Chapter 10. Deep Emotions

40 27 28
                                    

Okay, last chapter untuk hari ini 😊

Jangan lupa follow, vote dan komennya ya teman-teman.

Happy reading! 🤍

***


“Ekhem…”

Reyna ikut berhenti lalu melirik Fahri dari ujung matanya, merasa gugup akan apapun yang bisa Fahri ucapkan. “APA? GUE GAK DENGER! COBA SEKALI LAGI!” 

Reyna tersentak mendengar teriakan Fahri, begitu juga dengan Tasya. Perkataan Fahri juga sukses menarik perhatian setiap orang di sekitar mereka. Reyna yang merasa tidak enak terhadap pasien lain langsung membuka suara, “lu gila? Ini rumah sakit!” Ucapnya sedikit berbisik. 

“Gue bakal bawa Reyna sendiri, sana turun duluan! Ada yang mau gue omongin sama dia.” Titah Fahri kepada Tasya. 

Tasya membungkukkan badannya, bukan untuk melakukan perintah Fahri tapi justru untuk menolak suruhannya. “Maaf, saya tidak diizinkan untuk—”

“15 menit!” Bentak Fahri membuat Tasya berhenti berbicara. “Dia adek gue, lu pikir gue bakal biarin dia kenapa-napa?!” 

Reyna tertegun mendengar perkataan Fahri. Rasanya aneh mendengar Fahri mengatakan hal itu. Sejak kapan dia peduli sama gue? Batinnya. 

“Baiklah, 15 menit. Jika tuan dan nona belum sampai mobil hingga 15 menit, saya akan kembali kesini.”

“Siapa yang bilang kita bakal ngobrol disini?” Ketus Fahri lalu menarik pergelangan tangan kiri Reyna yang dibalut perban, memaksa Reyna mengikutinya. 

“Tuan—”

“Rooftop. Gue mau cari udara.” Ucapnya sembari terus berjalan menjauh meninggalkan Tasya. 

Reyna mengernyitkan alisnya, merasa heran akan kelakuan kakaknya itu. “Lu sentuh gue.” Ucap Reyna berusaha menyadarkan Fahri. Biasanya Fahri selalu bersikap jijik terhadapnya, jangankan menyentuh dirinya, hanya sekedar menyentuh barangnya saja ia enggan. Namun siapa sangka, Fahri tetap diam dengan jari yang masih melingkar di pergelangan tangannya. Reyna menghela napas, memilih untuk pasrah dan mengikuti kakaknya. 

Fahri membuka pintu menuju tangga darurat, ruangan vip terletak di lantai paling atas jadi hanya perlu naik satu lantai lagi agar mereka sampai di rooftop. Mereka melewati setiap anak tangga dengan kesunyian, satu-satunya suara yang terdengar hanyalah langkah kaki mereka yang menggema. Baru melewati setengah anak tangga, Reyna sudah merasakan tubuhnya memberat. Nafasnya terengah-engah namun Fahri mengabaikannya.

Akhirnya mereka berhasil menginjakkan kaki di rooftop RS. Medika Sentral. Rumah sakit yang berada tidak jauh dari balai kota dan hanya butuh 10 menit dari Kedai Gemar untuk sampai kesini. Angin sore menyapa mereka dengan sopan, menciptakan rasa hangat dan dingin secara bersamaan. 

Fahri melepaskan genggaman tangannya dan terus berjalan menuju pagar pembatas berwarna putih. Sedangkan Reyna berusaha mengatur napasnya sebisa mungkin sebelum mengikuti langkah Fahri. 

Fahri menggenggam besi putih dihadapannya, lalu berbalik menatap Reyna yang berjalan pelan mendekatinya dengan nafas terengah-engah. 

“Kenapa… harus… di… sini?” Tanya Reyna terpotong-potong karena kelelahan.

“Supaya lu bisa bebas ngomong apapun.” Jawab Fahri dengan nada acuh.

Reyna mendekat ke sebelah kiri Fahri, kedua tangannya berpegangan pada atas pagar masih tetap mengatur napas. Reyna menyisir area kota yang terlihat sibuk sore itu hingga matanya berhenti pada Kedai Gemar yang berada cukup jauh dari sana. Huruf timbul yang lumayan besar membuat tempat itu terlihat agak menonjol. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INTERCONNECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang