05/09/2015:16.23
Zayyan dan kedua orang tua baru nya kini sedang berada di dalam perjalanan. Zayyan duduk di belakang dengan menghadap ke luar jendela mobil.
"Zayyan," panggil Jesika dengan suara nya yang lembut.
"Iya, Tante?" Jawab Zayyan.
"Kamu kenapa ngelamun?" Tanya Jesika yang rupanya sedari tadi ia memperhatikan setiap pergerakan Zayyan.
"Ah ngga kok, suasana nyaman tan." Ujar Zayyan.
"Ohh begitu.. jangan panggil Tante yaa, panggil bunda aja," pinta Jesika.
"Iya b-bunda," ujar Zayyan yang sedikit kaku karena kata itu baru pertama kali ia ucapkan.
"Pintar nya," ujar Jesika dengan tersenyum simpul.
"Oh iya, bunda juga mempunyai dua anak seusia kamu tau," ujar Jesika dengan antusiasnya.
Perempuan berumur 32 tahun itu masih sangat tampak terlihat muda, seperti remaja berusia 20 tahun.
"Benarkah?" Tanya Zayyan dengan semangatnya.
"Benar dongg, nanti kamu main dengan mereka ya." Zeki yang sedang mengendarai mobil menyambung percakapan ibu dan anak itu, persis seperti keluarga Cemara.
Zayyan hanya mengangguk dengan semangat yang menggebu.
"Zayyan sabar ya, sebentar lagi kita sampai." Ujar Jesika.
Bocah berusia 8 tahun itu hanya mengangguk.
*****
Disini Zayyan berada, di rumah mewah bak istana megah dengan nuansa gold yang mewah.
Zayyan menatap takjub sekeliling rumah itu, matanya berbinar.
"Ayo Zayyan masuk," ajak bunda sambil menggandeng tangan mungil Zayyan.
Mereka melangkah dengan berbarengan, memasuki rumah mewah itu dengan anggun.
Ketika pintu rumah itu di buka, lagi-lagi membuat Zayyan kagum dengan keluasan rumah itu. Sungguh ini sangat luas.
"Ayo sayang, masuk" ujar bunda.
"Iya bunda," ujar Zayyan.
Di ruang keluarga terdapat dua anak kecil yang sepertinya berusia sama dengannya. Kedua anak kecil itu sibuk dengan banyak mainan yang terhampar di lantai.
"Sean, Lexan, sini dulu sayang, bunda bawa teman baru untuk kalian." Panggil bunda kepada kedua anak itu.
Mereka berdua berjalan dengan beriringan menghampiri Zayyan dan bundanya.
"Dia siapa bunda?" Tanya salah satu anak kecil dengan memicingkan matanya, ia bernama Seandra jazziel.
"Bang Zayyan, kamu jangan nakal ya sama bang Zay. " Ujar bunda nya, bukan apa, Sean itu anak yang nakal dan usil, ia selalu mengganggu siapapun tanpa kenal takut.
"Hai Zayyan, aku Lexan." Ujar bocah satunya lagi, ia mengulurkan tangannya untuk berjabatan dengan Zayyan, tidak lupa dengan senyum manisnya yang selalu ia pamerkan kepada siapapun. Nama anak kecil itu Alexander jazziel.
"Zayyan," ujar Zayyan sambil menerima uluran tangan Lexan.
"Lexan, Sean, ajak Zayyan main ya, jangan berantem okey? Bunda tinggal sebentar," ujar bunda sambil mengelus kepala putra sulungnya.
"Okee bundaa," sahut Mereka bertiga berbarengan.
Setelah kepergian bunda nya, mereka bertiga duduk di atas sofa yang berada di ruangan itu.
"Kamu dari mana si? Kok bisa sama bunda aku?" Sean dengan mulut ceplas-ceplos nya bersuara.
"Aku dari panti," jawab Zayyan.
"Panti itu apa?" Ujar Sean dengan menaruh jari telunjuk nya di dagunya seolah berpikir keras.
"Eumm tempat anak-anak yang tidak punya rumah ?" Ujar Zayyan dengan tidak yakin.
"Ohh berarti kamu miskin ya? Kok ga punya rumah?" Ujar Sean.
"Sean!" Tegur abangnya, Lexan.
"Kenapa? Benar kan?" Tanya Sean dengan wajah tanpa dosanya.
"Gaboleh ngomong gitu!" Ujar Lexan dengan tegas.
Zayyan hanya menunduk, tidak tau harus berbuat apa dan berbicara apa di situasi ini.
"Yaudah, maap ya jayan" ujar Sean sembari mengulurkan tangannya.
"Iya, gapapa kok" Ujar Zayyan dengan tersenyum.
Setelah itu mereka melanjutkan aktivitas nya, yaitu memainkan mobil-mobilan yang lumayan banyak jumlah nya.
*****
Seorang anak lelaki termenung menghadap jendela, dengan tatapan kosong. Pahatan wajah anak lelaki itu nyaris sempurna, dengan hidung mancung, bibir merah muda, dan mata indah nya, serta jangan lupakan alis tebalnya membuat pahatan wajah itu semakin sempurna.
Anak lelaki itu menatap anak seusianya yang sedang bermain dengan teman-temannya, diiringi dengan suara gelak tawa bahagia dari mereka. Hal itu membuat anak lelaki itu iri.
Anak lelaki itu, Leo.
Hidupnya setelah penculikan itu sungguh menyiksa, ia selalu di kekang oleh kedua orang tua barunya yang seperti iblis. Ia di larang main seperti anak-anak pada umumnya, ia seperti hidup di neraka, tubuhnya selalu penuh dengan luka.
Dengan tiba-tiba tangannya di tarik oleh seseorang yang membuatnya kaget.
"Cepat kamu ganti baju, kita akan pergi." Ujar orang yang menarik tangan nya tadi. Ia adalah seseorang yang di panggil ibu oleh Leo.
Bocah enam tahun itu menatap penuh tanya kearah wanita dewasa itu.
"Gausah banyak tanya! Cepat ganti baju kamu!" Tekan wanita itu, tidak bisa di bantah.
"Iya, ibu.." ujar Leo dengan pasrah. Anak kecil itu lalu pergi dari hadapan wanita dewasa itu, untuk mengganti bajunya.
Beberapa menit kemudian Leo keluar dari ruang ganti, ia mengenakan kaos hitam biasa.
Lalu wanita itu menggandeng Leo, ia berjalan dengan anggun, seperti model papan atas.
"Ibu, kita mau kemana? Apakah kita akan pergi ke tempat menyeramkan itu lagi?" Tanya Leo dengan suara lembut khas anak kecil.
Tidak ada jawaban dari wanita itu, mereka terus melanjutkan jalannya. Sampai akhirnya mereka sampai di ruangan bawah tanah. Mereka memasuki pintu baja laboratorium.
Semua ilmuwan menunduk, memberi hormat kepada pemilik laboratorium ini.
Mereka memasuki ruangan itu, yang di penuhi dengan tabung-tabung raksasa.
Seorang perempuan yang merupakan pemimpin dari para ilmuwan itu menghampiri nyonya Grace, dan menunduk memberi hormat.
"Selamat siang nyonya Grace, hari ini semua alat dan bahan nya sudah siap.
Apakah putra anda tidak sedang sakit?" Ujar seorang perempuan yang sebagian wajahnya di tutup oleh masker."Dia selalu baik. Apakah bisa di lakukan sekarang?" Tanya Grace.
"Tentu saja bisa, nyonya." Ujar perempuan itu.
Setelah itu, wanita itu pergi meninggalkan Leo sendiri di dalam ruangan yang menurutnya menyeramkan.
Entah bagaimana lagi nasib anak malang itu.
****

YOU ARE READING
Takdir Yang Tertulis
Fiksi UmumFOLLOW DULU SEBELUM BACA❗❗ Dulunya, dua orang Kaka beradik saling menumpu satu sama lain. Dulunya, mereka saling menguatkan satu sama lain. Tetapi, itu dulu. Semenjak penculikan itu mereka terpisah. Tidak ada lagi kaka beradik yang selalu bersama...