(13)

434 40 2
                                    

Setelah makan.
Relka memilih menghabiskan waktunya di depan televisi hampir seharian penuh.

Tidak ada aktivitas lain yang dijalankannya selain bolak-balik siaran televisi.

Bukan hanya Relka saja, di samping kanannya ada Lucairo yang fokus dengan bermain game.

Kemudian di samping kirinya ada Louis yang ikut menonton televisi bersamanya. Sesekali berbicara soal kesukaan Relka seperti....

"Kartun apa yang menjadi favoritmu?"

Dibalas oleh Relka, "Mana aku tau kalau aku tidak diperbolehkan mengakses televisi dulu," Jawaban menohok yang membuat beban penyesalan Louis bertambah.

"Apa ada seseorang yang kau cintai? Kau tau, kau sudah berumur remaja puber--"

"Tidak ada yang mau mendekati pembunuh sepertiku," Hati Louis seperti diremas oleh sesuatu, sangat menyesakkan.

"Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?"

Relka terdiam, tidak tau tempat yang mana ia ingin kunjungi.

Satu-satunya yang terbesit dalam kepalanya adalah Rumah.

Kebetulan sekali Chandra baru saja lewat dan mendengar pertanyaan Louis, "Bagaimana kalau kita semua mengunjungi makam ibu?" Ajaknya.

Lucairo sejenak menghentikan bermain game nya dan menaruh atensi kepada Chandra, "Semua? Termasuk si pembunuh ini?" Ujarnya sambil menunjuk Relka.

Louis tidak terima adiknya dihina seperti itu-- walaupun sebenarnya Louis juga orang yang munafik.

Relka mengipas-ngipaskan tangannya, "Kalian saja yang pergi, aku tidak tertarik lagi-- uaaargh!" Relka terkejut karena Louis mengangkat tubuhnya secara tiba-tiba.

Louis membawa Relka ke dalam kamar agar segera tidur, "Bungsu harus beristirahat secukupnya walaupun sedang dalam skorsing," Ucapnya sambil tersenyum kecil.

Relka berusaha memberontak, ia tidak sudi di pegang-pegang oleh Keluarga Kalingga, "Gue bukan anak kecil lagi dongo! Lepasin gue brengs--"

"Berbicara lagi, aku akan menidurkan mu dalam kamar Lucairo, mau?" Relka pun terdiam dan tidak memberontak lagi.

Relka mengutuk Louis dalam hatinya dan sumpah serapah kepadanya, "Semoga jomblo ampe maut jemput kau!" Batinnya berseru.

Sesampainya Louis di kamarnya, segera menidurkan Relka dan menyelimutinya, "Tidur dengan tenang, bungsuku~"

Louis mencium kening Relka dan mematikan lampunya, kemudian pergi dari sana.

Cklek.

Pikiran Relka meliar ke mana-mana, "Jika di kehidupan ku dulu, tidak ada orang yang memperlakukan ku seperti itu.

Semuanya hanya menghina dan mengejekku karena berasal dari kasta rendah tanpa memperdulikan perasaanku

Pada saat aku mulai sukses, kini mereka mulai menjilat dan bagaikan lintah yang berusaha mendekatiku

Itu menjijikkan, aku tidak suka diperlakukan seperti itu, kenapa tidak dari dulu saja sebelum aku sukses?

Kemudian, apakah kehidupan sekarang ini haruskah aku syukuri? Namun, ini seharusnya untuk Arelka, bukan untukku

Memangnya tidak apa-apa mengambil segalanya? Merebut tubuhnya dan keluarganya? Aku harap.... Arelka tidak marah kepadaku.

Karena dia sendiri yang berkata kepadaku bahwa 'Jalani kehidupan yang kau inginkan'

Tujuan awal ku adalah membuat keluarga ini menyesal dan membalaskan dendam ku kepada Verrel.

Aku yakin Verrel pasti menikmati hidupnya setelah membunuhku, dasar rubah sialan yang licik

Sky's Dream [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang