Revisi setelah end
"Berhenti."
Seseorang dengan jas hitam berdiri gagah di hadapan preman itu. Tubuh tinggi, badan atletis, memakai earpiece. Earpiece adalah alat komunikasi secara rahasia yang di kenakan di telinga.
Iya mengambil hady talki, ia mendengar itu sejenak lalu mengangguk.
"Baik."
Selesai mengatakan itu, Pria berjas hitam mendongak ke arah ketiga preman. Menyapu-nyapu pelan jasnya itu sambil menjilat bibir bawahnya. Lengan jasnya di lipat memperlihatkan otot serta tato yang terpampang nyata.
"Kalian, gak cocok jadi preman. Mending kalian jadi banci aja dah biar guna diki," ejek pria berjas.
"Apa urusan dengan itu?" Si botak bertanya sambil berlagak sombong memperlihatkan otot otot buncitnya.
"Masa 3 lawan anak kecil si pak ga malu? Lihat umur pak, kalo mau, lawan gua aja," tawar Pria berjas tadi sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Kurang ajar, kalian berdua serang dia." Si buncit bertatto memberi aba-aba.
"Cih, cuman lawan 2 orang Kroco," ucapnya lalu menghindari dari serangan dua Kroco.
Pria berjas itu menangkap lengan si kurus, lalu menguncinya. Lengannya di lipat ke belakang lalu di tekan di ke atas. Si kurus berteriak keras menerima rasa sakit seperti tangannya ingin patah.
"Bro tolongin woy," si kurus menggeliat mencoba melepaskan cengkraman Pria berjas, tapi itu akan membuat dirinya sendiri sakit.
Si botak menuju Ke arah mereka. Ia menendang tepat menuju di wajah yang sedang menyekam temannya itu. Tetapi tak semudah yang ia kira, Pria jas itu menghindar dan memukul tepat di betis. Melantarkan si botak yang membuat dirinya melakukan splits secara tak langsung.
Si botak Mengerang kemana-mana memegangi selangkangannya. Itu benar benar sakit ia berguling-guling di tanah.
Si buncit bertatto melihat rekannya yang mudah di kalangan berniat untuk lari. Tanpa berpikir lama, ia berbalik badan berlari secepat yang ia bisa. Namun si pria jas itu tak akan membiarkan semudah itu. Ia mengambil satu batu kecil dengan Star, lengannya satunya di cengram, satu kakinya di naikan dengan aba aba 1 2 dan tiga. Batu itu terhempas.
Bung....
Kena sasaran Si buncit bertatto tepar seketika.
Daniel melihat adegan itu cukup membuatnya terharu. Ternyata masih ada yang peduli dengan mereka, Daniel melihat pria itu sedang menelpon seseorang.
"Kamu tenang saja, aku sudah menelfon ambulance." Pria memberitahunya. Sehabis itu ia pergi meninggalkannya.
Tapi sebelum pria itu pergi ia melihat anak kecil berlali kemudian memegang erat lengan pria itu. Umurnya tak jauh beda dengan Daniel. Wajah imut, kulit putih dan mata lentik wanita itu pasti anak dari orang kaya.
Mereka menaiki mobil hitam bermotif silver. Mabil mereka kian menjauh di gantikan dengan bunyi serine yang amat menggangu telinga.
Para petugas turun satu persatu berjalan Ke arah Daniel. Daniel terus menatap mobil yang tak lagi ada di sana, ia termenung.
"Dek? Ibu kamu sudah di mobil yuk ikut KK, temanin ibu kamu ke rumah sakit ya," ucap salah satu petugas.
Daniel tersadar dari lamunannya. Ia mengangguk beranjak dari sana kemudian duduk di samping ibunya yang sedang berbaring.
____________
Panas mentari di gantikan oleh sejuknya hamparan angin sore. Langit oranye sangat indah lagi lagi terbentang begitu luas. Awan awan menambah keindahan langit sore.
Daniel mendongak di kaca mobil ambulance sambil menikmati pemandangan sore. Ia masih merenung bertanya-tanya apakah, ia masih bisa bertemu dengan pria jas tersebut? Untuk sekedar berterima kasih padanya.
Daniel melirik ibunya yang sedang pingsan. Ia membelai lembut rambutnya. Hati tak bisa berkata-kata. Ada satu hal yang tersembunyi di hatinya. Ia tak tau pasti apa yang terjadi padanya. Kadang memahami diri sendiri itu sulit.
