Tidakah kau ingat sedikit saja
disaat tanganmu melukai batinku
bahwa aku ini putrimu?''Jangan non, biarkan nyonya dan tuan selesaikan masalahnya,'' cegat Bi Inah melihat kedatangan Aqraina.
''Cukup ayah, bunda!'' ujar Aqraina berhasil membuat keduanya diam.
''Kalian nggak malu sama Yovie dan Baskara? cukup bertengkar kaya gini,'' ujarnya lagi sudah tidak ada sedikit ketakutan, baginya kehidupan yang sehat sekarang jauh lebih baik. Aqraina tidak mau melihat kehancuran dimasa pertumbuhan kedua adiknya.
''Anak sialan tau apa kamu?''
''BAJINGAN INI SUDAH BERHIANAT! SAYA HARUS MEMAAFKAN TERUS BEGITU?!''
''HEI SAYA SUDAH BILANG TIDAK PERLU MENGUSIK HIDUP SAYA LAGI! YANG TERPENTING SAYA TIDAK LUPA DENGAN KEWAJIBAN SAYA UNTUK MEMBIAYAI ANAK TIDAK TAHU DIRI INI!'' sambung Aditha tidak mau kalah.
''CUKUP! RAIN CAPEK CUKUP!!''
''Jangan hancurkan mental Yovie dan Baskara, pertengkaran kalian itu membawa pengaruh!''
''Setidaknya coba perbaiki demi mereka, Rain capek, Rain nggak tau harus gimana,'' lirih Aqraina.
''Rain bilang sama kalian, cukup mental Rain aja yang rusak! cukup hidup Rain aja yang banyak sedihnya. Coba kalian bangun keluarga yang sehat buat Yovie dan Baskara.''
''Rain mohon,'' Aqraina terduduk lemas dengan tatapan yang tak lepas untuk kedua orang tuanya secara bergantian.
Aditha tertawa remeh melihat beberapa ucapan putrinya barusan, ia tarik lengan Aqraina dan di benturkan tubuhnya ke lantai.
''Belajar saja yang benar. Tau apa kamu tentang kehidupan saya? bagaimana lelahnya saya mencari uang diluar sana?!''
''Bilang sama jalang itu kalo saya hanya butuh ketenangan!''
Aditha menarik rambut Aqraina ke belakang dengan Aqraina yang sudah meringis kesakitan dan air matanya yang terus berjatuhan.
''KENAPA TIDAK MATI SAJA? HIDUP TIDAK BERPIHAK BUKAN? MENTALMU JUGA SUDAH HANCUR?''
''MATI RAIN! MATI, AYAH NGGAK AKAN MENANGISI KEMATIAN MALANG ITU!''
''SAYA PUN CAPEK! CAPEK DENGAN SEMUANYA RAIN!''
Brak!
Aditha mendorong begitu saja tubuh mungil Aqraina sampai mengenai hiasan bunga yang besar, sesekali Aqraina memejamkan kedua matanya. Bukan merasa sakit pada bagian fisiknya, melainkan dari hatinya yang terus menerima perkataan tidak pantas dari sang ayah yang sering sekali orang lain sebut sebagai cinta pertama.
Di mana letak cinta pertamanya? Aqraina hampir mati dengan sisa-sisa mental yang ia miliki, Aqraina berusaha untuk terus hidup setidaknya untuk ketidakpastian dimasa depan nanti barangkali untuk cinta ayah yang akan kembali pada tempatnya meskipun tidak tahu kapan. Untuk bunda yang akan kembali memberi cinta dan kasihnya, atau mengingat sedikit perannya sebagai seorang ibu.
Dinginnya kamar menjadi saksi atas cinta yang besar dimiliki seorang anak untuk ayahnya yang suka disebut sebagai cinta pertamanya. Aqraina sejak tadi terus mengompres dahi Aditha guna meredakan demam pada suhu tubuhnya, tidak ada Tari di sini karena Tari memutuskan untuk tidur bersama putranya setelah pertengkaran terjadi tadi.
Air mata yang sudah berusaha ia tahan agar tidak terjun bebas namun rasanya sulit sekali jika sudah melihat wajah ayah yang sudah tidak muda lagi, tenaganya yang perlahan hilang dimakan usia. Tapi satu yang tetap Aqraina kenali, bahwa ini sosok ayah, sosok yang sangat dirinya banggakan atas hadirnya. Sejauh manapun luka yang diberikan Aditha, tidak sedikitpun membuat Aqraina benci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Me
Teen FictionSeorang gadis cantik yang mengidap penyakit bipolar disorder, akibat keadaan keluarga dan bullying dari teman-teman sekolahnya. Baginya bertahan hidup jauh lebih sulit, di bandingkan dengan membuat luka baru pada dirinya. ''Luka yang mereka goreskan...