CHAPTER TWELVE

466 123 32
                                    

Titan dapat merasakan tangan Brennan meraih lengan atasnya dan menariknya pelan. Telinganya juga menangkap suara sayup-sayup yang dia yakini merupakan suara sang atlet. Tetapi semua itu dia abaikan, karena di hadapannya berdiri seseorang yang sangat Titan harapkan untuk menghilang dari muka bumi.

Pria yang sampai sekarang belum Titan ceraikan dan masih menyandang status sebagai suaminya itu menatapnya hangat. Pada bibir pria itu, terdapat senyum lebar yang membuat matanya ikut tersenyum.

"Hi, Sunshine."

Sapaan dari si brengsek di hadapannya itu membuat mulut Titan menganga tidak percaya. Melihat wajah sumringah pria di depannya itu membuat Titan ingin melayangkan tinjuan pada wajah tampannya.

"Titan, let's go."

Fokusnya yang sedari tadi tertuju pada Askara membuat Titan tersentak begitu Brennan menarik tangannya sedikit lebih kuat dari sebelumnya. Dia buru-buru menolehkan kepalanya ke samping dan menatap Brennan.

"Ayo kita pergi, Titan," ulang Brennan untuk yang kedua kalinya.

Telinga Titan menangkap decakan tidak suka yang keluar dari mulut Askara, yang membuatnya dengan cepat menoleh ke arah sang pria. Raut hangat dan senyum lebar Askara telah hilang dari muka bodoh pria itu. Sekarang, hanya ada tatapan tidak suka dan dahi memberengut.

Titan kembali menatap Brennan. Dia menaikkan ujung bibirnya hingga menciptakan sebuah senyuman. Tangannya bergerak untuk menggenggam pergelangan tangan Brennan dan dengan perlahan Titan menurunkan tangan pria itu dari bahunya. "You go first."

Brennan menggelengkan kepalanya. "Just leave him, Titan. Sebentar lagi jam empat, kamu harus berada di studio untuk rehearsal."

Askara kembali bercedak yang membuat Titan kembali menoleh ke arah pria itu dan menatapnya dengan tatapan malas, sebelum akhirnya kembali menatap Brennan dan tersenyum. "Beri aku sepuluh menit, oke? Setelah itu kita akan bertemu di lobi dan pergi ke studio. Ada hal yang harus aku selesai dengannya."

"Tapi—"

Titan menggeleng, membuat Brennan langsung menghentikan perkataannya. Pria itu menatap Titan untuk beberapa saat sebelum akhirnya menghela napas kasar. "Baiklah, sepuluh menit saja. Jika dalam sepuluh menit kamu belum turun, aku akan kembali ke sini."

"Terima kasih, Brenny." Titan kembali melemparkan senyumnya dan meremas pergelangan tangan Brennan sebelum akhirnya melepaskannya dan membiarkan pria itu pergi.

Setelah Brennan masuk ke dalam lift, Titan kembali menoleh ke arah Askara. Tidak ada lagi senyum ataupun ekspresi ramah di muka wanita itu. "Lo ngapain di sini?" tanya Titan sinis.

Dan Askara, alih-alih menjawab pertanyaan Titan, pria itu malah berkata, "saya enggak suka sama dia, Titan."

Perkataan bodoh dari Askara membuat dahi Titan mengerut tidak suka. "Dan gue juga berharap lo udah mati. But here we are. Mungkin dengan begitu lo bisa belajar kalau enggak semua hal yang kita inginkan itu kita dapetin."

"Brennan tidak seharusnya menyentuh perempuan yang sudah memiliki suami."

Kerutan di dahi Titan semakin dalam begitu mendengar penuturan selanjutnya dari Askara. Pria brengsek ini tidak punya malu atau bagaimana sih? Setelah semua yang dia lakukan, masih bisa-bisanya dia berkata seperti itu.

"As far as I know, gue single sih. Soalnya ternyata cowok yang jadi suami gue masih gamon sama Cece gue," balas Titan santai. Bahunya ikut mengedik.

Askara berdecak tidak suka mendengar apa yang Titan katakan. "You're my wife, Titan. Apa kamu perlu akta nikah kita?" kata pria itu dengan tegas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 13 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Past The Point of No ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang