Chapter 27

25 21 0
                                    

Happy reading!

Di sisi lain, Geva baru saja keluar dari ruang inap di rumah sakit dan menuju ke taman.

“Gue cemburu banget!” gumam Geva sambil menahan amarahnya. “Kenapa perasaan ini tiba-tiba muncul?” lanjutnya, sambil menatap langit-langit.

“Geva!” panggil seseorang, membuat Geva menoleh. Gadis itu mendekat. “Kenapa lo di sini? Keluarga lo dirawat di sini juga?” tanya gadis itu, namun Geva hanya diam.

Gadis itu menghela napas. "Kenalin, gue Elena. Gue ke sini mau ketemu Sadewa, katanya dia ada di sini," ujar Elena, membuat Geva menatapnya. "Gue sepupu Sadewa," lanjutnya.

Geva menatap Elena dari atas ke bawah. "Gue anterin," kata Geva, lalu pergi meninggalkan Elena. "Tungguin dong!" seru Elena sambil mengikuti Geva.

Elena mengikuti Geva sampai di depan ruang rawat inap.

“Masuk,” kata Geva, membuat Elena mengangguk. Elena membuka pintu dan bertanya, "Maaf ganggu, kak Sadewa ada di mana ya?" Semua orang di ruangan itu menatapnya.

“Sini,” ajak seseorang, membuat Elena menatap orang itu. “Kak Dewa!” panggil Elena sambil berlari memeluk Sadewa.

Sadewa yang menerima pelukan itu langsung terdiam. “Lepas, Len!” ujar Sadewa, membuat Elena melepaskan pelukannya. “Mami nyuruh aku ke sini, katanya kamu ada di sini, Kak,” ujar Elena.

“Sepupu lo, Dew?” tanya seorang gadis yang tangannya terinfus. “Iya,” jawab Sadewa.

“Kamu... Kak Amora kan?” tanya Elena, membuat gadis itu terkejut dan menatapnya. “Kok lo tahu, Len?” tanya Sadewa, membuat Elena langsung memeluk Amora.

“Gue kangen sama lo, Kak! Kenapa lo nggak main ke Jepang lagi?” ujar Elena, membuat Amora bingung. “Kalian udah saling kenal?” tanya Kenan.

Amora menggeleng, sedangkan Elena mengangguk. “Enggak, gue nggak kenal,” ujar Amora, membuat Elena melepaskan pelukannya. “Gue Elena, kita satu sekolah waktu di Jepang, Kak,” ujar Elena.

“Gue ingat banget lo sering barengan sama temen lo yang namanya Kak Mika,” ujar Elena, membuat Amora terkejut lagi. “Gue nggak inget, tapi jangan bilang lo adik kelas yang waktu itu gue tabrak?!” tebak Amora.

Elena mengangguk. “Iya! Dan lo udah bantu gue waktu gue dibully, Kak,” ujar Elena, membuat Sadewa menatapnya. “Lo dibully, Len?” tanya Sadewa, membuat Elena terdiam.

“Duh! Keceplosan lagi, bisa-bisanya gue keceplosan di sini,” batin Elena, lalu terpaksa mengangguk. “Pantesan lo dipindahin ke sini,” ujar Kenan.

“Tapi gue dipindahin bukan karena dibully itu, Kak, tapi karena nyokap yang nyuruh,” klarifikasi Elena.

Sadewa terlihat penasaran. “Jadi, ada apa sebenarnya?”

Elena menghela napas. “Sebenernya, mami gue udah lama pengen gue pindah ke sini. Kebetulan aja, waktu itu gue dibully, jadi alasan itu buat nyokap lebih yakin.”

Amora mengangguk. “Paham. Emang ada beberapa alasan yang bisa bikin seseorang pindah sekolah.”

Sadewa mencoba untuk meredakan suasana. “Yang penting, lo sekarang udah di sini dan nggak perlu khawatir lagi.”

Elena tersenyum, merasa sedikit lebih lega. “Iya, makasih, Kak. Gue senang bisa ketemu lagi.”

Amora tersenyum. “Gue juga senang bisa ketemu lo lagi, Len. Semoga kita bisa lebih sering ngobrol.”

“Lo kenapa tiba-tiba pindah juga, Kak Mor?” tanya Elena, membuat Amora menunjuk Galang dan Vanya. “Karena saudara-saudari gue yang nyuruh,” jawab Amora.

GevamoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang