Di tengah gemerlap kota Seoul, terdapat sosok Karina Yoo, putri seorang konglomerat yang memimpin perusahaan besar yang dulu dirintis ayahnya, sebuah perusahaan yang berkecimpung dalam teknologi dan mengelola hotel bintang lima yang telah bertahan hampir satu dekade. Namun di balik citranya sebagai wanita karier yang tangguh, Karina memiliki sisi lain yang jarang diketahui orang: seorang ibu tunggal yang setia mendampingi Yoo Jieun, putri kecilnya yang baru berusia enam tahun. Karina membesarkan Jieun seorang diri, sebuah keputusan yang ia ambil setelah pengalaman pahit bersama Jeno, mantan kekasih yang pernah ia cintai.
Jeno adalah pria yang seharusnya bisa menjadi sosok pendamping, tapi kenyataannya malah berujung menjadi bagian kelam dalam hidup Karina. Setelah malam yang penuh gairah itu, Jeno menunjukkan sisi aslinya: memintanya mengakhiri kehidupan bayi dalam kandungannya, sesuatu yang tak mungkin dilakukan Karina. Ia memilih menempuh jalan sendiri dan membesarkan Jieun dengan bantuan sahabatnya, Aeri, serta dukungan dari keluarganya.
Di sisi lain kota, ada Kim Winter, lelaki sederhana dengan kehidupan yang kontras dengan Karina. Winter tinggal sendirian di Seoul, sedangkan orang tuanya bekerja keras di ladang padi dan jagung mereka di Busan. Sebagai anak tunggal, Winter selalu berusaha menyempatkan waktu pulang untuk menjenguk kedua orang tuanya. Saat ini, Winter menjabat sebagai Direktur Keuangan di perusahaan keluarga Karina, sebuah posisi yang ia capai dengan ketekunan dan kecerdasan meski ia tak berasal dari keluarga kaya raya. Kehidupannya di Seoul diwarnai oleh pertemanannya dengan Ryujin dan Yujin—dua sahabat yang selalu ada di sampingnya. Yujin kini sukses mengelola kafe impiannya, sementara Ryujin, seperti Winter, berkarier di perusahaan yang sama.
Pagi ini, Winter sudah bersiap di kantor, langkahnya mantap menuju ruang kerja sejak pukul tujuh pagi. Di ruangannya, ia merapikan berkas dan bahan presentasi untuk rapat umum pemegang saham yang dihadiri para kolega dari Amerika dan Kanada. Rapat kali ini sangat penting karena mereka adalah para investor besar di YK Group, dan Winter ingin memastikan semuanya sempurna. Setelah memeriksa semua dokumen, ia berjalan ke ruang rapat untuk mengecek kesiapan peralatan, memastikan setiap detail sudah tersusun rapi.
Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka, dan muncul Ryujin dengan membawa sekotak air mineral.
"Kenapa kau tidak menghubungiku semalam? Aku bisa bantu menyiapkan rapat ini," kata Ryujin sambil menaruh kotak di meja.
Winter tersenyum kecil, sedikit canggung. "Maaf, aku lupa. Semalam aku sempat dihubungi Mr. Greg. Dia baru sampai di hotel dan meminta bertemu sore ini."
Ryujin mengangkat alis, setengah meledek. "Hidupmu semakin sibuk saja sekarang."
"Jangan mengejek," Winter tertawa tipis, menyadari sindiran halus sahabatnya. "Rapatnya mulai jam 8. Aku keluar sebentar, beli sarapan."
Ryujin menahan langkahnya, membuka kotak kecil yang dibawanya tadi dan mengeluarkan dua bungkus roti hangat serta secangkir kopi.
"Tidak perlu," katanya, menyodorkan kopi itu kepada Winter. "Aku sudah mampir di kafe Yujin tadi, jadi aku bawakan ini."
Winter terdiam, sedikit terkejut. Dia tak menyangka Ryujin akan membawakannya sarapan. "Uhhh, kulihat-lihat kau makin peka sekarang, ya, Ryu," katanya sambil tertawa kecil.
Ryujin hanya tersenyum, menaruh air mineral di meja dan memastikan semuanya rapi sebelum rapat dimulai.
====
Rapat pun dimulai, dan ruangan itu dipenuhi suasana serius. Para kolega dari Amerika dan Kanada duduk rapi, fokus memperhatikan presentasi yang dibawakan oleh Winter. Dengan tenang dan percaya diri, Winter menyampaikan setiap poin penting, membahas strategi perusahaan dan visi masa depan YK Group. Pagi itu, ia tampil luar biasa rapi dengan rambut gaya comma yang tertata sempurna, vest yang menambah kesan profesional, dan aura yang begitu memikat. Tak hanya para kolega yang terpaku, di sisi lain ruangan, Karina pun tanpa sadar mengarahkan pandangannya pada pria itu, teralihkan dari materi yang ia sampaikan.Karina berusaha menyembunyikan keterkejutannya ketika menyadari Aeri, yang duduk di sebelahnya, memperhatikannya dengan senyum menggoda.
"Ada apa? Kau kelihatan nggak fokus," bisik Aeri sambil menyenggol pelan.
Karina terkesiap kecil. "Ekhhemm, tidak... aku baik-baik saja," katanya mencoba bersikap biasa.
Aeri hanya tersenyum penuh arti, tak melanjutkan godaannya. Rapat berjalan sekitar dua jam hingga akhirnya selesai, meninggalkan Winter yang sibuk mengobrol dengan salah satu kolega dari Amerika. Dari kejauhan, Karina sekali lagi tak bisa menahan pandangannya tertuju pada sosok Winter. Tanpa ia sadari, Aeri mengikuti arah pandangnya, lalu tersenyum lebih lebar.
"Jadi... apa ini artinya kau sudah membuka hatimu?" tanya Aeri dengan nada menggoda, sambil menyenggol lengan Karina lagi.
Karina mendengus kecil, wajahnya memerah. "Jangan asal menebak! Aku tidak sedang memandangi Winter."
"Cih, selalu menyangkal. Dengar, Winter juga belum punya pasangan, loh. Kalau kau ingin mendekatinya, aku bisa bantu," kata Aeri dengan senyum licik.
Karina, yang merasa sudah tertangkap basah, hanya menghela napas dan berusaha mengalihkan perhatian. "Tidak perlu," katanya datar, lalu buru-buru bangkit meninggalkan ruang rapat. Dari belakang, Aeri terkekeh, puas melihat Karina yang tersipu-sipu setelah berhasil digoda habis-habisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Bonds
FanfictionDi dunia yang sibuk dengan kehidupan dan rutinitas, dua jiwa menemukan diri mereka bertemu secara tidak terduga dengan cara yang paling tak terduga. Pertemuan awal mereka adalah sebuah kebetulan, sebuah kesempatan yang memicu percikan yang tak dapat...