"Maaf, kan, aku ibu."
Akhirnya Daniel dan ibunya sampai. Ibunya langsung di larikan di ruang perawatan untuk di periksa. Daniel duduk di ruang tunggu Melihat jam 19.34 malam.
Tiba-tiba terlintas wajah adiknya di jam tersebut. Daniel langsung berdiri, ia sampai kelupaan dengan sosok adiknya. Ia sekarang stres, di sisi lain, Daniel ingin pergi ke rumah untuk menemui adiknya dan menanyakan keadaan jika dia baik baik saja. Tetapi ibunya yang belum kelar pemeriksaan, ia harus menunggu sebentar.
Daniel mondar mandir di depan pinta sambil mengigit kukunya. Sesekali ia melirik jam, tak lama pintunya terbuka terlihat Dokter cewe dengan jubah putih khas rumah sakit.
"Bagaimana keadaan ibuk saya dok," tanya Daniel antusias.
"Tidak ada yang serius, ibu kamu hanya pingsan besok udah bisa pulang." Dokter itu tersenyum kemudian beranjak pergi.
Gimana ini, apakah baik baik saja meninggalkan adikku semalaman? Batin Daniel.
Malam itu, iya tak bisa tidur dengan nyenyak di samping ibunya. Iya kepikiran terus adiknya yang sedang sendiri di rumah. Jarak yang begitu jauh rumah sakit dan kampungnya membuat ia harus menetap semalam di sini.
Daniel beranjak dari sana, ia keluar ingin menghirup udara segar. Malam itu begitu dingin, pakaian pendek yang sobek tak bisa melindunginya dari malam. Suara jangkrik dan kodok bagaikan suara malam yang indah. Di sela sela langit bintang bintang menyinari bumi, yang mampu bersanding dengan terangnya bulan.
Saat Daniel termenung sambil menyandarkan tubuhnya di pagar rumah sakit. Beberapa jam berlalu, ia pun memutuskan untuk kembali lagi.
Ia mendapati ibunya sedang tertidur pulas, ia puan duduk dan membaringkan kepalanya di kasur rumah sakit.Malam yang panjang di lewati Daniel dengan susah payah.
______________
Cahaya matahari muncul di sela sela jendela menerpa kulit wajah mirip Daniel. Ia terbangun dengan mata beratnya. Ia berdiri memerhatikan sekitar, ternyata masih sepagi ini ternyata sudah banyak aktifitas di rumah sakit.
Ibunya sedari tadi duduk menatap dirinya yang tadi masih tertidur. Ternyata ibunya sudah bangun terlebih Dahulu.
"Apakah Ibu, kamari baik baik saja, ada gak yang sakit," tanya Daniel dengan tempo pelan di mulut serta gerak tangan miliknya itu.
Ibunya menggelengkan kepala, lalu iya menunjuk dada putranya. Daniel jujur tak paham dengan semua itu, tapi entah kenapa hatinya yang gelisah tiba tiba tenang seperti di berikan pencahayaan.
Suara pintu terdengar ada seseorang yang masuk, ya, itu Dokter perempuan yang kemarin.
"Ibu, dek tadi ada yang telfon, katanya ada taksi yang sudah di pesan untuk mengantarkan kalian pulang," ucap sang dokter.
Daniel mendengar itu merasa senang. Ia berterimakasih lalu bertanya.
"Kalo boleh tau, siapa yang memesankan taksi untuk kami?" Tanya Daniel, ia penasaran dengan sosok orang yang baik dengan keluarganya.
"Maaf dek, tapi orang tersebut tidak ingin, keluarga adek tau," balas sang dokter.
Daniel mengangguk, ia pun berpamitan lalu pergi menggandeng ibunya. Ia bergegas secepat mungkin, walaupun hatinya sudah lega sedikit tapi adik di rumah. Ia berharap adiknya baik baik saja.
‼️Sampe sini dulu ya besok up lagi hehe‼️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenggelam dirasa bersalah
General FictionDaniel harus hidup menderita bersama adik dan ibunya dalam kemiskinan. Ayahnya yang sudah tiada meninggalkan hidup yang begitu pelik kepada mereka bertiga. Daniel Anak pertama yang tidak sanggup melihat ibunya yang memiliki ganguan pendengaran dan s...