengawas tersebut. Tubuhnya terlihat sangat lemas, wajahnya pucat, tatapan matanya sayu. Keivel telah di bebaskan dari hukuman bisu itu atau biasa disebut mute.

Tak seperti biasanya yang terlihat gagah, tegas dan juga memiliki tatapannya yang sinis. Kali ini, Keivel sangat tidak bertenaga dan harus memaksakan diri untuk mengikuti tes sebagai hukuman perkelompok.

Bevan, Theo, Steve dan Ken menoleh ke arah belakang, bahkan Ken baru saja sadarkan diri dan harus mengikuti tes. Mereka dengan cepat berlari ke arah Keivel, namun para pengawas itu segera menahannya. Tidak ada cara lagi yang bisa mereka lakukan, sampai akhirnya kereta pun datang. Bevan terus menoleh ke arah Keivel, perasaannya sangat menggebu menahan emosinya dengan para pengawas itu.

Keivel yang sadar hanya mengangguk melihat Bevan. Tepat kereta tersebut berhenti, Steve yang sedari tadi memperhatikan Bevan menyikut lengan Bevan menyadarkannya bahwa pintu kereta telah terbuka.

Mereka berlima memasuki kereta itu, Keivel berjalan dengan sangat lambat tapi masih berusaha untuk secepat mungkin untuk masuk ke dalam kereta dengan di seret oleh pengawasnya. Pengawas itu, tetap menarik belakang kerah bagian leher Keivel. Bahkan Bevan tengah menahan tangisannya, Ken, Steve dan Theo juga sangat kesal melihat perbuatan pengawas itu terhadap Keivel. Kemudian, saat mereka sudah duduk, tangan yang sebelumnya terborgol itu dilepaskan oleh pengawas mereka masing-masing. Dan sekarang, tangan mereka bebas.

Pintu gerbong di buka dan menampilkan Keivel yang baru saja masuk, Keivel dengan langkah cepatnya menghampiri teman-temannya dan mereka semua memeluk Keivel. Tangisan Bevan pecah, ia terus menyalahkan dirinya sendiri.

"Ini salahku.."

Keivel meresponnya dengan gelengan kepalanya, Steve menepuk pundak Bevan dan mengusapnya. Theo yang melihatnya, tersenyum dengan tipis, ia merasakan hal yang berbeda saat bersama teman sekamarnya ini. Perasaan nyaman dan ingin melindungi. Temannya yang kali ini seperti spesial baginya, Ken merangkul Theo, dan senyumnya merekah kepada teman-temannya itu.

"Jelek sekali kau Bevan" Keivel merespon dengan sedikit tertawa mengarah pada Bevan, Bevan yang awalnya menangis, mendadak berhenti. Taklama Keivel menggerakkan tubuhnya dengan sangat lancar.

"Haa akhirnya, lucu sekali kalian. Aku hanya berpura-pura. Tubuhku sebenarnya tidak kaku ahaha" tawa Keivel lepas, sedangkan ke empat temannya hanya memandangnya dengan datar.

Bevan menghampirinya dan mengancang-ancang ingin menggigit Keivel.

"AHAHA BEVAN NANGIS JELEK BANGET" ledek Keivel yang membuat Bevan ingin menghantamnya sekarang juga. Untung saja kelima pengawas itu berada di gerbong yang berbeda.

"Akting mu bagus juga Keivel, sekali lagi kau begitu, aku tidak akan mempercayaimu lagi, pembohong" ucap Theo, mereka meresponnya dengan tawa.

"Jadi, sekarang kita kemana?" Tanya Ken, Keivel menggidikkan bahunya. Bevan reflek melihat ke arah jendela.

"Kita belum masuk terowongan juga, biasanya setelah keluar dari terowongan, kita sudah berada di tempat yang berbeda" jawab Bevan, dengan penglihatannya yang masih ke luar jendela.

"Seperti portal yang berpindah tempat. Bagaimana bisa? lelah sekali memikirkannya. Sangat tidak masuk akal" sambung Steve, ia menggelengkan kepalanya dan menyilangkan lengannya.

OBEDIENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang