❝Kekuatan bukan sekadar otot dan tenaga; ia adalah tekad yang mengakar dalam jiwaku, sebuah hasrat yang terus membara tanpa mengenal padam. Aku adalah pilar bagi diriku sendiri, sosok yang takkan pernah menyerah walaupun ditimpa oleh beban yang tak terbayangkan❞
~ Aiden Gempa Alexander
Di ruang makan rumah megah itu, Rimba dan Sori duduk berhadapan, dikelilingi meja makan yang telah dihias dengan anggun. Lilin-lilin lembut menyala, menciptakan suasana hangat, meskipun suasana hati Sori belum sepenuhnya membaik. Rimba berusaha mencairkan suasana dengan senyum lembut, menyodorkan sepiring nasi dan beberapa hidangan favorit Sori, berusaha agar adiknya itu kembali merasa nyaman.
"Sori, ayo, makanlah sedikit," kata Rimba pelan. Suaranya terdengar penuh perhatian, berharap bisa meluluhkan hati adiknya yang dingin sejak sore tadi.
Sori hanya menatap piringnya sejenak, kemudian perlahan mulai menyuapkan makanan. Melihat itu, Rimba tersenyum lega, namun masih menyimpan kekhawatiran dalam hatinya. Dia tahu, setelah insiden tadi, ada banyak hal yang belum sempat ia pahami dari keinginan Sori, terutama mengenai rencana Sori melanjutkan ke INeXIS.
Setelah beberapa saat makan dalam keheningan, Rimba memutuskan untuk membuka pembicaraan dengan hati-hati, "Sori, aku ingin bertanya. Sebenarnya ... apa alasanmu ingin masuk ke INeXIS setelah lulus dari Prestige Archbridge School? Kau bisa memilih tempat lain yang mungkin lebih sesuai dengan apa yang kau inginkan."
Sori menghentikan suapannya sejenak, tampak berpikir. Lalu dia menghela napas pelan, menatap piringnya, dan mulai berbicara dengan jujur, "Alasan utamaku ... adalah Kak Hali."
Rimba menatap Sori penuh perhatian, menunggu penjelasan lebih lanjut. Sori tersenyum tipis, tatapannya tampak lembut saat menyebut nama Halilintar. "Kak Hali itu luar biasa, Kak. Dia siswa yang paling berprestasi di INeXIS, selalu berada di puncak. Dia pintar, tegas, dan bisa mencapai apa pun yang dia inginkan. Aku ... aku kagum sekali padanya."
Rimba mendengarkan dengan seksama. Ia bisa melihat betapa dalamnya kekaguman Sori pada Halilintar. Tapi di dalam hatinya, ia tak bisa mengabaikan kecemasan yang muncul—sisi gelap Halilintar yang Sori belum ketahui. Namun, kali ini Rimba memilih untuk tidak memperlihatkan kegelisahannya. Dia tidak ingin merusak impian Sori.
"Aku mengerti," kata Rimba akhirnya, suaranya terdengar tenang meskipun ada kecemasan yang terselip. "Kakak paham kenapa kau mengaguminya. Tapi, Sori, kau tahu, kehidupan di INeXIS itu tidak mudah. Tekanan yang tinggi, persaingan ketat ... Kau siap menghadapi itu?"
Sori menatap Rimba dengan penuh keyakinan, "Aku sudah mempersiapkan diriku, Kak. Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa seperti Kak Hali. Menjadi kuat, pintar, dan diakui oleh semua orang. Jika Kak Hali bisa melakukannya, aku juga bisa. Lagipula ... aku sudah belajar banyak darinya."
Rimba hanya bisa mengangguk pelan, menahan dorongan dalam dirinya untuk memperingatkan Sori tentang sisi lain dari Halilintar yang adiknya tidak ketahui. Namun, melihat keteguhan di mata Sori membuatnya berpikir dua kali. Ia tidak ingin mematahkan semangat yang jelas begitu besar di hati adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KILLED FOR TRUTH
Mistério / Suspense"Permainan tidak sekadar soal menang atau kalah. Ini tentang memanipulasi setiap langkah, menyusun strategi, dan mengklaim kekuasaan yang ada di depan mata." Di Infinity Nexus International School, sekolah kriminologi internasional yang bergengsi in...