Malam itu, Aeri tiba di Busan dengan satu tujuan: menemui Winter. Alamat rumah orang tua Winter didapatkan dari data perusahaan. Saat mobilnya berhenti di depan rumah yang tenang, hanya suara jangkrik dan hembusan angin malam yang menyambutnya. Dengan ponsel di tangan, Aeri mencoba menghubungi Winter, tetapi tidak ada jawaban.
Tiba-tiba, suara lembut namun dingin terdengar dari belakangnya.
"Aeri."Aeri menoleh dan mendapati Winter berdiri di sana.
"Win.""Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Winter, ekspresinya netral.
"Karina membutuhkanmu," jawab Aeri tegas.
Winter menghela napas, lalu mengajak Aeri ke sebuah kedai kecil dekat rumahnya.
==
Setelah memesan minuman, Aeri memulai percakapan dengan nada penuh tekanan.
"Apa nama baikmu begitu penting sampai kau tidak mau menemui Karina sama sekali?" tanyanya dengan nada menuntut.Winter merogoh tasnya, mengeluarkan sebuah map tebal, lalu menyerahkannya kepada Aeri.
"Lihat ini dulu," ujar Winter.Aeri membuka map itu dan menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Winter tidak bersalah dalam tuduhan korupsi.
"Beberapa hari terakhir, aku sibuk mencari bukti untuk membersihkan namaku. Selain itu, aku juga menyelidiki masa lalu Karina," kata Winter, mengalihkan perhatian Aeri dari dokumen ke dirinya.
"Menyelidiki masa lalu Karina? Apa maksudmu?" tanya Aeri dengan dahi berkerut.
"Kau kenal Ning Yizhou?" Winter bertanya tiba-tiba.
"Iya, dulu kami berteman dekat. Tapi dia pindah ke luar negeri. Bagaimana kau mengenalnya?"
"Dia di sini sekarang. Kami berteman saat aku mengunjungi tempat kerjanya dulu. Meski hanya bertemu sekali, kami langsung akrab."
"Jadi, apa yang Ning lakukan di sini?"
"Berita tentangku sudah sampai ke telinganya. Ning memutuskan terbang ke sini untuk membantuku. Dia bahkan akan bekerja beberapa bulan di sini sampai keadaanku membaik."
Aeri terdiam sejenak, mencerna semua informasi.
"Tunggu... Jadi kau sudah tahu soal Karina?"Winter mengangguk pelan.
"Ya, makanya aku juga menyelidiki keluarga Jeno. Ini," katanya sambil memberikan map lain kepada Aeri.Aeri membuka map itu. Matanya melebar saat membaca isi dokumen.
"Ini... Kau dapat ini dari mana?""Kau lupa kalau aku punya banyak rekan di luar perusahaan, bukan?" jawab Winter dengan senyum tipis.
Aeri masih memandangi dokumen itu dengan ekspresi tidak percaya.
"Salah satu rekanku pernah bekerja sama dengan perusahaan ayah Jeno. Dari sanalah aku mendapat informasi ini."
Aeri mengepalkan tangannya, menahan amarah.
"Brengsek," gumamnya."Karina dalam bahaya saat ini," ujar Winter dengan nada serius.
"Lalu kenapa kau belum bergerak juga, hah?" Aeri meninggikan suaranya, emosi memuncak.
Winter tetap tenang. "Besok aku akan ke Seoul untuk menyerahkan dokumen ini kepada ayah Karina."
Aeri tiba-tiba mendapatkan ide. Matanya menyala penuh semangat.
"Aku punya ide. Kau mau ikut rencanaku, kan?""Tentu saja," jawab Winter tanpa ragu.
Malam itu, di kedai kecil yang sunyi, sebuah rencana mulai terbentuk—rencana yang mungkin akan mengubah segalanya.
====
Beberapa minggu setelah kedatangan Aeri ke rumah orang tua Winter, keduanya menyusun rencana matang untuk menyelamatkan perusahaan milik keluarga Karina sekaligus mengembalikan reputasi Winter.
Hari itu, Aeri dan Karina sedang meninjau aula tempat rapat besar akan digelar. Acara tersebut akan dihadiri oleh jajaran direksi YK Group dan beberapa rekan bisnis penting.
"Aku tidak ingin ada kesalahan di acara besok," ucap Karina dengan nada tegas kepada salah satu pegawainya.
"Baik, Bu. Ini agenda untuk rapat besok. Jika ada perubahan, segera kabari saya," jawab pegawai itu sambil menyerahkan dokumen.
"Baik, terima kasih."
Karina terlihat tenang di luar, tetapi Aeri tahu sahabatnya tengah tertekan. Dalam beberapa hari terakhir, Karina mengabaikan kesehatannya demi menyelamatkan perusahaan yang kini berada di ambang krisis. Keuangan perusahaan merosot tajam, dan beberapa rekan bisnis memutuskan mundur karena takut terkena dampaknya.
Aeri memandang Karina dengan khawatir. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada cemas.
Karina hanya menggeleng pelan, memilih mengabaikan pertanyaan itu. "Kita gunakan agenda ini saja. Tidak perlu ada perubahan," ucapnya sambil melangkah keluar aula.
Namun, baru beberapa langkah berjalan, tubuh Karina melemas. Pandangannya menjadi buram, dan rasa pening yang kuat menyerangnya. Di tengah pandangan yang semakin gelap, ia melihat bayangan seorang pria berlari ke arahnya. Sebelum Karina kehilangan kesadaran sepenuhnya, ia merasakan tubuhnya ditopang dengan kuat.
Karina pingsan, tepat di pelukan Winter.
"Win?" seru Aeri, terkejut melihat Winter ada di aula dengan pakaian serba hitam dan topi yang menutupi wajahnya.
"Bantu aku," ucap Winter cepat sambil membenarkan posisi Karina. Ia menggendong tubuh Karina dan membawanya ke ruang pribadi Karina.
=====
Di ruang pribadi itu, Winter duduk di samping Karina yang masih tidak sadarkan diri. Pandangannya tak lepas dari wajah Karina, wajah yang sudah lama sekali tidak ia lihat. Ada kerinduan yang begitu mendalam dalam tatapannya.
Dengan lembut, Winter merapikan anak rambut yang menutupi wajah cantik Karina dan menarik selimut agar lebih menutupi tubuhnya.
"Besok acara jam delapan. Kau bisa hadir?" tanya Aeri memecah keheningan.
"Tidak. Aku harus mampir ke pengadilan untuk memenuhi panggilan dari jaksa," jawab Winter tanpa mengalihkan pandangannya dari Karina.
"Lalu, apakah aku harus menunda jadwal acara?"
"Tidak perlu. Jalankan saja sesuai rencana. Aku akan datang tepat waktu. Apa aku bisa mendapatkan laporan keuangan satu bulan terakhir?"
"Aku akan meminta Minho mengirimkannya padamu," balas Aeri.
Winter mengangguk kecil, lalu berdiri. Sebelum pergi, ia kembali memandang Karina, seolah ingin memastikan semuanya baik-baik saja.
"Aku harus pergi. Aku ada janji dengan ayah Karina."
"Baiklah. Jangan lupa mampir lagi ke sini nanti," kata Aeri sambil mengantar Winter hingga pintu.
"Iya, Aeri. Aku pergi dulu."
Winter meninggalkan ruangan melalui pintu belakang untuk menghindari perhatian orang-orang.
====
Saat tiba di basement gedung, Winter menghentikan langkahnya. Ia melihat dua sosok pria tengah berbicara. Salah satunya adalah Jaemin, pria yang Winter tahu cukup berpengaruh dalam kehidupan Karina. Tetapi perhatian Winter segera tertuju pada pria kedua.
"Jaemin... tunggu," gumam Winter pelan. Pandangannya tertuju pada pria yang berdiri di samping Jaemin. "Bukankah itu Jeno?"
Winter menatap tajam, mencoba memastikan identitas pria itu. Sosoknya sangat mirip dengan foto yang ia terima dari seorang anonim beberapa hari lalu.
Tanpa pikir panjang, Winter mencari tempat bersembunyi, memilih posisi strategis untuk mendengar percakapan mereka tanpa ketahuan. Detak jantungnya berpacu.
'Apa yang Jaemin dan Jeno rencanakan?' pikir Winter sambil berusaha mengatur napas agar tetap tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Bonds
FanfictionDi dunia yang sibuk dengan kehidupan dan rutinitas, dua jiwa menemukan diri mereka bertemu secara tidak terduga dengan cara yang paling tak terduga. Pertemuan awal mereka adalah sebuah kebetulan, sebuah kesempatan yang memicu percikan yang tak dapat...