Chapter 4. Burning Curiosity

42 34 7
                                    

Tok.. tok.. tok.. 

Suara ketukan pintu terdengar memenuhi kamar Reyna. Ghifari berdiri cemas didepan pintu dengan pakaian formal sempurna, menandakan bahwa ia sudah siap untuk pergi berpesta. Ini sudah kesekian kali Ghifari mengetuk pintu kamar Reyna, namun masih tidak ada sahutan sama sekali. 

“Rey!” Panggil Ghifari sedikit berteriak. Ia mulai merasa khawatir karena tidak mendengar apa-apa dari dalam. Ghifari bisa saja membuka pintu karena Reyna tidak menguncinya. Namun mereka anak-anak didikan keluarga Anggara yang menjunjung tinggi privasi seseorang dan kesopanan. 

Cklek!

Suara pintu yang terbuka membuat Ghifari reflek menoleh ke sumber suara. Bukan pintu kamar Reyna, tapi kamar Fahri. 

“Dibuka aja.” Ucap Fahri dari belakang Ghifari dengan setelan jas hitamnya, nadanya tenang namun Ghifari merasa ada sedikit kekhawatiran dari ucapannya. 

Ghifari mengulurkan tangannya perlahan kearah knop pintu. Namun belum sempat menyentuhnya, tangannya sudah kembali terjatuh. Ghifari membuang nafas kasar lalu kembali mengetuk pintu didepannya. 

Fahri berdecak kesal melihat sikap kakaknya, ia mendorong tubuh Ghifari menjauh dari pintu lalu segera membuka pintu kamar Reyna. Tubuh Fahri membeku begitu melihat Reyna yang terbaring tidak beraturan di atas kasurnya. Sementara itu, Ghifari langsung berlari menghampiri Reyna.

Ghifari duduk disebelah Reyna dengan risau. “Rey… Rey! Reyna!” Panggil Ghifari panik setelah melihat wajah pucat Reyna sembari mengguncangkan tubuhnya. Ia meletakkan tangannya di dahi Reyna lalu menghela nafas setelah menyadari bahwa adiknya sedang demam. Ghifari menundukkan kepala, berusaha mengatur nafas dan menenangkan dirinya. 

“Ri…” Panggil Ghifari sembari membenarkan posisi tidur Reyna. Karena tidak ada sahutan, ia menoleh kearah Fahri. Tatapannya berubah terkejut saat melihat Fahri tetap diam menatap Reyna dengan wajah cemas disertai ketakutan. Ia tahu melihat keadaan Reyna memicu reaksi traumatis untuknya. “Fahri!” Bentak Ghifari pilu. 

Fahri refleks menatap mata kakaknya setelah mendengar bentakan tersebut. Namun ia masih terdiam, terlihat seolah-olah pikirannya sedang berada di tempat lain. Ghifari mengangguk pelan, mengirimkan kode bahwa Reyna baik-baik saja berharap Fahri bisa menenangkan diri dan mengeluarkan dirinya dari peristiwa traumatis yang berputar di otaknya. 

Fahri mendekat dengan langkah kecil secara perlahan berusaha membuktikan kebenaran dari raut wajah Ghifari. Namun pandangannya teralihkan ke benda putih di bawah ranjang Reyna. Ghifari yang menangkap bahwa Fahri terdistraksi langsung berlutut dan mengintip bawah ranjang Reyna, mengikuti pandangan Fahri. Ia segera mengambil tabung obat yang dilihat Fahri, namun saat hendak kembali berdiri, ia melihat ada hal lain di dalam sana. Ghifari mengulurkan tangannya, berusaha mengambil map binder berwarna biru yang berada lebih jauh di dalam. 

Tiba-tiba Reyna meringis, menghentikan niat Ghifari untuk mengambil benda tersebut. Ghifari kembali menegakkan tubuhnya, sambil berlutut ia memanggil dan mengelus kepala Reyna dengan lembut. Namun Reyna tetap tidak membuka matanya dan hanya mengerang seperti sedang mengalami mimpi buruk. 

Fahri yang sudah berhasil menenangkan dirinya merebut tempat obat dari tangan Ghifari lalu menyelidiki tulisan yang ada disana. “Ini obat tidur.” Ucap Fahri pelan. “Siapa yang kasih dia ini?” Tanya Fahri melirik Ghifari dari ekor matanya. Ghifari berdiri, menatap mata tajam Fahri yang terlihat sedikit marah. Fahri tahu satu-satunya orang yang bisa memberikan Reyna hal seperti ini hanyalah Ghifari. 

Bukan tanpa alasan Ghifari membantu Reyna mendapatkan obat itu. Ghifari adalah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia Reyna. Setidaknya itulah yang Reyna tau. Ghifari tau Reyna mengidap Hyperthimesia bahkan gangguan kecemasan karena selalu teringat kenangan buruk. Sejak Reyna kecil, Ghifari adalah orang yang selalu menemaninya. Saat ia tidak bisa tidur karena teringat sesuatu, Ghifari selalu ada untuknya. Itulah mengapa Ghifari tahu betul bahwa Reyna mengalami kesulitan. Bastian tidak akan pernah mengizinkan mereka untuk berobat ke psikiater karena hal itu tabu di mata keluarga Anggara. Memberikan obat itu pada Reyna adalah satu-satunya cara agar ia bisa sedikit membantu adiknya. 

INTERCONNECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang