Jessi menarik napas dalam-dalam, memandangi gedung pencakar langit di hadapannya. Hari pertamanya bekerja di PT. Maju Mundur Cantik, dan dia sudah terlambat 15 menit.
Bukan awal yang bagus.
"Ayo, Jess. Kamu bisa," gumamnya pada diri sendiri, merapikan kemejanya yang sedikit kusut karena berlari dari halte bus.
Dengan langkah tergesa, dia memasuki lobi, disambut oleh satpam yang menatapnya dengan alis terangkat.
"Karyawan baru ya, Mbak?" tanya si satpam, menahan senyum.
Jessi mengangguk malu. "Iya, Pak. Maaf saya terlambat."
"Santai aja, Mbak. Nanti juga dimarahin sama Bu Olla," ujar satpam itu santai, membuat Jessi menelan ludah.
Siapa Bu Olla ini? Pikir Jessi, sambil berjalan menuju lift.
___________________________
"HEH KAMPUNK! Kamu ini gimana sih? Hari pertama udah telat!"
Jessi mengkerut di kursinya, berhadapan dengan seorang gadis dengan rambut yang tergerai indah namun tampangnya songong, sedang menatapnya tajam. Namanya Olla, supervisor tim lapangan yang terkenal galak.
"Maaf, Bu. Tadi bus-nya—"
"Alasan!" potong Olla cepat. "Udah, sekarang ikut aku. Kita ada kunjungan lapangan."
Jessi buru-buru mengikuti Olla yang sudah melangkah cepat keluar ruangan. Dia berusaha mengimbangi langkah Olla yang cepat, sementara otaknya sibuk mencerna situasi.
Bu Olla ini galak bener, padahal masih muda, masa iya udah darah tinggi? pikir Jessi, lalu segera menggelengkan kepala. Fokus, Jess. Fokus!
Saat mereka berjalan menuju parkiran, Jessi memberanikan diri untuk bertanya, "Bu, maaf... Boleh saya tanya sesuatu?"
Olla menghentikan langkahnya dan menoleh, "Apa?"
"Umm... Ibu kelihatannya seumuran dengan saya. Kenapa saya harus memanggil Ibu?"
Olla menghela napas panjang, "Dengar ya, kampunk. Di perusahaan ini, kita menerapkan profesionalitas tingkat tinggi. Aku memang seumuran denganmu, tapi jabatanku di atasmu. Jadi, semua orang di bawah posisiku harus memanggilku 'Bu'. Paham?"
Jessi mengangguk cepat, "Paham, Bu!"
"Bagus. Dan jangan pernah membahas umur lagi. Itu tidak sopan," tambah Olla dengan nada tegas.
"Siap, Bu!" jawab Jessi.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju lokasi proyek. Jessi diam-diam mengamati Olla, kagum dengan aura profesional yang dipancarkannya meski tampang songong atasannya itu tetap membuatnya gedeg.
___________________________
Di lokasi proyek, Jessi terkejut melihat perubahan sikap Olla. Wanita itu dengan cekatan menjelaskan detail proyek, menjawab pertanyaan klien dengan sopan, dan bahkan tersenyum beberapa kali. Jessi tak bisa menahan diri untuk tidak terpesona.
"Oi, kampunk! Ngapain bengong? Ayo bantu aku bawa-bawa ini!" Olla memanggil, membuyarkan lamunan Jessi.
"I-iya, Bu!" Jessi buru-buru menghampiri, mengambil beberapa map dari tangan Olla.
Saat tangan mereka bersentuhan, Jessi merasakan getaran aneh di dadanya. Ini cuma deg-degan karena dimarahi terus, kan? batinnya, berusaha meyakinkan diri. Atau... karena gue belum sarapan?
___________________________
Minggu-minggu berlalu, dan Jessi mulai terbiasa dengan ritme kerja di tim lapangan. Dia juga mulai memahami 'bahasa cinta' unik Olla—yang sebagian besar terdiri dari bentakan dan umpatan.