9. dipercepat

108 70 68
                                    

welcome to the next part
🪐





happy reading

     Kamal menyuapi adik sepupunya dengan baik. Hilal sudah meminta untuk makan sendiri. Namun sepupunya itu sangat kekeuh ingin menyuapinya. "Mas, jangan beri tahu Ayah Irwan sama Bunda Karin, ya. Ayah sama Ibu juga jangan diberi tahu," pintanya di akhir dirinya mengunyah.

     Hilal memanggil orang tua Kamal dengan sebutan yang sama seperti Kamal.

Flashback on ...

     Seorang anak kecil merengek pada orang tuanya. Terlihat lututnya terluka. Anak kecil itu sepertinya menahan sakit di lututnya. "Ayah ... Bunda ... akiiitt. Utut Amal akit," adunya pada sepasang suami istri yang merupakan orang tuanya.

     "Sakit kenapa, Kamal? Hm?" tanya Irwan pada Kamal kecil. Bocah berusia hampir dua tahun itu menceritakan pasal mengapa lututnya terluka.

     Seorang anak seusianya mengamati percakapan antara Kamal dengan orang tuanya. Terlihat dirinya hendak menghampiri mereka. Saat tengah berlari menuju mereka, bocah itu terjatuh dan menyebabkan dirinya menangis. "Huaaaa ... akiiit aaaaa." Anak itu mengusap kepalanya yang terbentur dengan lantai. Dia kemudian bangkit lalu kembali berlari.

     "Ayah ... Bunda ... akiiitt," rengeknya seraya menunjukkan kepalanya yang memerah. Kamal yang berada di gendongan Irwan, seketika menghentikan rengekannya, melihat anak kecil tadi.

     "Sakit kenapa kepalanya, Hilal?" Karin bertanya. Ia membawanya ke dalam gendongannya. Menenangkannya. Membelai rambut hitamnya dengan lembut.

     Sesaat setelahnya sepasang suami istri yang merupakan orang tua Hilal datang. "Kenapa anak itu?" tanya Hendra yang melihat Hilal kecil menangis. "Ayo, turun, Hilal!" perintahnya. "Jadi anak jangan nangisan. Manja kamu itu."

     "Kenapa dia, Mbak?"

     Penuh tenang Karin menceritakan mengapa keponakannya itu menangis. Tepat setelah Karin bercerita, Hendra lantas berkata, "gitu doang nangis? Cepet turun Hilal! ga usah manja." perintahnya mutlak.

Flashback off ...

     "Kenapa, Lal?" tanya Kamal. Mengapa dirinya tidak boleh memberi tahu orang tua mereka. Hilal hanya menggelengkan kepalanya saja. "Oiya, Lal, kamu kok bisa kek gini itu gimana ceritanya? Habis dibegal atau gimana?" tanya Kamal yang tak mendapat jawaban dari persoalan yang terus-terusan ia tanyakan sedari tadi.

     "Tidak tahu. Semalam aku hanya berkeliling, tiba-tiba ada yang memukulku dari belakang." Tentu saja bohong. Hilal tidak mau urusan ini jadi panjang nantinya. Jika ia menceritakan kejadian sebenarnya bisa-bisa ...

     Ah runyam.

     "Sandra, tolong anterin kue ini ke rumah Bu Sarti dong, Sayang." Berkata seorang wanita paruh baya telah beranak dua itu meminta tolong. Yang dipanggil dengan lekas menghampiri sang pemanggil.

     "Iya, Ma." Gadis bernama Sandra itu langsung hendak melakukan perintah ibunya tanpa menundanya. Belum sempat melangkah sedikitpun, Sandra kembali bersuara. "Oiya, Ma, nanti siang Sandra mau ke rumah sakit lagi, boleh kan?"

     "Boleh. Tapi mama ikut."

     "Mama mau ngapain ikut?"

     "Ya, mau jenguk. Mau liat temenmu itu." Dirinya masih tersibukkan dengan merapikan kembali dapur yang sedikit berantakan. "Kebetulan juga mama ga ada pesenan lagi. Papa juga libur ga buka toko. Daripada mama diem doang di rumah, mending mama ikut kamu, kan?"

Between Me and Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang