Cakra mengikuti dokter Risma menuju kamar Aluna, langkahnya mantap meskipun ada sedikit debar di dadanya. Setibanya di depan pintu, dokter Risma mengetuk perlahan.
“Cklek.”
“Mari, dokter Cakra,” ucap dokter Risma, mempersilahkannya masuk.
Seperti biasa, Aluna duduk di dekat jendela, tangannya sibuk memainkan ujung tali yang terikat di kasurnya. Mendengar suara dokter Risma, ia langsung menoleh.
“Aluna,” sapa dokter Risma lembut.
Aluna menatapnya dengan mata jernih. “Ibu…”
“Sayang, ibu datang bersama dokter Cakra. Boleh ibu masuk?” tanya dokter Risma, senyumnya hangat.
Aluna melirik ke arah Cakra, lalu mengangguk pelan.
“Aluna, ibu ingin bicara sebentar. Boleh?”
Sekali lagi, Aluna hanya mengangguk.
“Tapi Aluna, harus janji sama ibu. Aluna harus tenang dan dengarkan ibu dengan baik, oke?” ujar dokter Risma, mengulurkan tangannya.
Aluna menatap uluran tangan itu sebentar, kemudian menyambutnya perlahan. “Janji.”
Dokter Risma tersenyum. Cakra hanya memperhatikan dengan seksama.
“Aluna, ibu harus pergi. Ibu harus menemani anak ibu dan pindah jauh dari sini,” kata dokter Risma, menahan getar di suaranya.
Aluna terdiam sejenak, menatap dokter Risma dengan tatapan penuh perhatian.
“Tapi Aluna tidak akan sendirian, sayang. Dokter Cakra akan ada di sini menjaga Aluna. Luna tidak perlu takut,” lanjut dokter Risma lembut.
Aluna tetap diam, menyimak setiap kata dengan seksama.
“Ibu sayang Luna,” ucap dokter Risma.
“Anak ibu?” Aluna bertanya lirih.
Dokter Risma tersenyum hangat. “Iya, ibu sayang sama Luna, seperti ibu sayang sama anak ibu.”
Keheningan singkat menyelimuti ruangan.
“Ibu boleh pergi,” bisik Aluna nyaris tak terdengar.
Dokter Risma terharu, memeluk Aluna erat. “Aluna, kalau Luna merasa sedih atau ingin marah, katakan, ya? Nggak apa-apa kalau Luna mau marah sama ibu.”
Aluna menggeleng pelan. “Tidak… Ibu boleh pergi.”
Dokter Risma menarik napas panjang, menahan air mata. “Tetap jadi Luna yang baik hati, ya. Janji sama ibu?”
Aluna menunduk sejenak, lalu mengangguk.
Dokter Risma menoleh ke arah Cakra dan berbisik, “Dokter, saya titip Aluna. Saya harus pergi sekarang.”
Cakra mengangguk, dan dokter Risma segera keluar. Ia tahu, jika Aluna sudah menyuruhnya pergi, ia harus segera pergi, atau Aluna akan merasa dikhianati.
Saat pintu tertutup perlahan, Aluna tetap duduk membisu, menatap ke luar jendela. Di ruangan yang hening, kepergian dokter Risma meninggalkan kekosongan yang dalam, tetapi Cakra tahu ini adalah awal dari perjalanannya untuk menjaga Aluna.
“Aluna,” panggil Cakra perlahan.
Aluna tak menoleh, tetap menatap ke luar.
“Jangan takut pada saya, Aluna. Saya tidak akan menyakitimu, saya jan-”
“Jangan katakan itu,” ucap Aluna dingin, memotong kata-katanya.
Cakra terkejut.
Aluna menatapnya tajam. “Jangan pernah mengatakan hal itu kalau kamu tidak memiliki bukti untuk menepatinya.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Menyentuh Luka
Roman pour AdolescentsCakrawala Rony Nainggolan, seorang dokter kejiwaan yang terjebak dalam rutinitas monoton, mengabaikan cinta dan kebahagiaan. Hidupnya berubah saat ia bertemu Aluna Salma Aliyyah, gadis cantik dengan senyum manis yang menyimpan luka mendalam. Aluna d...