welcome to the next part
🪐
•
•
•
•
•
happy reading∞
"Rapornya dibawa semua anak-anak?" ucap tanya sang wali kelas. Bu Dian namanya. Sudah empat tahun beliau menjabat sebagai wali kelas 12. Sepertinya ini tahun terakhir beliau mengajar di sini. Ia pernah berkata jika tahun depan ia dipindahkan di sekolah lain.
"Baik, semuanya kumpulkan rapor kalian satu persatu sesuai absensi ya," perintahnya. Wajib bagi para siswa untuk membuka halaman penilaian semester saat pengumpulan rapor. Sebab terkadang paraf orang tua beberapa murid tidak terisi.
Saat tiba giliran Hilal Bu Dian melihat ada bagian halaman yang diselotip. Lantas ia bertanya, "ini kenapa Hilal? Kok diselotip?"
"Tadi malam terjatuh di sela ranjang saya, Bu, tidak sengaja robek waktu hendak saya tarik," jelasnya bohong. Tidak mungkin jika ia memberi tahukan hal yang sebenarnya terjadi.
"Tidak bisa dipakai lagi klau sudah begini, Hilal. Kamu harus beli lagi."
"Berapa biayanya, Bu?"
"Mungkin sekitar Rp. 200.000,- itu sih, Lal. Nanti deh ibu tanyakan kepada kepsek. Sekarang kamu kembali ke tempat kamu."
"Baik, Bu. Maaf merepotkan." Hilal kembali ke tempat duduknya. Sesi pengumpulan rapor berlanjut hingga siswa terakhir. Bu Dian membawa rapor murid-muridnya ke kantor dan meletakkannya di meja miliknya. Tidak lupa ia menanyakan perihal rapor Hilal pada kepala sekolah. Setelahnya ia kembali ke ruang kelas Hilal dkk.
"Baik, dengarkan anak-anak," ucapnya saat telah kembali ke tempatnya. "Jangan lupa liburannya sambil belajar ya ... Setelah ini kalian akan menghadapi banyak ujian buat kelulusan. Mengerti semua?"
"Siap, Bu."
"Mengerti, Bu."
"Untuk Hilal rapornya segera diurus. Pembayarannya bisa melalui saya atau bisa langsung ke kepala sekolah. Totalnya Rp. 280.000,-. Rapornya Rp. 230.000,- dendanya Rp. 50.000,-. Bisa dipahami, Hilal?"
"Paham, Bu," jawabnya.
Semua siswa diistirahatkan. Beberapa pergi ke kantin dan banyak lagi yang lain. Hilal menetap di kelas sembari menunggu bel masuk. Pun istirahatnya tidak lama. Sebab itu ia memilih untuk tetap di dalam kelas.
Benar saja. Tidak lama kemudian bel berdering. Siswa-siswa yang berada di kantin cepat-cepat membubarkan diri dan memasuki kelas. Begitu juga siswa lain yang sedang bermain.
Bu Dian kembali memasuki kelas. "Selamat siang anak-anak," sapanya ramah. Bu Dian memang terkenal ramah dibanding dengan guru yang lain. Beliau juga tidak mengutamakan murid manapun. Semua sama di matanya. Sama-sama anak didiknya yang butuh pembelajaran. Hilal menyukainya.
"Siang, Bu." semua anak berucap.
"Langsung saja, kalian diliburkan selama tiga minggu ke depan." ucap Bu Dian tanpa basa-basi. Sontak seluruh antero kelas dipenuhi suara sorak gembira para siswa yang mendengar jangka libur mereka yang cukup panjang.
"Yeay ... healing kitaa."
"Maen-maen kita coy."
"Seneng?" tanya Dian.
"Seneng banget, Bu," ucap salah seorang siswi. "Tumben liburnya agak lama, Bu? biasanya dua minggu doang?" lanjutnya bertanya.
"Yaelah banyak bacot, lo. Tinggal nikmatin doang juga," serobot siswa lain. Siswi tadi memutar bola matanya malas mendengar sewotan temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Me and Destiny
Roman pour AdolescentsBetween Me and Destiny Terkadang takdir tak selalu tepat dengan apa yang kita inginkan. Bukan. Bukan berarti kita harus membenci takdir yang telah ditetapkan. Kadang kala, kita memang diharuskan untuk berjuang demi mendapatkan sebongkah b...