Chapter 9. Dark Legacy

31 24 4
                                    

Bingung mau bilang apa, yang penting jangan lupa follow, vote dan komennya hehee 😆

Happy reading!

***


Bel istirahat pertama berbunyi memenuhi lingkungan sekolah. Di kelasnya, Gavin sedang ragu, apakah ia benar-benar harus menemui sang direktur atau tidak. Ia merasa takut mengatakan hal yang salah tentang Reyna, tapi ia juga merasa tidak ada pilihan lain selain menemuinya.

Gavin pun bangkit dan segera menuju gedung utama, gedung dimana terdapat ruangan direktur di dalamnya. Setelah berjalan beberapa menit, ia sampai di depan pintu masuk gedung utama. Ia sedikit terkejut begitu mendapati sosok kedua anak laki-laki keluarga Anggara.

"Let's go." Ajak Fahri lalu masuk mendului Gavin dan Ghifari.

Ghifari menahan pintu itu agar tidak tertutup, lalu memiringkan kepalanya kepada Gavin, memberikan kode agar ia segera masuk. Gavin berjalan mendekat ke arah pintu, saat berada di depan Ghifari, Ghifari berkata "Kita bakal bantu lu jawab pertanyaan dia nanti. Sekalian nguping."

Senyum Gavin mengembang, melihat senyuman tenang Ghifari membuatnya sedikit merasa lebih aman.

"Gue rasa kita bakal diusir." Celetuk Fahri begitu merasa kakak dan sahabatnya sudah berada di belakangnya.

"Cukup yakin." Setuju Ghifari.

Mereka berjalan bersama di koridor menuju ruang direktur. Keheningan memenuhi udara karena mereka sama-sama merasa tegang. Begitu sampai di depan ruang direktur, Gavin menghentikan langkah Fahri yang baru saja berusaha untuk mengetuk pintu.

"Thanks ya, Ri, Bang. Tapi gue rasa lebih baik kalau gue masuk sendiri." Ucap Gavin.

Fahri dan Ghifari saling tatap seolah-olah sedang bertelepati. Lalu Ghifari membuka mulut dengan tenang, "lu masuk sama Fahri, gue tunggu disini."

Segera setelah Ghifari selesai berbicara, Fahri mengetuk singkat pintu ruangan ayahnya lalu membuka pintu tersebut tanpa menunggu persetujuan Gavin. "Fahri bawa Gavin." Katanya begitu melihat sosok ayahnya tengah berdiri menatap keluar jendela.

Ghifari berjalan menuju kursi panjang yang tidak jauh dari sana. Sementara Gavin masuk ke ruangan sambil menahan napas.

"Selamat pagi, Pak." Sapa Gavin berusaha terlihat sopan.

"Pagi, Gavin. Silakan duduk." Ucap Bastian ramah. "Kebetulan sama Fahri, ada yang mau saya bicarakan dengan kalian berdua."

Fahri tertegun mendengar perkataan Bastian. Ia sama sekali tidak terpikirkan akan apa yang ingin Bastian bicarakan dengannya, itulah mengapa sebelumnya Fahri dan Ghifari merasa yakin bahwa Bastian akan mengusir mereka berdua.

Gavin dan Fahri duduk bersebelahan di sofa panjang berwarna abu yang membelakangi pintu. Suasana ruangan berubah menjadi berat dan hening. Cahaya matahari pagi yang menyusup di jendela belakang Bastian membuat suasana menjadi lebih menegangkan.

Bastian, sosok direktur yang penuh wibawa kali ini terlihat lebih serius dari biasanya. Ia berjalan pelan ke arah Fahri dan Gavin lalu duduk dan menyandarkan punggungnya di kursi.

"Pertama-tama, saya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi kemarin, apakah kamu meminta putri saya untuk pergi ke Kedai Gemar?" Tanya Bastian, matanya beralih cepat ke arah Gavin. Pertanyaan Bastian membuat Fahri refleks menoleh karena rasa penasaran.

Gavin menelan ludah, merasakan tekanan dari pertanyaan tersebut. "Tidak, saya bekerja paruh waktu disana dan Reyna tiba-tiba datang."

"Jadi, kamu memanggil ambulans untuknya?"

INTERCONNECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang